15. Harus Berakhir

36.7K 2.9K 11
                                    

Semua luka akibat pukulan ibunya berbekas dan rasanya pun masih sakit. Tapi itu tak mengurungkan niat Seyna untuk pergi ke sekolah. Ia menyembunyikan bekas luka di balik seragam yang dibalut sweater. Sebenarnya jika di rumah pun, gadis itu merasa kondisinya tak akan lebih baik.

Apabila dibandingkan dengan luka di hatinya, luka fisik tidak sebanding. Seyna masih terbayang dengan murkanya sang ibu kemarin. Ia merasa dirinya tak bersalah, tapi selalu yang kena imbasnya. Walau begitu, Seyna tak membenci sang ibu. Suasana hati gadis itu tidak lebih baik dengan mendengarkan hiburan wanita-wanita yang ada di sana. Yang ia butuhkan adalah ibunya, tapi tadi pagi pun ia malah diabaikan dan tak disapa sama sekali.

Selalu seperti itu, kembali memendam semuanya. Ia tertekan fisik dan batin, dipaksa kuat oleh keadaan. Apa yang semesta harapkan dari gadis belia sepertinya?

Bukankah ini keterlaluan?

Seyna berharap ia tak perlu berurusan dengan Levin lagi, atau pun Alelia. Jika kemarin-kemarin Levin menjemputnya. Lelaki itu kini tak kelihatan, Seyna sudah bersyukur.

Ia tak banyak bicara di sekolah, selalu begitu.

Levin sepertinya tak masuk, ia tak terlihat di sekolah, pun tak mengikuti pelajaran pertama dan kedua. Namun anehnya, Alelia yang mungkin seharusnya sudah melancarkan aksi untuk mengganggunya, ganti membuat keributan dengan menggangu murid lain.

Ini lebih baik, walau mungkin ia bersyukur di atas penderitaan orang lain yang jadi korban Alelia.

Istirahat pertama Seyna tak tertarik untuk pergi ke kantin. Pagi tadi juga hanya sedikit sarapan. Mental Seyna kuat, tapi kesedihan sepertinya lebih mampu mengalahkan napsu makannya.

Kulit putih itu tampak pucat, tatapan matanya redup, dan bibirnya yang berwarna pink kini tampak pasi. Ia melipat tangan di atas meja, lalu menidurkan kepala di atas bangku. Matanya menatap ke arah luar jendela kelas dengan tatapan kosong, lalu terpejam.

Tak lama setelah itu, kursi di sampingnya bergeser. Seseorang mengecup pipi dan bibir Seyna, membuat gadis itu langsung membuka mata. Dengan menghirup aromanya saja ia tahu itu siapa.

Ketika matanya terbuka, Seyna melihat Levin yang juga menidurkan kepala di atas meja sambil menatapnya. Gadis itu berkedip lemah, lalu memilih beralih menidurkan kepala ke arah lain dan mengabaikan Levin.

"Lo kelihatan nggak baik-baik aja."

Agak aneh bagi Seyna saat mendengar Levin yang biasanya terdengar penuh keangkuhan menjadi lain dan lebih melunak.

Seyna merasakan elusan di rambutnya.

"Lo sakit?" kedua bahu Seyna direngkuh membuat gadis itu terpaksa menegakan duduk.

Berikutnya ia melepaskan tangan Levin. "Tolong biarin aku sendiri."

"Lo pasti tahu gue nggak akan lakuin itu."

"Plis, aku cuma mau kehidupan yang damai." Seyna berucap lemah dan sama sekali tak menatap lelaki itu.

Levin diam sejenak, kemudian ia memegang lengan atas Seyna. "Ikut gue."

"Akh ...." gadis itu meringis pelan, bekas pukulan penggaris besi kemarin menyisakan banyak goresan terutama di lengannya.

"Kenapa?" Levin mengernyitkan kening.

Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang terjadi dan ia belum tahu apa itu. Dengan refleks cepat ia mencoba menaikan bagian tangan sweater. Namun Seyna sudah lebih dulu menahannya. Lelaki itu jadi menatap curiga. Apalagi terdapat beberapa goresan di punggung tangan Seyna.

Tanpa banyak berkata, dengan gesit ia bergerak memangku gadis itu. Membuat Seyna cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Levin. Tubuhnya bahkan sudah ada di pangkuan lelaki itu saat ini.

Kedua mata Seyna membulat dan mengerjap. Tangannya refleks mengalung di leher Levin ketika lelaki itu mulai melangkah.

Ini salah. Seharusnya ia tak membiarkan lelaki itu dekat dengannya.

"Turunin aku Levin," ucap Seyna.

"Pasti ada sesuatu yang terjadi setelah gue pergi kemarin kan?"

Seyna diam, lelaki ini bisa mudah membaca situasi. Gadis itu tak berniat membuka suara lagi ketika mereka sudah berada di luar kelas. Ia tak ingin dipandang sedemikian rupa oleh murid lain, jadi kini hanya menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu.

Bagaimanapun caranya, hari ini harus jadi hari terakhir ia berhubungan dengan Levin. Meskipun ia berusaha tak membuat keributan, masa SMA-nya memang sudah terlanjur penuh masalah. Seyna akan mencari cara, bahkan tak peduli jika itu harus melawan lelaki ini.

***

Hampir lupa nggak update hahaha

Fyuh ...

Jangan lupa tinggalkan jejak setelah baca ya. See you!

Levin's FavoriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang