105 • alasan

382 130 5
                                    

Dulu, sewaktu kecil, tepatnya ketika aku berumur 11 tahun, Ibuku pernah melarangku untuk pergi ke salah satu rumah di ujung jalan.

Saat itu, aku yang sebelumnya selalu melewati rumah tersebut ketika pulang sekolah, harus memutar arah dan melalui jalan yang lebih jauh.

Kata ibu, "demi keselamatan kamu!" ketika aku bertanya kenapa aku harus menuruti perintah itu.

Suatu waktu, karena sudah terlalu lelah dan ingin cepat-cepat sampai rumah, aku nekat. Nekat melewati rumah yang dilarang itu karena memang jalan tersebut yang paling dekat dengan rumah.

Bisa kulihat pagar yang terbuat dari bambu menutupi rumah tersebut dari ujung ke ujung, tak menyisakan satu tempat pun bagi orang setinggi aku untuk melihat ke dalam.

Padahal, sebelumnya pagar itu tak pernah ada.

Sebagai anak kecil yang penuh rasa penasaran, aku nekat berjalan mendekat ke area rumah yang terlarang untuk dikunjungi itu. Bukan hanya terlarang untukku. Tapi juga untuk warga lainnya, termasuk orang dewasa.

Dari sela-sela pagar bambu yang ada, aku mencoba mengintip ke dalam.

Mataku terpaku. Terpaku melihat sesuatu yang menggantung di kusen pintu.

Waktu itu aku tak mengerti itu tak apa.

Hingga beberapa tahun kemudian, aku kembali melewati area yang sama.

Rumah terlarang di ujung jalan, yang aksesnya sudah ditutup dari berbagai arah oleh warga desa yang takut untuk melewatinya.

Aku nekat, aku kembali ke sana karena penasaran dengan apa yang kulihat sewaktu kecil dulu.

Aku pikir, semuanya akan berubah. Aku kira sesuatu yang aku lihat waktu itu sudah hilang entah kemana.

Nyatanya? Masih ada.

Masih berada di tempat yang sama.

Aku tahu sekarang itu apa.

Sesuatu yang menggantung tepat di bawah kusen pintu yang ada.

Itu adalah tubuh.

Tubuh dari salah satu tetanggaku yang tinggal di tempat yang hanya berjarak dua rumah dari rumah yang kutempati.

Aku ingat wajahnya, seorang perempuan cantik dengan rambut hitam sepinggang. Pernah beberapa kali memberiku makanan ketika tak sengaja bertemu di jalan.

Waktu kecil aku tidak mengerti apa-apa. Tidak menyadari apapun. Tidak mengetahui satu hal pun.

Tapi sekarang? Aku sudah tahu.

Salah satu temanku bercerita, katanya perempuan itu dituduh penggoda. Penggoda dari setiap laki-laki yang ada di desa tempat kami tinggal.

Suatu waktu ada salah satu tetangga yang murka karena menduga perempuan itu telah menggoda suaminya, ia yang tersulut amarah mendatangi rumah perempuan tersebut. Berbekal dengan provokasi yang ia lakukan pada warga lainnya; terutama para istri yang juga merasa kalau suaminya sudah digoda, perempuan itu digelandang ke rumah kosong di ujung jalan. Lalu dihakimi dan digantung hidup-hidup.

Konon katanya, di detik-detik terakhir sebelum digantung, salah si penuduh berkata, katanya, "kita lihat saja nanti! Kalau memang kamu tidak bersalah, tubuh kamu tidak akan pernah hancur meskipun nyawamu sudah dicabut. Dan sebaliknya, kalau tubuhmu hancur menjadi bangkai bahkan sampai tersisa tulang belulang, kamu benar-benar bersalah!"

Terdengar bodoh.

Temanku sempat merutuk ketika mendengar cerita tersebut. Katanya, "mana ada mayat yang nggak akan jadi bangkai dan jadi tulang setelah meninggal? Mau bersalah ataupun tidak, pasti akan tetap habis."

Ya, harusnya begitu bukan?

Ya, harusnya memang begitu.

Sialnya, yang terjadi justru sebaliknya.

Ketika aku mendatangi tempat yang sama. Aku melihat tubuh yang tergantung itu masih utuh seperti baru dieksekusi.

Jangan tanya mengapa tidak ada yang melapor pada polisi. Polisi di desaku tak memiliki kuasa, karena apa? Karena yang melakukan hal tersebut hampir separuh dari warga desa.

Mereka semua lebih memilih untuk menutup rapat-rapat kejadian tersebut, terlebih ketika sang provokator yang menuduh bahwa perempuan itu pelakor adalah salah satu saudagar kaya raya yang lebih berkuasa dari apapun juga di desa.

unusual; k-idols ✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя