[32] Festival Budaya

771 124 10
                                    

Hinata berlari secepat kilat melewati murid-murid di lorong sekolah yang menatapnya dengan tercengang.

"Siapa gadis itu? Larinya cepat sekali!"

"Bukankah berlari di lorong itu dilarang?"

Napasnya tersengal ketika langkahnya terhenti tepat di halte bus.

Sialan.

Kenapa wanita harus punya payudara!

Hinata duduk di halte dengan sebal. Saat itu pukul empat, waktunya murid sekolah pulang sekolah usai dari kegiatan klub dan pelajaran tambahan. Hinata melirik ponselnya dengan gusar. Tampaknya, pertandingan sudah selesai. Dia sudah mengirim pesan balasan pada Kageyama namun pria itu tidak menjawab.

Mungkinkah dia marah karena dia tidak menepati janji untuk menonton pria itu bertanding?

Sementara itu, di Gymnasium Miyagi. Hampir seluruh lapangan itu seolah hening, semua atensi tertuju pada papan skor kemudian pada pria tinggi berambut hitam. Peluit sudah berbunyi beberapa detik lalu, namun orang-orang masih diam terpana.

"Bukankah ini agak keterlaluan."

"Aku tahu Karasuno kuat, tapi ini agak..."

"Kasihan lawan mereka."

25 - 09

25 - 06

Angka yang sungguh tidak realistis dalam pertandingan voli. Perbedaan yang sangat jauh seperti gunung dan lembah. Pelatih Ukai menatap murid-murid mereka dengan kening berkerut. Permainan sempurna tanpa celah ini entah kenapa tidak membuatnya senang.

Dia tidak tahu kenapa...

"Mereka tampak tidak begitu bahagia bermain." Kata Takeda-sensei. "Terutama Kageyama-kun. Entah kenapa, mereka tampak benar-benar ingin menyelesaikan pertandingan ini dengan cepat."

Yachi menatap teman-temannya dengan miris. "Mereka seperti kehilangan matahari di atas kepala mereka."

Pelatih Ukai melebarkan mata dan menghela napas. "Benar juga, ini pertandingan pertama mereka tanpa Hinata."

Di seberang net, tim voli lawan menangis dengan sedih. Wajah mereka pucat seolah pertandingan ini sudah mengupas kulit mereka hingga tulang. Karasuno benar-benar tidak berbelas kasihan sama sekali. Kapten tim lawan menjabat tangan Kageyama selaku kapten Karasuno.

"Terimakasih pertandingannya, suatu saat semoga kita bertemu lagi di lapangan."

Tidak ada senyum di wajah Kageyama. Dia menjawab dengan dingin. "Aku tidak bermain dengan orang lemah."

Kapten tim lawan tersentak, menggigit bibir dan menundukkan kepalanya menahan tangis.

Yamaguchi yang mendengar itu segera menegur ketika mereka berjalan kepinggir lapangan. "Kageyama, kamu keterlaluan."

Kageyama hanya melirik acuh tak acuh. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya." Lalu dia berjalan keluar area lapangan dengan jersey klub di bahunya.

"Kageyama, kemana kamu?" Tanya Yamaguchi.

Kageyama menjawab tanpa menoleh. "Toilet."

Satu-satunya anggota kelas tiga berwatak lembut itu menoleh dan menunduk pada kapten tim lawan. "Maafkan dia, Kapten kami sedang di kondisi yang buruk. Seperti yang kamu tahu, dia..." Yamaguchi menatap punggung kokoh Kageyama dengan miris. "Dia baru saja kehilangan partner terbaiknya."

Yamaguchi menghela napas. Begitu mereka di tepi lapangan, dia berbicara pada Tsukishima. "Kageyama terasa aneh sejak awal pertandingan, bukan?"

Tsukishima menatap punggung pria tinggi yang menghilang di balik pintu aula pertandingan. "Enam poin lawan di set terakhir, setengahnya adalah karena kesalahannya. Dia memberikan tos aneh itu, tanpa di sengaja. Akan tetapi di samping itu, sisa poin kemenangan kita tujuh puluh persen adalah dari serve mematikan miliknya."

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang