STADIUM AKHIR 14

68 50 4
                                    

........






"Lo kok bisa gini sih?" Tanya Seno pada Rafa yang begitu malas menjawab pertanyaan dari teman temannya itu, sejak tadi mereka tidak pernah berhenti bertanya apalagi ketika mereka tau kalau yang menolong Rafa adalah Kanaya.

"Lo lagi mau coba bunuh diri?" Kini Angga yang bertanya.

Rafa menatap satu persatu wajah tampan dari cowok cowok itu, di mulai dari Beni, Seno, Arkan, Tio, Randi, Satya, Marvel, Alfarez dan terakhir Angga. Mereka terlihat begitu bahagia saat kaptennya tersiksa seperti sekarang ini, sungguh teman nggak berakhlak.

"Habis putus cinta kali dia." Ucap Marvel membuat semuanya terkekeh terkecuali Rafa.

"Kalau kalian datang ke sini hanya untuk gangguin gue istrahat mendingan kalian pulang." Ucap Rafa sinis.

"Ngusir dia. Hahaha." Ucap Beni lagi lagi mereka semua tertawa.

Seorang suster masuk membuat semuanya sontak terdiam.

"Mohon jangan tertawa terlalu keras karena pasien lain sedang istrahat." Ucap suster itu memperingati cowok cowok itu.

"Suster kalau perlu panggilkan satpam untuk mengusir mereka." Ucap Rafa.

"Jangan gitu lah bro." Ucap Tio.

"Kami minta maaf suster, saya akan memastikan mereka tidak akan ribut lagi." Ucap Al sebagai wakit ketua dari geng Eagle.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi. Mohon kerjasamanya." Suster itu langsung pergi dari sana.

"Jadi Lo sama Kanaya udah baikkan dong." Ucap Tio penasaran.

Rafa tidak menjawab apapun, ia sendiri pun bingung apa ia dan Kanaya sudah baikkan atau belum.

"Itu sudah pasti." Sambar Seno.

"Dari berantem terus temanan dan jadi cinta hahaha." Randi ikut nimbrung, saat pria itu tertawa Al segera menutup rapat mulut Randi.

"Lo nggak dengar apa yang suster bilang?" Ucap pria dingin itu.

Randi menepis tangan Al dengan sedikit kasar. "Iya iya gue dengar."

*****

Kanaya mengambil sisir yang ada di atas meja rias miliknya. Hari ini ia ada janji dengan dokter Diana, seperti biasa ia akan melakukan cek up terhadap penyakitnya.

Gadis itu cukup tenang pasalnya dokter Diana tidak memberitahu Zidan soal penyakitnya. Kali ini mungkin ia selamat tapi tidak dengan nanti...

Kanaya tersenyum sembari merias wajahnya dengan menambahkan sedikit pemerah bibir agar tidak terlihat begitu pucat. Ia mengurai rambutnya dan mulai menyisir.

Kanaya berhenti menyisir saat melihat pantulan cermin ada banyak rambutnya yang rontok terselip di sisir. Dengan cepat Kanaya membawa sisir itu di depan wajahnya, ia begitu terkejut mendapati banyak rambut di sana. Setetes air mata lolos begitu saja membasahi pipinya.

"Apa aku akan mati secepat ini?" Gumam gadis itu.

Tok tok tok...

Dengan gerakan cepat gadis itu membuka laci dan memasukkan sisir yang di penuhi dengan rambutnya yang rontok tadi ke dalam laci. Kanaya menghapus air matanya lalu berjalan untuk membuka pintu kamarnya.

Ceklek

Senyum indah gadis itu terpasang begitu rapi di wajahnya sehingga pria yang berdiri di depannya itu ikut tersenyum.

"Kamu mau kemana?" Tanya Zidan saat melihat penampilan Kanaya yang begitu rapi.

"Aku ingin ke rumah Karin."

STADIUM AKHIR Where stories live. Discover now