STADIUM AKHIR 20

67 44 3
                                    

Pengakuan cinta




Kanaya menghentikan langkahnya saat tiba di UKS. Gadis itu melepaskan genggaman tangannya lalu mulai mencari kotak p3k sementara Rafa melangkah menuju brankar yang ada di UKS dan mendudukkan dirinya di sana.

Gadis itu kembali menghampiri Rafa dengan memegangi kotak p3k. Rasa khawatir masih terlihat jelas di raut wajah gadis itu apalagi saat ini sudut bibir Rafa terluka dan beberapa bagian wajahnya lebam akibat di pukuli.

"Khawatir bangat kayaknya." Ucap Pria itu membuat Kanaya langsung menatapnya dengan tatapan tajam.

"Gue hanya nggak mau aja Lo sampai bunuh tu cowok.." Ucap Kanaya berbohong.

Kanaya meraih tisu lalu membersihkan darah yang ada di sudut bibir Rafa, sementara pria itu fokus menatap gadis yang ada di depannya itu. Selangkah kemudian Kanaya menuangkan obat merah pada kapas dan mulai mengobali luka di sudut bibir Rafa.

"Aaahw." Ringis Rafa.

"Serius hanya nggak mau gue bunuh dia? Atau Lo sebenarnya khwatir sama gue?"

Kanaya menghela nafas panjang lalu menatap pria itu serius.

"Buat apa gue khawatir sama Lo." Ucap Kanaya sinis.

Rafa terkekeh mendengar jawaban dari Kanaya. Gadis itu tak pandai berbohong, raut wajah serta sorot matanya masih menyimpan kekhawatiran untuk Rafa namun ia masih saja bilang kalau ia tidak perduli.

"Mata lo nggak bisa bohong Nay." Ucap Rafa sembari menatap lekat kedua bola mata Kanaya. Kanaya yang merasa sudah ketahuan langsung menyibukkan dirinya dengan mengobati luka Rafa agar pria itu tidak benar benar tau bahwa ia sangat khawatir.

"Harus bangat ya selesaikan masalah dengan cara kekerasan kayak tadi?" Tanya gadis itu mengubah topik pembicaraan.

Rafa tersenyum lalu menjawab. "Nggak."

"Terus kenapa tadi berantem?"

"Salah nggak sih kalau gue mau bela diri?"

Kanaya mengerutkan kening kebingungan saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Rafa.

"Maksud Lo?" Tanya gadis itu.

"Gue di bilang anak haram."

Kanaya di buat bungkam oleh jawaban Rafa. Kanaya tau jika pria itu mempunyai masalah dengan keluarganya. Ibunya bahkan membencinya hanya karena dia anak haram menurutnya.

"Apa gue salah untuk marah?" Tanya Rafa.

"Lo nggak salah buat marah, hanya saja cara Lo itu salah." Jawab Kanaya lalu menempelkan Hansaplas pada pipi Rafa yang sedikit tergores.

Rafa mengangguk anggukkan kepalanya sembari menatap wajah Kanaya.

"Jadi gue nggak boleh berantem?"

"Nggak!"

"Kenapa?"

Kanaya menatap Rafa dengan wajah khawatirnya.

"Karena gue nggak suka." Ucap gadis itu keceplosan. Saat menyadari ucapannya Kanaya langsung menutup mulutnya rapat rapat dengan kedua tangannya.

Sementara Rafa yang mendengar itu langsung tersenyum penuh dengan kemenangan akhirnya gadis itu menunjukkan sisi khawatir yang sempat ia sembunyikan tadi.

"Baiklah, gue nggak akan ulangi lagi."

Kanaya menatapnya sekilas lalu mengembalikan kotak p3k yang ia ambil tadi di tempatnya semula. Ia menatap kembali ke arah Rafa dengan perasaan canggungnya yang kembali datang.

STADIUM AKHIR Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora