STADIUM AKHIR 11

71 56 10
                                    

Pelukan hangat sang kapten



Tangis Kanaya pecah saat melihat ayahnya sudah terbaring kaku di atas tempat tidur rumah sakit. Jujur ini begitu menyakitkan, apa seperti ini rasanya kehilangan orang kita cintai?

Kanaya berlari dan langsung memeluk pria yang sering ia panggil papa itu. Kini sebutan itu sudah tidak akan ia sebut lagi. Tubuh dinginnya dapat di rasakan langsung oleh Kanaya, padahal gadis itu tadinya sudah berharap bahwa semua ini hanyalah prank saja tapi setelah melihat wajah pucat dan merasakan tubuh Ferdi begitu dingin membuat gadis itu tersadar bahwa semua ini bukanlah prank.

"Papa tega ninggalin Kanaya. Papa tau sendiri kan gimana hidup Kanaya tanpa papa. Hiks hikss..."

Kanaya terus menangis sembari memeluk jenazah sang ayah berharap ayahnya akan kembali dan membalas pelukan eratnya.

Karin, Tio, pak Robi, Bu Karni serta anggota Cybele Squad saat mendengar kabar bahwa Ferdi telah meninggal mereka langsung ke rumah sakit tempat Ferdi menghembuskan nafas terakhirnya.

Mereka semua ikut masuk ke dalam untuk melihat langsung jenazah Ferdi. Sementara Bella, karena tidak kuat melihat suaminya, rasa syok yang begitu dalam membuat wanita itu pingsan dan harus di tangani dokter.

Zidan yang baru saja melihat keadaan ibunya langsung kembali ke ruang rawat ayahnya, takut takut Kanaya akan mengalami hal yang sama seperti ibunya. Tidak berselang lama, Rafa serta team basketnya datang.

Pria itu menatap seorang gadis yang tengah menangis sembari memeluk jenazah sang ayah. Ia pernah berada di posisi seperti yang di alami Kanaya, di mana ia saat kehilangan ayah, pria itu bahkan tidak tau harus bersandar ke siapa.

"Mohon maaf, kami harus mengurus jenazah pak Ferdi agar segera di makamkan." Ucap sang suster.

Mendengar ucapan suster Kanaya langsung melepaskan pelukannya. Matanya menatap tajam ke arah suster itu seperti seekor singa yang kelaparan.

"Lancang sekali kamu berbicara seperti itu!!!"

"Papa belum meninggal, dia tidak akan di makamkan." Ucap Kanaya lalu memeluk kembali tubuh sang ayah.

"Dek, ikhlaskan papa ya." Ucap Zidan yang berusaha tetap tegar walaupun ia juga yang paling kacau di sana.

"Nggak kak, papa itu hiks hiks belum pergi." Kanaya menangis sesenggukan, hatinya sungguh hancur saat ini.

Zidan menarik nafas berat dan mulai mencoba melepaskan pelukan Kanaya pada ayahnya.

"Nggak kak, aku nggak mau. Papa nggak boleh ninggalin aku hiks hiks..."

Dengan usaha yang kuat akhirnya Zidan bisa membuat Kanaya melepaskan pelukannya dan jenazah Ferdi langsung di bawa untuk segera di urus dan di makamkan.

"Nggak!!! Papa nggak boleh pergi!!!! NGGAK!!!" Teriak Kanaya dengan cepat Zidan memeluk adiknya agar tidak mengejar Ferdi yang sudah di bawa suster.

"PAPA!!!!"

~~~~

Setelah selesai di makamkan, semua orang pulang ke rumah mereka masing masing. Kini yang tersisa di sana hanya Zidan, Kanaya, Karin, Tio, dan anggota Cybele. Sementara pak Robi, Bu Karni dan Rafa berserta team nya sudah terlebih dahulu pulang sejak Ferdi di bawa ke pemakaman.

"Kak Zidan, Nay. Gue turut berdukacita ya atas kepergian Om Ferdi. Semoga beliau dapat tenang di alam sana." Ucap Karin.

"Aamiin, makasih ya." Ucap Zidan namun tidak ada tanda tanda dari Kanaya untuk menjawab.

Sejak ayahnya di masukkan ke dalam liang lahat, Kanaya menjadi diam bahkan gadis itu sudah tidak menangis.

"Bang, Kanaya. Gue juga turut berdukacita." Ucap Tio.

STADIUM AKHIR Where stories live. Discover now