#32 langit tak mengizinkan

29 4 0
                                    

Malam ini cuaca tak mendukung, petir kilat, angin kencang beserta hujan deras bergerumuh kencang. Mereka seakan-akan memberi isyarat pada pecinta rembulan untuk tak menatap rembulan malam ini, tetapi buat Yasmin, menatap bulan malam membuat hatinya terasa damai dan tentram. Tetapi sekarang, ia harus menunda tatapan itu, ia harus masuk dalam rumah. Akan ada hari esok bagi Yasmin untuk menatap bulan.

Di dalam rumah terlihat dua bersuara sedang akur, mereka berdua makan mie instan berkuah sambil menonton film horor di ponsel. Yasmin melihat itu teringat saat ia bersama kedua kakaknya menonton film horor koleksi ayah, ia meningkat itu tetapi tak mengingat ucapan apa saja yang ia ucapkan bersama kakaknya dulu.

Yasmin perlahan mendekati kedua adiknya itu, ia mau mengangetkan sang adik. Saat Yasmin ingin memegang kedua pundak mereka, mereka berdua lebih dulu balik dan mengagetkan Yasmin. Itu ia lihat dari layar ponsel, ia melihat jika Yasmin jalan sangat lambat sambil mengangkat tangannya layaknya kangguru.

Yasmin pun pasrah, perempuan itu memasang wajah asemnya. Ia memutuskan untuk bergabung dengan adiknya untuk menonton film horor di ponsel

Yasmin tidak tertarik sama sekali sama film horor itu, karena ia pernah melihatnya di bioskop kala dulu. Perempuan Lukman itu mengambil ponsel di kantong celananya, ia ingin mengirim pesan lagi untuk sang suami di sana. Meski pada akhirnya pesannya tak di baca, tetapi ia berhasil mengirimnya.

Yasmin🌑🦋
Man, malam ini aku engga bisa tatap langit. Itu karena langit tak mengizinkan ku untuk menatapnya. Jadi aku engga bisa tatap kamu, deh. Besok malam aja, ya?
²⁰'⁴⁰

Selesai Yasmin mengirim pesan itu, Yasmin pun melanjutkan tatapnya ke layar ponsel yang bisa di bilang sudah retak. Itu ponsel Gilang, anaknya suka main game online. Jika main, tak main-main. Marah, langsung banting ponsel, makanya ponselnya sudah sekarat seperti itu. Itu baru beberapa bulan di belikan oleh Yasmin, sudah rusak. Sedangkan ponsel Amanda, gadis itu menjaga pemberian orang.

"Kak, laper." Ucap Gilang memegang perutnya yang sudah senam malam itu.

"Mau makan apa, dek?" Tanya Yasmin.

"Laper, laper, udah makan mie instan dua mangkuk, masih laper!" Sindir Amanda buat abangnya.

Memang, Gilang tak kenyang jika tak makan nasi. Meski 10 mangkuk jika tak pakai nasi, ia akan tetap lapar. Perut karet, kata Amanda.

"Yaudah, kita keluar yuk. Kita makan di cafe dekat sini, mau engga?" Tanya Yasmin. Seketika Gilang membulatkan matanya dan mengangguk.

Meski hujan deras seperti ini, Yasmin tetap akan keluar mencari makan. Ia tak mau jika kedua adiknya ini kelaparan karenanya. Yasmin menyuruh Gilang untuk mengeluarkan mobil dari garasi rumah terlebih dahulu,  ia dan Amanda akan bersiap-siap. Kata Gilang, "engga usah cantik-cantik, kakak sama lap kering itu akan kucel ketika kena air hujan."

Selesai berpakaian rapi, ternyata ucapan Gilang benar. Saat mau masuk dalam mobil, mereka harus basah. Itu karena mobil yang Gilang parkir jauh dari pintu depan rumah. Gilang sengaja, ia mau mengerjai kedua perempuannya itu. Dan laki-laki itu hanya memakai kaos oblong dan celana selutut, ia tak merasakan dingin sama sekali. Kata Yasmin, "Gilang adalah laki-laki kebal, kebal panas, air dan juga api."

Sesampainya di tempat tujuan, mereka semua pun memesan apa yang mereka mau makan. Gilang langsung memesan nasi goreng tiga porsi, dan kedua perempuan itu hanya memesan kopi hangat saja. Sepertinya perempuan itu hanya menemani sang Gilang Arganta untuk makan saja.

Bukan Yasmin yang banyak uang, tetapi perempuan itu hanya malas untuk memasakkan untuk kedua adiknya. Ia juga lupa apa makanan kesukaan keduanya, makanya ia keluar hujan-hujan seperti ini hanya untuk mencari makan.

Yasmin mengambil ponsel nya, ia ingin mengabadikan momen ini. Meski bukan di ingatannya, tetapi ia abadikan momen ini di ponselnya. Dan sekarang, Yasmin lebih suka menulis dan membaca buku. Ia membuat semacam buku diary, di dalam buku itu, ia menulis kesehariannya, ia juga menulis apa saja yang baru ia temui. Ia bermaksud membuat itu, agar suatu saat nanti ia bisa melihat yang pernah ia lalui. Yasmin juga bermaksud agar ia ingat semuanya. Di mana-mana dan ke mana-mana, Yasmin selalu membawa buku tersebut. Dan sekarang, ia membawanya.

"Dek, makasih, ya?!"

Seketika Gilang dan Amanda di buat bingung, kenapa perempuan yang ada di hadapannya ini berucap terimakasih.

"Terimakasih buat apa, kak?" Tanya Gilang.

"Terimakasih waktunya, waktu ini sangat berharga ya, dek?!" Ucap Yasmin kedua kalinya.

"Semua waktu berharga, kak." Balas Amanda memegang tangan kakaknya itu.

"Dek, kalau kakak engga ada, nasib bulan gimana, ya?!" Ucapan Yasmin membuat Gilang berucap cepat.

"Ya---, engga ada lagi si gadis cantik yang duduk dengan gaun putih selutut nya." Seketika Gilang langsung mendapat cubitan perih dari sang adik.

Gilang yang tidak punya peka sedikit pun langsung mengeluh kesakitan. "Kamu kenapa sih, dek? Langsung cubit orang tiba-tiba." Ucap Gilang.

"Iya, benar kata kamu, dek." Ucap Yasmin, seketika Gilang berulah lagi.

"IYA, KAK!" Ucap Gilang mencocokkan bicaranya. Itu membuat wajah Amanda memerah, Gilang tak cocok untuk di ajak curhat.

Selesai makan, Yasmin pun langsung mengajak sang adik untuk pulang. Itu karena jam juga sudah berapa, besok juga Amanda harus ke sekolah.

°°🦋🦋🦋°°

°°🦋🦋🦋°°

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
Ketiga Anak Ayah (Ending)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt