164 • akhirnya

309 110 2
                                    

Changkyun itu... tidak suka ikut campur.

Kalau melihat sesuatu yang menurutnya bukan urusannya dan sama sekali tak berhubungan dengannya, ia tak akan dan tak mau peduli.

Bukan apa-apa, Changkyun hanya mau hidup tenang, tanpa gangguan apapun. Ia tidak mau ketentraman dan ketenangan hidupnya yang sangat membosankan ini, jadi terganggu hanya karena ia ikut campur urusan orang lain. Pun, Changkyun tak mau ambil pusing.

Baginya, terlibat dalam urusan orang lain hanya akan menambah beban pikirannya yang sudah banyak.

Tidak hanya tak suka ikut campur, Changkyun juga bukan orang yang suka ingin tahu. Level rasa penasarannya rendah, hampir mendekati nol. Tak akan bertanya kalau memang tidak diwajibkan bertanya.

Lebih memilih berlalu pergi meski mungkin nuraninya patut dipertanyakan masih ada atau tidak.



Pagi ini, seperti biasa. Changkyun bangun pukul lima pagi. Tak langsung bersiap berangkat ke tempat kerja, jadwalnya sekarang ini adalah lari pagi.

Hal yang awalnya tidak disukai, namun, karena kebutuhan dan saran dari dokter pribadinya, ia jadi harus melakukan itu.

Mau sehat atau mati cepat? begitu kata dokter ketika Changkyun bertanya apa akibatnya kalau ia tetap tak mau menjalankan pola hidup sehat yang teratur.

Ketika Changkyun menanggapi dengan mengatakan, "mati itu takdir Tuhan. Sudah ditetapkan. Nggak ada namanya dipercepat atau diperlambat." Sang dokter kembali menanggapi, "ya setidaknya jangan hidup dengan menyusahkan orang dengan menjadi sakit. Kalau sehat, kamu juga yang untung."

Menyusahkan orang lain, adalah hal yang paling Changkyun hindari. Ia tak mau dibuat susah oleh orang lain, dan ia pun menganut prinsip tak akan mau menyusahkan orang lain. Setidaknya ia berusaha.



Jadi ya... itulah alasan kenapa Changkyun mau repot lari pagi dengan rute rumah - gelanggang olahraga depan komplek - rumah. Yang biasanya akan memakan waktu satu jam.



Selesai dengan perlengkapan yang dibutuhkan, Changkyun mulai melangkahkan kakinya dengan ritme dan kecepatan yang santai. Ia menyumpal telinganya dengan sebuah airpods berwarna putih. Tak ada lagu yang terputar, hanya kedok supaya tak ada yang mengajaknya berbicara.

Semuanya berjalan seperti biasa, hingga ketika ia hampir sampai di penghujung rumah dekat pintu gerbang perumahan tempat tinggalnya. Dari jarak 10 meter, Changkyun mendengar sebuah teriakan.

Di mana ketika ia sampai tepat di depan pagar rumah yang menjadi sumber suara teriakan, keluar satu sosok laki-laki dengan banyak noda darah di tangan dan di wajahnya.

Changkyun tak menoleh. Ia terus berlari santai seolah tak mendengar dan tak melihat apapun.

Pun sebenarnya keadaan dari sosok laki-laki yang ia lihat itu hanya ia lihat dengan satu lirikan tajam dari mata kanannya tanpa menoleh sedikit pun.


Dan ya, sekali lagi, Changkyun tak suka ikut campur. Ia lebih memilih melanjutkan langkahnya menuju gelanggang olahraga yang menjadi tujuannya saat ini.











👻👻👻








"Ada apa ini? Kenapa jalannya ditutup?"


Changkyun melepaskan sumpalan airpods di telinga, lalu memasukkannya ke dalam saku celana training yang ia kenakan.

Langkah kecilnya yang tengah berlari terhenti karena jalan untuk masuk ke gerbang perumahan tempat tinggalnya ditutup.

Tak hanya itu, banyak juga mobil yang berlalu lalang serta garis polisi yang menjadi pembatas agar tak ada yang masuk ke area yang... sepertinya tengah diselidiki.

Aneh, begitu batin Changkyun.

Padahal belum ada satu jam ia keluar dari gerbang perumahan tersebut. Tadi sepi, tapi sekarang sudah sangat ramai dan riuh.


Kalau biasanya Changkyun akan bersikap acuh tak acuh. Tidak kali ini. Tidak ketika urusannya jadi terusik.

Changkyun hendak pulang ke rumah dan bersiap untuk berangkat berkerja. Namun, niatannya jadi tertunda karena keriuhan yang entah karena apa.

Makanya, kali ini Changkyun melakukan hal di luar kebiasaannya. Ia berjalan mendekat ke arah pos satpam yang berjaga, lalu mengajak salah satunya berbicara.


"Ada kasus pembunuhan, Mas. Satu keluarga."

Adalah jawaban yang Changkyun dapatkan.



Membuat raut wajah penasarannya sirna dan berganti dengan ekspresi, "oh," tanpa raut wajah terkejut sama sekali.



"Nggak jauh dari sini, Mas. Makanya gerbang ditutup. Mau diperiksa dulu sama petugas."

"Akhirnya ya, Pak..."

"Maksudnya gimana, Mas?"

"Ah, enggak." Changkyun menggeleng sambil tersenyum kecil. "Saya boleh masuk, 'kan, Pak? Nggak akan ganggu. Saya cuma mau balik ke rumah buat berangkat kerja. Karena... mohon maaf aja, api kejadian kayak begini nggak akan bikin atasan saya memaklumi saya buat dateng terlambat, apalagi nggak masuk."

"O-oh, iya, Mas. Silakan. Yang nggak boleh masuk cuma orang dari luar."

"Makasih ya, Pak!"

"Iya, sama-sama, Mas Changkyun."





Tak lagi berlari, Changkyun sengaja berjalan. Meski terkesan apatis, Changkyun masih tahu tata krama. Tak sopan baginya berlari di area tempat kejadian perkara seperti ini.

Kembali ia pasang airpods yang tadi dikantongi untuk disumpal kembali ke telinganya.

Sayup-sayup ia dengar, bisik-bisik tetangga yang mengatakan...




"Udah meninggal beberapa hari ternyata. Yang bunuh si bapaknya, anak sama istrinya dibunuh. Terus dia bunuh diri. Katanya, sih, depresi karena bangkrut."

"Kasihan ya..."

"Iya, mana itu juga ketahuannya karena udah seminggu kemudian. Karena baunya udah nyebar, jadi ada yang sadar kalau ada yang nggak beres di rumah itu. Dan pas dicek bareng-bareng sama Pak RT, bener ada yang meninggal."






Langkah Changkyun semakin menjauh. Tak ada ekspresi yang berubah ketika mendengar obrolan tetangganya tersebut.

Hanya saja, dalam hati Changkyun bergumam.



"Akhirnya....."




Ya, sudah seminggu dari kali pertama Changkyun mendengar suara teriakan dan melihat sosok laki-laki yang sempat keluar rumah sebelum akhirnya melakukan bunuh diri setelah membunuh keluarganya sendiri.

unusual; k-idols ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang