38. Pilu

18.5K 1.9K 70
                                    

Malam itu, Levin dan Alka ada di sebuah club malam. Mereka baru selesai bertransaksi dengan salah satu klien Gale. Kini, Levin dan Alka sedang menikmati minuman. Semenjak Kristian memilih memutuskan kontrak dengannya, Fedro juga mundur. Untuk sementara ini, tangan kanan yang seumuran dengannya hanya Alka.

"Kemarin gue lihat daftar calon penghuni baru salah satu kompleks perumahan bokap. Entah ini penting atau nggak buat lo tapi si Seyna ada di daftar salah satu calon pemilik."

Levin tak langsung bereaksi, ia menghembuskan asap rokok.

"Kalau gitu lo bisa awasin dia."

"What?"

"Gue nggak bisa dekat-dekat dia. Gue sibuk dan si Gale juga udah ngasih peringatan supaya gue nggak deket-deket sama si Seyna. Sebagai gantinya, lo yang awasin dia."

Kening Alka mengernyit. "Gue bukan baby sitter."

"Gue nggak nyuruh lo ngasuh, lagian dia juga bukan bayi."

"Gue nyesel ngasih tahu lo soal yang tadi. Lagian kenapa dia harus diawasin? Nggak penting. Lo nggak beneran suka sama tuh cewek kan? Males buang-buang waktu buat cewek nggak jelas."

Levin diam selama beberapa saat sambil memperhatikan orang-orang di lantai dansa.

"Dia menarik. Lo cuma harus awasin dia, nggak perlu terlalu kentara. Karena dia ada di komplek lo seharusnya bisa jadi kerjaan yang lebih mudah. Dia orang yang paling gue suka sejauh ini."

"Nggak mungkin. Selera lo turun atau emang serendah itu?"

Levin menggeleng samar. "Bukan itu yang gue maksud. Gue cuma penasaran. Gue rasa gue harus tahu. Mungkin lo juga akan tertarik sama kehidupan dia."

"Lo bisa ngasih tugas ke yang lain. Kasih gue tugas yang lebih penting."

"Jangan bilang lo nggak sanggup ngawasin si Seyna."

"Gue sanggup. Tapi nggak segabut itu buat ngawasin orang lain."

"Kalau lo nggak bisa nggak papa, gue ngerti lo masih agak 'trauma' sama cewek."

Alka mendecak, ia terlihat kesal. "Sok tahu. Tapi oke, gue lakuin," katanya walau terdengar tak ikhlas.






***

Kelopak mata gadis itu perlahan terbuka. Ia melenguh pelan dan ketika cahaya berusaha menerobos masuk matanya, Seyna kembali memejamkan mata. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi dan saat sadar, perempuan itu membuka mata dan mencoba bangun.

Hal yang ia lihat adalah seluruh ruangan putih dan ada seorang lelaki di samping ranjang.

"Gimana keadaan lo?"

Seyna mengerjap, seketika membeku di tempat. Orang di depannya adalah Levin. Ia nyaris sulit berkata-kata dan tenggorokannya terasa kering.

"Ke-kenapa kamu ada di sini? Dimana mama aku?"

"Mama lo udah nggak ada."

Perasaan Seyna tambah tak karuan. Matanya yang masih bengkak dan sembab mulai berkaca-kaca.

"Aku pengen ketemu mama, dimana dia? Dimana mama aku?!"

"Lo harus tenangin diri dulu. Lo juga baru sadar."

Seyna menggeleng, ia hendak turun dari ranjang.

"Mama ..., aku mau mama."

"Lo nggak bisa nemuin dia kalau kayak gini." Levin memegang lengan atas perempuan itu.

"Lepas!" Seyna langsung menghempaskan tangannya.

Ketika akan melangkah, ia hampir jatuh, tapi Levin sudah lebih dulu merengkuh tubuhnya.

"Nggak bisa, kalau lo kayak gini gue nggak akan biarin lo keluar. Lo harus tenang."

"Tenang? Tenang kamu bilang?!" Seyna berteriak, ia melepaskan diri dari lelaki itu dan agak menjauh.

"Ibu aku kecelakaan dan kamu minta aku tenang?! Selama ini aku selalu jadi pengecut yang selalu diam. Tapi sekarang nggak. Satu-satunya hal yang buat aku bertahan nggak akan ada lagi!!!"

"Terus kalau lo kayak gini keadaan bakal berubah, hah?"

"Aku nggak peduli apa pun lagi. Kalau mama nggak ada, buat apa aku hidup?" Seyna meneteskan air mata.

"Hidup lo nggak akan berhenti cuma karena kematian orang lain."

Seyna emosi. "Bisa-bisanya kamu ngomong kayak gitu?! Kamu pernah kehilangan orang yang kamu sayang? Kamu pernah kehilangan orang yang berharga buat kamu?! Nggak kan? Aku yakin kamu bahkan nggak peduli sama orang lain! Kamu nggak peduli sama perasaan seseorang karena kamu nggak punya hati! Kamu bukan manusia! Kamu nggak akan pernah ngerti rasanya ditinggalin seseorang!" jeritnya.

Levin malah ikut emosi. "Gue ngerti! Gue tahu rasanya, bokap gue udah mati! Lo yang nggak tahu apa-apa soal gue bangsat!"

Air mata Seyna mengalir semakin deras.

"Tapi aku udah nggak punya siapa-siapa, aku kehilangan semuanya! Bukan salah satu! Nggak ada lagi yang tersisa buat aku di dunia ini. Kamu nggak akan ngerti! Aku mau ketemu mama! Aku cuma mau dia dan itu cukup. Aku nggak akan minta apa pun lagi ya Tuhan!"

"Mama lo udah nggak ada. Itu kenyataan yang harus lo terima."

Seyna meraung dan menggelengkan kepala, ia meratapi takdir yang menimpanya.

Menangis, menangis, dan menangis.

Tatapan Levin sulit diartikan. Ia menghela napas pelan, melihat smartphonenya yang berdering sedari tadi dengan kontak nama 'Gale' yang tertera di sana. Tapi ia hiraukan, hanya untuk gadis yang tengah hancur itu.

Hanya untuk melihat Seyna yang akhirnya seolah tak sanggup lagi bertahan. Levin melangkah ke arahnya. Menyaksikan keputusasaan yang nyata atas apa yang tak bisa dielakkan.

Isak tangis itu terdengar pilu.

"Kenapa bukan aku aja yang diambil? Aku rela tukar nyawa aku buat mama."

Levin berjongkok di depan Seyna yang duduk meluruh, menangis sambil menutup wajahnya.

Putus asa dan tak berdaya.

Sama seperti sebelumnya.

***

[Bonus Percakapan Levin & Alka sebelum Seyna bangun]

"Gue berhenti. Gue nggak akan ngawasin dia lagi."

Levin yang semula memejamkan mata sambil menyandar pada kursi jadi membuka matanya.

"Kenapa?"

"Lo lihat. Gue baru awasin dia sehari dan ibunya udah mati."

Levin menggeleng. "Itu bukan salah lo."

"Bukan sekali dua kali, penyakit, bunuh diri, kecelakaan. Semua perempuan di dekat gue bakal mati atau menderita."

"Semua manusia bakal mati."

"Wanita itu bilang gue kutukan, aib. Gue bahkan nggak boleh deketin dia. Udah bener gue nggak usah berurusan sama cewek."

Levin tahu masalah Alka. Ia anak dari seorang selingkuhan, ibu kandungnya meninggal saat ia dilahirkan.

Mau tak mau Alka dibawa oleh ayah biologisnya ke rumah dan dikenalkan kepada istri si pria sebagai seorang anak yang dibuang, sebelumnya mereka juga mengadopsi anak dikarenakan tidak bisa memiliki anak.

Sampai suatu hari, istri pria itu tahu bahwa Alka ternyata anak dari selingkuhan sang suami. Ia yang semula menyayangi Alka bagai anak sendiri jadi begitu benci bahkan enggan melihatnya.

"Hm. Terserah lo mau gimana."




***






Btw aku udah baca pendapat kalian semua soal pro kontra Seyna sama Levin. Makasih ya buat pendapatnya

Tinggalkan jejak duluu. Share juga cerita ini yes

See you!

Levin's FavoriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang