[17]

3.2K 439 16
                                    

Ryota memantul-mantulkan bola voli tanpa semangat. Sesekali ekor matanya melirik lapangan klub perempuan sembari mencari-cari sosok Hinata diantara para gadis.

"Hina–chan dan Kageyama–senpai lama sekali, ya." Ia bergumam, bibirnya mengerucut sebal begitu otaknya mulai berspekulasi. "Jangan-jangan mereka berkencan?"

Tsukishima pun sama. Sejak tadi pemuda itu gelisah karena gadis yang berhasil sedikit menarik hatinya itu tidak juga menampakan batang hidungnya. Satu-satunya yang membuat dirinya gelisah yaitu kenyataan bahwa Kageyama tengah bersama Hinata sekarang. Entah melakukan apa.

Pelipis Ukai coach berkedut. Turnamen tinggal satu bulan lagi, namun pemain andalannya justru menghilang saat ia hendak mengadakan rapat strategi.

"Oy Yamaguchi!" Teriak Ukai membuat si empu menjatuhkan air mineralnya karena kaget. "Telepon Kageyama sekarang! Minta dia segera kembali."

Yamaguchi mendengus sebal sembari mengeluarkan smartphonenya. "Kenapa aku?" Gumamnya.

×××××××

Mereka duduk di tangga wahana perosotan anak-anak. Gadis itu sudah lebih tenang dari satu jam yang lalu. Kageyama memandang wajah sembab Hinata.

"Sudah mau bicara?"

Hinata membuang wajah. "Jangan mengejekku."

"Kenapa aku harus mengejekmu?"

"Karena aku menangis." Hinata mengerucurkan bibir. "Kau pasti mau bilang 'bodoh cengeng' atau 'gadis ingus' begitu, kan?"

Kageyama memutar bola mata, ia menepuk pelan puncak kepala Hinata. "Bodoh."

"Tuh kan, kau mengejekku!"

Kageyama sontak tertawa. Hinata tertegun, ia memandangi wajah pemuda di sampingnya lekat. Sudah lebih dari dua tahun ia mengenal Kageyama, tapi baru kali ini ia mendengar tawa pemuda itu.

Merasa di perhatikan, Kageyama mengatupkan bibir. "Nani?"

Hinata menggeleng pelan, "aku baru tahu kau bisa tertawa."

Pipi pemuda itu merona tipis. Dalam hatinya merutuki hancur sudah kesan senpai dinginnya. ia membuang wajah. "Kau pikir aku robot, huh?"

"Bukan, tapi cukup mirip." Celetuk Hinata dengan polosnya membuat Kageyama menjambak rambut oranyenya.

Kageyama membuang napas, mengatur kembali emosinya akibat dikatai mirip robot secara tidak langsung oleh gadis cebol disampingnya. Ia melirik paras Hinata dari samping.

"Kenapa kau menangis saat bertemu ibu Hinata tadi?"

Tubuh Hinata terlonjak. Keringat dingin seketika mengucur. Ia melirik kanan kiri, memutar otak mencari alasan. Raut wajah gadis itu berubah sendu (dibuat-buat) tentunya.

"Sebenarnya ayah dan ibuku bercerai. Ayahku pergi meninggalkan kami dan ibuku meninggal karena stress." Hinata mulai bercerita (mengarang) dengan wajah seperti hendak menangis. "Bibi tadi mirip sekali dengan ibuku, membuatku teringat kenangan masa lalu."

Kageyama tertegun, ia menunduk.

"Maka dari itu aku menangis." Hinata tertawa sumbang, ia melirik Kageyama. "Maaf membuatmu mendengar cerita suram seperti ini."

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now