68 • penglaris

452 148 3
                                        

Jeno itu.... katanya memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah sebuah tempat makan ada penglarisnya apa tidak.

Dan karena kemampuan itu ada dua akibat yang terjadi padanya.

Pertama, tak akan ada yang mengajaknya untuk pergi ke tempat makan yang sedang viral dan enak, karena takut kalau ternyata itu menggunakan penglaris.

Kedua, sebaliknya. Orang yang mengenal Jeno akan sengaja mengajaknya untuk menemani. Berjaga-jaga kalau ternyata tempat makannya ada penglaris dan mereka bisa langsung pergi dari sana.

Haechan sendiri adalah tipe orang yang kedua. Selain doyan makan, Haechan juga merupakan food vlogger yang biasa mereview resto yang ia kunjungi. Tak seperti vlogger biasa yang selalu mendatangi tempat yang sedang viral, Haechan bersikap sebaliknya. Ia benar-benar hanya akan mendatangi dan mereview makanan dari resto yang menurutnya layak.

Dan kelayakan dalam standar Haechan dikarenakan beberapa hal.

Pertama, enaknya dari makanan yang tersedia. Kedua, tempatnya yang bersih dan nyaman. Ketiga, pelayanannya yang baik. Dan terakhir, bersih dari segala jenis macam penglaris.

Ya, Haechan tak mau mendatangi tempat makan yang memakai penglaris. Selain takut penggemar setianya ikut terjerumus dan malah mendatangi tempat tersebut, ia juga tak mau tubuhnya kenapa-napa karena memakan makanan tersebut.

Terakhir ia datang ke tempat makan yang ada penglarisnya, Haechan sakit dan itu tak hanya terjadi sekali. Yang terakhir bahkan sampai membuatnya harus dirawat inap. Waktu itu Jeno yang kebetulan bersamanya, sudah sempat memperingati Haechan, tapi Haechan yang kepalang lapar tidak peduli. Ia tetap makan di tempat tersebut meski Jeno sudah mengatakan kalau tempat yang mereka datangi ada penglarisnya.

Semenjak kejadian itu, kemanapun Haechan pergi untuk mencari makan di resto baru yang belum pernah ia kunjungi, ia pasti akan mengajak Jeno.

Ya, Jeno mau-mau saja. Toh, Haechan kadang mentraktirnya.
 
 

"Gimana?" tanya Haechan pada Jeno yang duduk di kursi samping kemudi mobil yang ia kendarai.
 
 

Keduanya kini sudah berada di perempatan lampu merah, di mana sepanjang jalan tersebut, banyak warung tenda dan resto makanan pinggiran yang ramai dikunjungi banyak orang.

Tentu hal itu membuat Haechan penasaran. Seenak apa makanan di sana, ini kalau tempat makan tersebut sesuai dengan standarnya, sampai bisa ramai dikunjungi seperti itu. Bahkan antriannya sampai mengular ke area parkiran.
 
 

"Rame, Chan." Jawab Jeno sembari melihat satu persatu resto dan tempat makan yang ada dari ujung ke ujung.

"Ya emang rame. Makanya gua bawa lo ke sini." Haechan kemudian menunjuk salah satu resto dengan plang nama Nasi Bebek yang merupakan tempat yang paling ramai didatangi. "Kata Jaemin, nasi Bebek di situ enak."
 
 

Jeno berdecak.
 
 

"Dibilang rame."
 
 

Haechan menghela napas panjang, kemudian menghembuskannya dengan kasar.
 
 

"Ya, 'kan, emang rame dikata-"

"Lu ngerti kaga, sih, maksud gua?" tanya Jeno kesal sendiri.
 
 

Seperti tersadar. Mata Haechan melebar.
 
 

"Ohhhh, maksudnya rame itu...."

"Iya."

"Yang nggak ada yang mana?" tanya Haechan lagi.
 
 

Tak hanya ada resto Nasi Bebek, ada juga tempat makan lain di sisi kanan dan kirinya yang juga tak kalah ramai. Sama halnya dengan warung tenda pecel lele dan ayam yang juga ada.
 
 

"Nggak ada. Pake semua mereka."
 
 

Haechan menganga mendengar ucapan Jeno yang terdengar sangat santai tersebut.

Jeno mencondongkan tubuhnya supaya bisa melihat ke luar dengan jelas. Tangannya kemudian terangkat dan mulai menunjuk ke arah resto paling ujung.
 
 

"Di tempat pertama, penglarisnya cuma 2, tapi gede banget. Satu di dalem, satu lagi jaga di luar. Lo kalau baru injek kaki di parkirannya, yang tadinya nggak laper bisa mendadak kepengen makan di sana."
 
 

Tangan Jeno berpindah, ia menunjuk resto selanjutnya. Tak seperti resto yang satunya, resto kedua cenderung terbuka. Bisa terlihat banyak pelanggan yang sedang makan di sana.
 
  

"Kalau yang itu, kecil tapi banyak. Di setiap meja ada. Ada yang dua, ada yang tiga. Nah tuh, 'kan! Lihat nggak lo ada yang ngeludah di mangkok orang yang duduk di meja paling depan?"

Haechan menggeleng. "Ya mana bisa gua lihat? Yang indigo, 'kan, eluu!"

"Nah warung tenda yang pecel sama bakso di depan itu," ucap Jeno lagi yang tangannya sudah berubah arah tunjuk. "Masing-masing cuma ada satu. Di penggorengan sama panci tempat masaknya. Terus-"

"Udah, udah. Stop. Stop. Mending kita pergi dah. Keburu laper guaaa."

"Nggak mau tahu lo ada apa aja di sana? Rame loh, Chan. Apalagi di resto kedua itu. Jumlah orang sama yang larisin, banyakan penglarisnya-"

"Iya, iya, Lee Jeno. Udah. Paham gua, paham," potong Haechan yang kemudian mulai menjalankan lagi kendaraan roda empat miliknya. "Ke mekdi aja udah kita."
 
 

Jeno tertawa.

McDonald selalu jadi pilihan tempat yang mereka tuju kalau kejadian seperti ini terjadi.
 
 

Well, Haechan ingat betul perkataan Jeno yang mengatakan kalau franchise yang sudah popular seperti itu sangat jarang menggunakan penglaris.

unusual; k-idols ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora