Bab Dua Puluh Empat

18 1 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya

Terima kasih

###

Arkan

I thought love was Shakespearean (Julia Michaels).

***

Arkan terbangun karena rasa kaku di lengannya. Ia mendapati tubuh hangat Audrey tepat di sebelahnya. Bergelung mencari kehangatan. Arkan menatap langit kamarnya. Masih gelap, mungkin subuh.

Aku mencintaimu, Arkan.

Aku mencintaimu, Arkan.

Aku mencintaimu, Arkan.

Kalimat yang sama, yang berputar di kepalanya sejak kata-kata itu meluncur dari mulut Audrey. Apa Audrey tahu, bagaimana paniknya ia saat mendengar pengakuan itu. Arkan merasakan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia merasa cemas, khawatir dan penuh kebingungan. Arkan sangat mengenal Audrey, wanita itu tulus. Menyadari ketulusannya tidak membuatnya lebih takut. Ia tak berfikir tidur akan membuatnya lebih baik, jadi Arkan turun dengan hati-hati dari tempat tidur, dan melangkah ke dapur.

Arkan duduk di depan meja bar. Di atas meja masih tersisa dua mug sisa coklat panas, saksi kegiatan mereka semalam. Arkan menarik nafas resah. Dari jendela dapur, Arkan bisa melihat lampu taman berpendar diantara kabut pagi. Biasanya Arkan akan menyambut akhir pekan dengan melakukan berbagai kegiatan bersama Audrey. Mereka jogging, berbelanja, atau menonton wanita itu memasak di dapur.

Ia sadar, semestinya ia menjelaskan segala yang sedang terjadi pada Audrey. Tapi ia tak sanggup. Dia takut akan membuat Audrey kecewa dan membencinya. Tapi ia juga bisa memberikan apa yang diinginkan wanita itu.

Apa pun itu.

Dengan perasaan terperangkap oleh dilema yang ia buat sendiri, Arkan melangkah membuka pintu belakang. Udara menusuk kulitnya, membuat tubuhnya lebih segar, tapi pikirannya tetap terasa kacau.

Arkan mengerti perasaan Audrey. Ia tak menyalahkan wanita itu menangkap sinyal yang salah dari hubungan mereka dan mengartikan apa yang terjadi diantara mereka lebih dari uji coba kencan. Arkan tak merasa yang mereka lakukan semalam hanya percintaan semalam. Tidak, tentu saja itu lebih. Ia menikmatinya dan itu malam yang berarti baginya. Namun hanya sampai disitu, Arkan tak bisa menafsirkan apa yang ia rasakan sebagai perasaan suka, apa lagi cinta. Gagasan itu mengusiknya dari pada yang seharusnya.

Bagi Arkan, Audrey penting. Audrey membuatnya nyaman, hingga ditahap ia bisa menceritaka semua hal yang tak pernah ia ceritakan pada orang lain.

Lalu apa yang akan terjadi setelah itu?

Perasaan nyaman bisa hilang, pudar, dan hilang seiring berjalannya waktu. Arkan takut. Dia tahu Audrey mencintainya dengan tulus. Dan bobot ketulusan dan hati yang Audrey serahkan padanya terasa menyeramkan. Tanggung jawab untuk menerima hati itu membuatnya ketakutan. Jika hubungan mereka hancur, itu artinya dia akan membuat Audrey terluka. Lebih terluka dari pada apa yang ia lakukan malam ini. Memangnya pengalaman apa yang ia punya untuk menjamin hubungan mereka akan baik-baik saja?

Tidak ada.

Dia tak punya sedikitpun pengalaman yang bagus sebagai soorang laki-laki. Pengalaman satu-satunya menjalin hubungan berakhir lebih tragis dari pada kisah romeo dan juliet. Arkan menatap udara kosong, merasa dirinya menjadi bajingan berhati dingin.

***

Audrey bangun dengan perasaan sesak. Ia kelelahan karena hampir tak tidur semalam memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah pengakuannya semalam. Sepertinya keberanian yang terkumpul di hatinya lenyap saat Arkan memilih diam dan tak bersuara. Seluruh keintiman yang mereka bagi hingga hari ini menguap seperti embun pagi. Setiap denyar dan kenikmatan yang tersisa dari kegiatan mereka semalam seolah mengolok-oloknya. Audrey tak ingin menemui Arkan sekarang. Ia tak sanggup menerima kenyataan cintanya ditolak. Audrey makin bergelung di dalam selimut, menatap kamar Arkan yang gelap diselimuti udara dingin. Ia menatap tempat dimana Arkan tertidur semalam, dan itu kosong. Artinya Arkan sudah lama bangun. Mungkin laki-laki itu juga tak ingin melihatnya lagi.

The Future Diaries Of AudreyWhere stories live. Discover now