#19 perempuannya

36 7 0
                                    

Selepas makan pagi di rumah ayah, akhir Yasmin dan juga Lukman berpamitan untuk pindah ke rumah baru. Sebenarnya Yasmin berat hati meninggalkan tempat ia di lahir kan dan di besarkan, tatapi apalah dayanya, ia harus ikut apa kata sang suami. Sebenernya, suami Yasmin juga tak ingin meninggalkan rumah hangat itu, tetapi ia juga harus mandiri, ia tak ingin selalu ketergantungan dengan mertuanya.

Di rumah baru yang sekarang sangatlah sederhana, tidak bertingkat dan sedikit terlihatlah sempit. Bukan berarti Lukman tak punya uang, ia hanya menginginkan kehangatan rumah, bukan kemewahannya.

Yasmin tak punya kerjaan, ia ingin menyapu tetapi rumah sudah bersih. Ia ingin membeli perlengkapan seisi rumah tetapi sudah lengkap, ia pun hanya duduk di atas sofa bercampur silver abu itu. Mereka berdua menunggu waktu Azar saja, sebab ia sudah solat Dhuhur pas waktu masih di rumah ayah, dari ayah, mamah, David beserta istrinya, Brian beserta istrinya, Yasmin dan juga Lukman solar Dhuhur bersama dan ayahlah yang menjadi imamnya pada solat itu.

Yasmin melirik koper koper yang masih berada di depan pintu kamar, Lukman belum sempat memasukkan koper itu kedalam kamar karena kamar belum memiliki lemari untuk mengisi baju-baju, itu karena Lukman terlambat memesannya.

Lukman mendekati Yasmin, ada sesuatu yang haru ia bicarakan empat mata kepada istrinya. Ini pembicara yang sangat serius, Yasmin pun mendengar apa yang keluar dari mulut sang suami. Saat sang suami sudah pembicaraan inti, Yasmin heran, kenapa suaminya membahas kapten beserta kapal. Seketika Yasmin peka, ia hanya tersenyum kepada suaminya tetapi dalam hati sangat sakit, Yasmin akan di tinggal sang suami untuk berlayar selama beberapa bulan. Itu resiko Yasmin yang jatuh cinta dengan seorang yang bekerja menjadi pelaut, ia harus di tinggal beberapa bulan.

Yasmin tersenyum, ia menutup bendungan yang sangat besar. Ia memakai topeng nya sebentar sebelum suaminya melihatnya, "kalau itu memang pekerjaan kamu, aku bisa apa?" Tutur Yasmin yang terbata-bata membuat Lukman tak rela meninggalkan perempuan nya itu.

Lukman yang sadar bahwa air mata Yasmin sudah berada di ujung hampir terjatuh, Yasmin yang masih menahan air mata itu agar tidak terjatuh. Tetapi usahanya tak membuahkan hasil, air mata yang ia usahakan tak jatuh akhirnya jatuh dengan sendirinya, Lukman melihat itu semakin tak tega meninggalkan perempuan nya.

"Jangan nangis, sayang" ucapnya dengan nada lembut sambil menghapus air mata Yasmin yang masih turun.

"Aku engga tau kapan aku jatuh cinta sama aku, aku juga engga tau kalau aku udah sayang sama kamu. Tapi itu semua hanya tiba-tiba, Man. Dulu aku hanya menganggap mu sebagai teman, tetapi sekarang lihat, aku menganggap kamu sebagai teman hidup!" Kata yang di lontarkan Yasmin sangatlah tulus, baru pertama kalinya Lukman mendengar kata manis seperti itu.

Dengan kedua tangan Lukman menempel ke pipi Yasmin, ia berkata kepada perempuannya. "Jika memang kamu sayang, dan cinta sama aku, aku mohon sama kamu. Jangan ada ketiga di antara kita berdua, cukup kita berdua saja" ucap Lukman langsung mengecup kening istrinya. Seketika Lukman membuat senyum manis di bibir Yasmin.

