Bab Dua Puluh Tiga

18 1 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya.

Terima kasih

###

Audrey

Our journey isn't perfect. But it's ours. And I'll stick with you till the end.

***

Arkan duduk di depan meja bar dapur. Laki-laki itu memperhatikan Audrey yang sedang membuat coklat panas yang sepertinya harus ia terima apapun alasannya. Mereka pulang ke rumah setelah ciuman yang getir dan pelukan hangat di dapur Eyang. Audrey menoleh, membawa dua mug coklat panas yang aromanya tentu membuatnya ingin langsung mencobanya.

"Aromanya enak." Arkan memperhatikan senyum Audrey atas komentarnya. Lesung pipinya semakin dalam saat ia menyodorkan mug itu pada Arkan.

"Cobalah, kau akan merasa lebih dari aroma yang enak." Perempuan itu duduk disebelahnya, menyesap minumannya sambil memperhatikan Arkan.

Arkan tak ragu dengan rasa percaya diri Audrey. Dia telah mencoba beragam macam makanan yang awalnya ia kira itu biasa, tapi bisa jadi luar biasa jika Audrey yang memasaknya. Bibi-bibinya juga menyukai brownis yang Audrey bawa saat makan malam. Buktinya, wanita itu langsung diseret ke dapur begitu makan malam selesai.

Arkan menikmati aroma coklat dengan campuran kayu manis. Kemudian menyesapnya sedikit demi sedikit. "Ini lebih pahit dari yang aku kira." Celoteh Arkan, "tapi rasanya creamy, kau mencampurkan apa kedalamnya?"

"Susu, dan heavy cream." Jawab Audrey, "aku memasukan dark coklat ke dalamnya, tanpa gula, makanya sedikit pahit." Audrey kembali menyesap coklat panasnya. "Tapi coklat yang ini lebih baik dari pada coklat belgia, harum kayu manisnya tak tertelan aroma coklatnya."

"Ini enak untuk menenangkan anak-anak yang menangis ditengah malam." Kekeh Arkan, "aku jadi ingat saat kecil, Emily sering menangis di tengah malam karena papa sering pulang terlambat."

"Benarkah? Ku kira Emily cukup dewasa dibandingkan teman-teman seusianya. Kecuali sifatnya yang selalu mem-fotokopi segala hal."

"Yah, aku juga cukup khawtir dengan sikapnya yang itu. Tapi dulu dia cukup cengeng. Jevan sering cerita Sonya sempat kewalahan. Aku juga sering melihat Emily menangis ketika acara keluarga."

"Itu benar-benar informasi yang tak terduga."

Arkan menatap Audrey, "kau tau apa yang lebih tak terduga?" Arkan menyesap lagi minumannya. Dia melihat Audrey menunggu dengan penuh perhitungan. "Aku menikmati makan malam hari ini." Aku Arkan, "tak pernah semenyenangkan ini sebelumnya. Bisa dibilang kehadiranku dalam acara keluarga sangat langka."

Audrey terdiam, dia juga menikmatinya. Tapi ada yang mengganjal setiap kali ia ingat bagaimana reaksi Arkan terhadap Renata. Dia hanya tak menyangka Arkan akan begitu terpengaruh oleh kedatangan Renata. Dan perasaan Arkan sungguh tak bisa ia baca.

"Aku juga." Audrey menggenggam erat mug nya. Rasa hangat yang menyebar dari tangannya meresap ke dalam tubuhnya. Membuatnya santai. Ia kembali memutar momen hangat keluarga Arkan, dan ia teringat makan malam keluarganya sendiri, saat keluarganya masih lengkap. Kenangan itu terasa utuh dan nyaman seperti malam ini. "Ini malam yang menyenangkan."

"Aku bisa melihat kau menikmatinya."

Audrey membelalakan matanya. "Apa terlihat jelas?"

Arkan mengangguk, dan ia tersenyum dengan mempesona. Satu detak jantung, satu detak jantung, dan itu berdetak dengan lebih kuat dibandingkan sebelumnya. "Kau tertawa lebih banyak malam ini."

Audrey tersipu, sedikit mengibaskan rambutnya, membuat gerakan yang tak akan membuatnya terlihat terganggu dengan senyum Arkan beberapa saat yang lalu.

The Future Diaries Of AudreyWhere stories live. Discover now