STADIUM AKHIR 32

67 33 6
                                    

Amerika







Bel pulang berdering lima menit yang
lalu, Kanaya naik di jok belakang motor Rafa. Pasangan yang baru saja pacaran itu tampak begitu sangat bahagia. Sebelum pulang Kanaya sudah mengirimkan pesan lewat WhatsApp untuk Zidan agar Zidan tidak capek capek lagi menjemputnya.

"Rafa kok diam." Ucap Kanaya, pasalnya pria itu bukannya membawa motonya malah diam di tempat, sudah banyak pasang mata yang menatap keduanya apa lagi Rafa berhenti tepat di tengah gerbang.

"Pegangan sayang." Ucap Rafa membuat Kanaya mengerutkan keningnya. Gadis itu lalu menggerakkan tangannya menuju pinggir baju Rafa. Rasanya masih sangat canggung.

"Udah." Ucap Kanaya.

"Bukan pegangan seperti itu yang aku maksud." Ucap Rafa yang kini menggunakan kata aku kamu.

"Terus gimana dong."

"Di peluk sayang."

"Pe...peluk? Hahah Rafa ayolah, aku tidak akan jatuh." Ucap Kanaya di sertai tawanya.

"Musibah itu nggak ada yang tau Kanaya."Ucap Rafa.

"Tapi...tapi aku malu, banyak banget yang liatin." Ucap Kanaya sembari melihat kesana kemari.

"Jadi kamu malu pacaran sama aku?" Ucap Rafa mode ngambek.

Kanaya tidak habis pikir ternyata Rafa bisa juga ngambek seperti ini, ia pikir pria itu hanya akan mengucapkan kata-kata tidak penting atau menggombal.

"Dih ngambek." Ucap Kanaya lalu terkekeh, "bukan seperti itu Rafa yang genteng." Ucap Kanaya membuat Rafa meleleh kembali.

Kanaya melingkarkan tangannya di pinggang pria itu, "udah, jangan ngambek lagi. Masa iya kapten basket ngambek. Apa kata cewek cewek yang ngidola in kamu."

"Biarin, aku tidak perduli." Rafa mulai melajukan motornya dengan kecepatan normal.

Sementara itu, Beni tengah asik memasukkan bola ke dalam ring berulang kali ia melakukannya. Ia hanya sendiri di sana, teman temannya yang lain juga masih di kelas entah apa yang membuat mereka semua begitu lama. Beni menoleh ke tepi lapangan, di sana sudah berdiri Seno pria yang membuatnya frustasi saat tadi di kantin.

"Hai." Sapa Seno dari tepi lapangan, pria itu pun langsung menghampiri Beni.

"Oi." Jawab Beni pendek.

"Lo anak IPA ya?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Seno membuat Beni sepertinya akan kembali tertekan seperti tadi di kantin.

"Bukan. Anaconda gue!" Ucap Beni kesal.

"Ohh."  Ucap Seno yang kini sudah berdiri di samping Beni. Beni menatap malas pria itu, ia lantas mengambil tasnya. "Lo mau balik sama siapa nanti?" Tanya Seno lagi.

"Sama garaga. Kenape lu?" Ucap Beni sembari menatap sinis ke arah Seno.

"Hmmmm..." Seno menggantungkan ucapannya, "mau bareng sama gue nggak?" Lanjut pria itu.

"Nggak!" Jawab Beni, "Ntar gue di jemput Panji!"

"Iya, pulang bareng." Seno masih terus mengeluarkan jurusnya untuk membuat Beni semakin tertekan.

"Enggak. Nggak usah."

"Nanti gue anterin."

"Nggak usah sok baek ama gue!"

"Gue, bawa motor sih."

"Panji bawa mobil ama kandang! Kenape lu?"

"Emang rumah lu dimana?" Tanya Seno yang pura pura tidak tau atau dia baru saja amnesia.

STADIUM AKHIR Where stories live. Discover now