Hingga radio masjid terdengar, Lukman dan Yasmin langsung tersadarkan. Keduanya pun berjalan berdampingan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, selesai wudhu, keduanya pun solat bersama di dalam kamar yang masih terisi ranjang dan dan kasurnya saja. Selesai solat, kedua pun duduk kembali bersebelahan dengan tangan saling memegang.

Beda dengan suasana di rumah ayah, di sana masih terlihat sangat campur adul. David si pengganggu tak punya lagi orang yang sering ia ganggu, ia pun beralih ke adik sepupunya itu. David pun mengganggu Gilang yang sedang sibuk-sibuknya main game online. Itu salah satu kebiasaan Gilang yang sering main game.

"Bang Davi napa, sih? Orang lagu main game nih" tegur Gilang yang hanya fokus ke hp iPhone nya itu, itu iPhone Yasmin belikan untuk sang adik. Tak lupa juga ia membelikan Amanda juga, jika Amanda punya barang baru, Gilang juga harus punya, begitu pula dengan sebaliknya.

"Hp baru, nih?" Gombal David yang mengelus logo apel terpotong sebab ada yang memakannya.

"Iyalah, namanya juga adik kesayangannya kak Yasmin" balas Gilang yang sempat menatap David dan mengulurkan lidahnya untuk David dan kembali fokus lagi ke depan hpnya.

Seketika David merasa kehilangan sosok adik perempuan yang selalu ia ganggu, ia merasakan kehilangan yang sangat amat mendalam. Begitu juga dengan Brian, tak ada lagi yang selalu ia suruh, tak ada lagi yang selalu ia ganggu, seakan-akan ini perpisahan yang jauh, padahal rumah baru Yasmin tidak terlalu jauh dari rumah ayah. David pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk solat, ia sedikit telat solat karena sedikit malas bergerak. Meskipun telat, David tak akan meninggalkan solat 5 waktunya.

Setibanya di dalam kamar, David melihat sang istri yang sangat khusyuk dalam sholatnya. David yang melihat itu seakan-akan di bawa ke alam lain, hatinya tersentuh melihat Zahra. Ia ingin sekali mencium kening itu yang masih di basahi oleh air wudhu. Tetapi David masih malu, baru sekali David mencium kening itu saat kata sah terucapkan. Ia pun memutuskan untuk tidak menggangu sang istri solat, ia ke kamar mandi mengambil wudhu dan masuk ke kamar ayah untuk solat sendirian di sana. Selesai solat, ia mau menemui sang istri di dalam kamar.

Setibanya di dalam kamar, David duduk di ujung ranjang mengikut dengan istri. Zahra yang sadar David semakin dekat dengan dirinya langsung memperbaiki jilbab nya yang kurang rapi karena mukena membaluri nya tadi.

"Zah, kamu nyaman engga sih tinggal di rumah ini?" Pertamanya itu berhasil keluar dari mulut David.

Zahra pun menjawab dengan jawabannya sendiri tanpa berat hati, "di mana pun suami aku berada, di mana pun ia membawa aku, aku akan tetap mengikut dengan ia. Itu karena aku istrinya, ia sudah mengucapkan janji suci di depan orang tuaku" dari tutur kata Zahra tak ada paksaan, David tersenyum manis dan berucap. "Makasih" ucapnya masih dengan senyum manisnya.

Berpindah ke Brian, Brian dan istrinya yang masih malu-malu hanya duduk berjauhan. Brian duduk di atas ranjang sambil sandar di penyadaran dan Nasya duduk di depan cermin. Brian yang pemalu hanya duduk sambil menatap layar hpnya, ingin rasanya Nasya berbicara tetapi juga malu. Masa perempuan memulai percakapan duluan, kan, tidak sesuai. Dan pada akhirnya mereka diam-diaman hingga waktu magrib tiba.

°°🦋🦋🦋°°

Ketiga Anak Ayah (Ending)Where stories live. Discover now