STADIUM AKHIR 15

63 46 5
                                    

Karin




Kanaya turun dari motor, gadis itu melepas helm yang ia kenakan lalu memberikannya pada Zidan.

"Waktu kak Zidan datang ke kamarku mau ngomongin apa?" Tanya Kanaya.

Zidan menatap lekat wajah Kanaya, ia sampai lupa ada hal penting yang ingin ia bicarakan dengan adiknya itu hanya saja karena terlalu sibuk dengan kantor dan tugas kuliahnya pria itu jadi lupa.

"Nanti lain kali saja."

"Kakak pergi dulu." Ucapnya lagi.

Zidan menyalakan kembali mesin motornya setelah mendapatkan anggukan dari sang adik. Pria itu sangat sibuk. Gadis cantik itu melambaikan tangannya kepada Zidan.

Kanaya terus menatap Zidan yang mulai menjauh darinya, senyumnya yang tadi mekar langsung layu seketika, tatapan kosong di matanya menandakan gadis itu tengah tidak bersemangat hari ini.

"Ekhem, pagi pagi itu senyum."  Ucap seorang pria membuat Kanaya yang tadinya melamun sontak terkejut.

Kanaya menatap pria itu dengan ekspresi wajah yang masih terkejut.

"Setan lo." Ucap Kanaya kesal, bukannya merasa bersalah Rafa malah tertawa.

Ya pria itu adalah Rafa. Keadaan pria itu terlihat sudah baik baik saja hanya di lengan kanannya masih di lapisi perban.

"Gue itu udah manggil lo nya aja yang nggak dengar."

Kanaya menatap Rafa sinis lalu pergi dari sana. Pria itu mengekor pada Kanaya yang terus melangkah masuk ke dalam gedung sekolah SMA Bina Nusantara.

Kanaya menghentikan langkahnya, gadis itu kembali menoleh ke belakang menatap Rafa yang ikut berhenti sembari menatapnya.

"Lo ngapain ngikutin gue?"

"Jutek amat jadi cewek."

"Terserah gue lah, mau jutek kek mau nggak kek." Ucap Kanaya dengan nada sinis.

Rafa mengambil selangkah hingga ia benar-benar dekat dengan Kanaya, Rafa sedikit membungkuk untuk mensejajarkan tingginya dengan Kanaya.

Pria itu menatap lekat mata coklat Kanaya. Rafa memasang senyum yang begitu indah sehingga membuat jantung Kanaya tidak aman. Sungguh gadis itu tidak bisa mengontrol jantungnya yang berdetak kencang saat melihat wajah Rafa berada begitu dekat dengannya.

"Lo cantik kalau marah, apa lagi jika sedang tersenyum." Ucap Rafa entah dia menggombali Kanaya atau tidak, tetapi pipi gadis itu begitu panas akibat menahan malu.

Rafa berdiri tegak dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya apalagi saat melihat pipi Kanaya yang mulai memerah akibat ucapannya tadi.

Pria itu terkekeh lalu melangkah meninggalkan Kanaya yang masih diam mematung.

"Nggak nggak, nggak boleh." Ucap Kanaya sembari menepuk nepuk kedua pipinya agar ia tidak memikirkan hal yang aneh aneh.

Kanaya membalikkan badannya dan mulai melangkah menuju kelasnya. Sesampainya di kelas XI IPA 3 gadis itu mendudukkan dirinya di bangku miliknya, pikirannya sejak dari tadi terus saja memikirkan kata kata Rafa tadi.

"Lo cantik kalau marah, apa lagi jika sedang tersenyum."

"NGGAK!!!" Teriak Kanaya membuat seisi kelas langsung menatap gadis itu.

"Nay kenapa?" Tanya Vito -ketua kelas XI IPA 3

Kanaya hanya cengengesan lalu menggeleng
"N-nggak papa." Ucapnya.

STADIUM AKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang