20. Peringatan

31.9K 2.5K 32
                                    

Ketika lelaki itu mendekat, Seyna sadar mungkin seharusnya ia menghentikan Levin. Alelia jelas tak mengganggunya, mereka sepakat bertemu di sini. Tapi jika ia menghalangi Levin, mungkin lelaki itu akan mengendus rencananya.

Namun jika diam saja, Alelia mungkin akan bernasib sama seperti dua temannya. Tetapi bukankah ini saat yang tepat untuk mengetahui kemampuan perempuan itu? Ia bisa memberikan keputusan setelah melihat bagaimana Alelia menghadapi Levin saat ini.

"Gue nggak akan ragu-ragu cuma karena lo cewek."

Tatapan mereka beradu.

"Lo akan ragu karena nggak bisa berbuat seenaknya ke gue," ucap Alelia.

"Jangan sampai gue harus libatin orang tua lo."

Alelia menaikan sudut bibirnya. "Ini nggak ada hubungannya sama mereka. Lo bukan siapa-siapa tanpa orang tua lo juga, Levin. Bukannya memalukan kalau kita ribut cuma karena cewek?"

Ekspresi Levin sama sekali tak berubah. "Kalau punya akal lo harusnya lebih malu."

Perempuan itu tahu maksud ucapan Levin. Ia melirik sekilas ke arah dua orang perempuan yang berusaha bangun di belakang lelaki itu. Mereka saja tak tahu dirinya selama ini. Jangan sampai obrolan tak jelas ini semakin menjadi hingga Levin mengungkap jati dirinya.

Hal yang membuat Alelia tak bisa bergerak bebas karena lelaki itu memegang kartu as atas hidupnya.

"Ini cuma peringatan." Lalu tanpa segan, lelaki itu melayangkan tamparan yang sangat keras sampai Alelia jatuh.

Mereka yang menyaksikannya jadi kaget.

"Levin jangan!"

Entah kenapa Seyna maju dan langsung mendorong Levin ketika melihat lelaki itu hendak menendang. Padahal bisa saja ini jadi ajang belas dendamnya pada Alelia yang selalu mengusik dan tak membiarkan ia mendapatkan kedamaian sebelumnya.

Tapi Seyna sangat takut melihat amarah yang berkobar di mata tajam Levin. Ia yang menahan lelaki itu dengan memeluknya saja agak bergetar.

"Berhenti."

"Nggak ada yang bisa ngatur cara gue bertindak."

Levin melepaskan pelukannya dan mendorong pelan Seyna ke belakang, tapi dorongan pelan itu cukup membuat Seyna terdorong beberapa langkah. Ia menginjak sebelah kaki Alelia sampai gadis itu berteriak kesakitan.

Satu dua orang yang berlalu lalang di luar toilet penasaran akan jeritannya dan apa yang terjadi. Tapi mereka menahan diri karena merasakan bahaya. Mereka sudah terbiasa begitu, tak perlu memedulikan orang lain selama bisa menyelamatkan diri sendiri. Memaksa meredam nurani dan simpati.

"Levin plis, cukup!" ucap Seyna.

"Diam. Lo berisik."

Lelaki itu beralih menatap Alelia. "Gue punya cukup banyak bukti untuk menjebloskan lo ke pusat rehabilitasi. Ah gue udah muak sejak lama sama lo, ngerepotin."

Levin mengumpat kesal, berhenti menginjak pergelangan kaki gadis itu. Jejak kejahatan Alelia pada murid di sekolah ini dimana-mana. Kalau bukan karenanya, bukan hanya dikeluarkan, Alelia seharusnya mendapat hukuman setimpal. Namun, nama sekolahnya juga akan tercoreng. Siapa sangka, sekolah ini punya nama baik dengan menyimpan begitu banyak hal gelap.

Ia berbalik dan melangkah ke arah Seyna, meraih pergelangan tangan gadis itu dan membawanya pergi.

Sepeninggalan mereka, Alelia mendudukan diri dan meluruskan kakinya. Ia terkekeh pelan.

"Lo nggak papa Al?" mereka yang sedari tadi hanya diam mulai menghampirinya.

"Tutup mulut kalian kalau cuma mau ngeluarin pertanyaan bodoh."

Levin's FavoriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang