STADIUM AKHIR 03

133 86 26
                                    

Hari spesial Kanaya


"Happy birthday to you."

"Happy birthday to you."

"Happy birthday happy birthday happy birthday to you."

Suara nyanyian dari teman teman Kanaya beserta orang tua mereka kini terdengar meriah di ruang tengah rumah kami. Hari ini adalah hari yang sangat indah untuk Kanaya. Lima tahun yang lalu suara tangis Kanaya menggema hingga lorong lorong rumah sakit, hari di mana aku merasa bahwa dia telah hidup kembali.

Yeeeeey!!

Semua bertepuk tangan setelah Kanaya selesai meniup lilin yang membentuk angka lima di atas kue ulang tahunnya.

"Selamat ulang tahun sayang." Aku berjongkok lalu mengecup kedua pipi gembulnya.

"Makasih papa." Dia balik mencium pipiku.

Semua mata menatap kepada aku dan Kanaya, aku sampai lupa jika Kanaya harus memotong kue ulang tahunnya. Aku tersenyum menatap wajah ibu ibu yang sepertinya sebentar lagi matanya akan keluar. Aku berdiri tegak dan berdiri disamping Karin.

"Selamat ulang tahun ya sayang."

"Makasih mama."

"Ya sudah. Ayo potong kuenya kasihan loh teman teman kamu udah pada nungguin." Kanaya mengangguk lalu mengambil pisau pemotong kue yang di letakkan di atas meja.

Karin membantu Kanaya untuk memotongnya pasalnya dia terlihat kerepotan.

"Sayang, potongan pertama kuenya Kanaya mau kasi ke siapa?" Tanya Karin.

Gadis mungil itu menatapku dengan senyum di wajah imutnya. Kanaya memberikan isyarat agar aku berjongkok kembali dan dengan senang hati aku menuruti permintaan putri Elizabeth.

"Ini untuk papa." Putri kecilku kini menyendok sedikit kue yang ada di tangannya lalu menyuapiku.

Aku tersenyum haru, tidak tau harus mengucapkan apa lagi. Kini putriku sudah besar, dia bahkan menyuapi ayahnya.

"Terima kasih anak papa."

Kanaya kembali beralih kepada Karin, ibu dari Kanaya akhirnya ikut berjongkok.

"Ini untuk mama." Kanaya melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan kepadaku beberapa menit yang lalu.

"Kuenya enak kan ma?" Tanya Kanaya dengan wajah polosnya membuat Karin langsung memeluk putrinya.

"Iya sayang, selamat ulang tahun ya sayang semoga Kanaya akan menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua."

"Aamiin." Aku mengaminkan begitupun juga dengan orang orang di sana.

Gadis kecil yang biasa aku sebutkan dengan putri Elizabeth itu menatapku dengan tatapan seperti ingin mengintrogasi. Apa aku melakukan kesalahan? Kurasa tidak, lalu kenapa putri Elizabeth ini seperti ingin membunuhku.

"Papa, ada yang Kanaya tanyakan lagi pada papa tapi tidak di sini." Anak yang baru menginjak usia lima tahun itu berkata seolah-olah orang dewasa, aku ingin terbahak namun aku harus menahannya.

"Ada apa mas?" Tanya Karin saat sempat melihaku menahan tawa akibat ucapan Kanaya.

Kanaya lagi lagi menatapku tajam sembari menggeleng, itu artinya ia tidak ingin aku memberitahu Karin itu sebabnya kenapa dia berbicara pelan tadi.

"Tidak apa apa, aku hanya merasa gemas saja dengan Kanaya."

Karin hanya menanggapinya dengan ber oh ria. Aku penasaran dengan apa yang akan di tanyakan anak sulung ku ini.

STADIUM AKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang