Bab Satu

212 13 0
                                    

Ini cerita keduaku 

Semoga suka, jangan lupa follow akun Chocomellow. 

Salam, Chocomellow

###

Audrey

Tenang, hidup itu perjalanan. Ada susahnya, ada sedihnya. Ada bahagianya, ada dukanya. Ada konyolnya, ada kikuknya. Semua itu penuh warna. Tapi ingat dalam setiap perjalanan jangan lupa bawa peta dan kompas, kalau kalau kau tersesat.

***

"Apa aku salah dengar?" Anjani menarik kursi dari meja kerja Audrey dan menyeretnya kedepan Audrey. Ia datang ke apartemen Audrey yang berada di daerah Pademangan Timur, Jakarta Utara hanya untuk mendengar kabar ini. Audrey yakin, wanita yang mendekati akhir 20-an itu tak bisa tenang setelah mendengar kabar bahwa Audrey, penulis yang di naunginya, disayang dan dimanjanya 'membatalkan' novel romance yang sedang ia garap. Audrey paham, Anjani sangat menginginkan novel romance itu terbit, dia sangat menyukainya –seakan itu pengalam nyata- dan nyatanya, hampir seluruh tulisannya dalam novel itu kenyataan yang Audrey alami. Jadi Anjani sangat yakin novel ini bakal sukses di pasaran.

"Tidak, kau tak salah dengar. Aku sudah memutuskan untuk berhenti menulisnya. Romance memang bukan hidupku," jawab Audrey, ia kembali membenamkan diri di atas kasur. Merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Semua orang yang mengenalnya pasti tahu bahwa Audrey sangat menyukai romance. Dia terlalu percaya dengan akhir bahagia selamanya. Seperti putri dalam negeri dongeng. Layaknya pemeran utama dalam novel. Atau kisah drama korea yang hampir semuanya ditulis oleh penulis perempuan. Yang artinya, ia hanya salah satu dari penulis yang berfikiran sama. Terlalu banyak berangan-angan, terlalu mendramatisasi segala hal.

Mendengarnya mengatakan bahwa romance bukan hidupnya terdengar aneh. Anjani pasti juga merasa seperti itu. Dia bisa melihat keterkejutan di mata Anjani, tapi Audrey tak berniat menghiburnya dengan kata-kata 'aku hanya tidak memiliki ide' dan menambahkan sejumput harapan lagi pada editornya. Audrey merasa ia bersikap kekanak-kanakan, tapi ini tak bisa dihindari. Ia telah memenjarakan dirinya dalam kebohongan sepanjang minggu ini setiap kali Anjani menagih ending novelnya. Audrey kembali menyibukkan diri melipat baju dan menyusunnya di koper, memberikan waktu pada wanita didepannya untuk menerima keadaan. Dengan sifat Anjani, berita ini pasti akan membuatnya memijit pelipis dan menekan dadanya sedemikian rupa untuk menghilangkan kekesalannya. Pastinya.

"Kau menyukai romance," suara Anjani terdengar tak yakin. Tak yakin dengan yang dia dengar sebelumnya. Seolah ia berbicara dengan orang yang berbeda. Dengan Audrey yang lain, yang tak ia kenal.

"Ya, aku menyukai romance, meski aku tak tahu aku bisa menyukai kata itu sebanyak dulu."

Itu seperti kata kunci dalam hidup Audrey. Sekarang ia tak yakin kata itu menjadi kata favoritnya lagi. Dulu, apapun yang dialakukan, ia selalu mendewakan segala sesuatu yang romantis. Mengingatkannya akan kehidupan asmaranya yang kering dan gersang. Mungkin sedikit kenakalan akan membuat hidupya lebih menyenangkan. Namun sayangnya, ia lebih memilih menjadi gadis baik yang penurut.

Audrey sadar ia terlalu lama tinggal dalam zona nyaman yang ia bentuk sendiri. Dengan alasan melindungi diri atau apapun itu yang selalu di setujui oleh kakaknya. Semua itu semakin diperparah karena ia tipe gadis pemalu.

Audrey bertanya-tanya apa dia memang tipe pemalu dari awal.

Tidak.

Dia introvert. Tapi dia gadis yang ramah. Hanya pada tiga golongan yang masuk dalam daftar: golongan yang tidak dihindari Audrey. Yaitu wanita, anak-anak dan orang tua. Jenis yang selalu ia ajak mengobrol dimanapun ia berada. Meski dia bisa beramah tamah dengan orang lain, dia bukan tipe orang yang mudah dekat. Butuh waktu untuknya dekat dengan seseorang. Sayangnya, dia bukan tipe yang mudah ramah bahkan dekat dengan satu spesies di bumi.

The Future Diaries Of AudreyOù les histoires vivent. Découvrez maintenant