55 • SALING MERANGKUL

83.9K 9.6K 2.7K
                                    

VOTE DAN KOMEN JANGAN LUPA ❤❤

Apa kabar kalian? Jangan lupa jaga kesehatan ya...

Apa emot kalian pas HARDES up?

Kalian jam berapa baca ini ?

WAJIB FOLLOW !!

@coretan.vira
@keivazro

@ardes.delvian
@hazelpriyanka
@dirgentazeus
@bejoanakbunda
@panjisayangkamu
@ni_ezraa
@chicoosebastian
@heraasterla
@bintangmichella_

SELAMAT MEMBACA !!

55. SALING MERANGKUL

"Setidaknya Tuhan pernah menitipkan rasa bahagia atas segala pertemuan yang sesingkat ini"

°°°°°

Ardes masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan campur aduk. Kakinya melangkah menuju ruang kerja ayahnya. Ia membuka pintu cokelat itu kasar sehingga menciptakan suara dentuman keras yang membuat kedua orang di dalamnya tersentak. Ternyata di sana ada kakeknya, namun emosi Ardes kini tidak terkendali. Matanya hanya fokus menatap tajam ke arah Hendry.

"Jadi kamu mau kembali?" Hendry bertanya sambil mengukir sebuah senyuman miring di bibirnya.

"Saya sudah pernah bilang, jangan bawa-bawa Hazel ke dalam masalah!" ujar Ardes dengan wajah tidak suka.

"Tapi masalah ini timbul karena perempuan itu! Kamu sekarang jadi pembangkang yang tidak tahu aturan semenjak kenal sama dia! Ini masih pacaran, bagaimana kalau sudah menikah? Pakai otak kamu untuk berpikir, Ardes. Masih banyak wanita lain yang lebih pantas untuk kamu." ujar ayahnya.

"Saya mau bebas." balas Ardes datar.

"Bebas katamu? Perusahaan itu sebentar lagi punya kamu. Seharusnya kamu bersyukur Papa pilih kamu sebagai penerusnya. Kamu malah habiskan waktu kamu buat perempuan tidak jelas seperti dia, jangan bodoh jadi laki-laki." kata Hendry membuat urat-urat di leher Ardes keluar karena sejak tadi ia mati-matian menahan amarah di dalam dirinya.

Ternyata belum cukup bagi ayahnya untuk menyiksa Ardes dari dulu sampai sekarang. Ardes hanya ingin bebas tanpa harus diatur-atur. Sejak kecil Ardes sudah diajarkan untuk selalu menjadi sempurna di depan banyak orang tanpa mereka tahu apa yang dia rasakan. Justru menurutnya posisi sebagai penerus perusahaan adalah beban yang sama sekali tidak Ardes harapkan.

Ardes ingin hidup normal seperti teman-temannya yang bebas menentukan pilihan mereka tanpa harus takut melakukan sesuatu. Ketika Ardes mengajukan pendapat, suaranya tidak pernah didengarkan oleh keluarganya. Oleh karena itu dia lebih baik diam.

Semenjak Ardes masuk, Wiranto hanya mengamati pembicaraan mereka. Pria tua itu dapat melihat ada raut keputusasaan yang terpatri di wajah cucunya. Wiranto tahu kini separuh jiwa Ardes seperti hilang. Walaupun bibir Ardes tidak berucap, namun matanya yang menjelaskan semuanya. Terkadang mata lebih pandai berbicara daripada mulut.

"Lalu bagaimana dengan jalang Papa? Sampai kapan pun saya tidak sudi menerima cewek itu di dalam keluarga ini!" Ardes sengaja membicarakan hal ini di depan kakeknya, membuat Hendry terkejut. Karena rahasia ini hanya diketahui oleh mereka berdua saja.

"Jaga omongan kamu, anak kurang ajar!" Hendry bangkit ingin menghajar Ardes, namun pergerakan tangannya ditahan oleh Wiranto.

"Biarkan cucuku berbicara." ujar Wiranto.

HARDES (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang