[18]

3.1K 438 25
                                    

Hari ini melelahkan. Membersihkan seluruh ruang olahraga dan tidak dapat jatah makan pula. Pukul sembilan malam, usai membersihkan halaman, Hinata dan Kageyama baru diperbolehkan beristirahat. Walau sebal, gadis itu juga tidak bisa melawan perintah pelatih Ukai, karena memang awalnya ini salah mereka berdua yang pulang terlambat usai melakukan lari pagi.

Kakinya berat, rasanya ingin segera berbaring diatas futon dan tidur. Tapi sebelumnya, ia harus membersihkan diri alias mandi. Wanita itu harus menjaga tubuhnya, begitulah pesan sang malaikat sebelum ia pergi ke kamp pelatihan. Baru dua hari, gadis itu sudah merindukan kakak angkatnya itu dirumah.

"Dia itu jalang, sungguh."

Langkah gadis itu terhenti. Ekor matanya melirik celah pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Hinata mendekat, namun kelanjutan percakapan dalam ruangan itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak.

"Hina itu gadis jalang, lihatlah sikap sok imutnya itu."

Manik gadis itu melebar. Ia mengenal suara itu, itu suara Rin, gadis satu klubnya yang menyukai Kageyama.  Hinata menggigit bibir. Ia mendekatkan wajah di balik celah pintu, berusaha mengintip.

"Lihatlah kelakuannya di depan Kageyama senpai, sok mencari perhatian." Rin berdecih, ia melipat tangan di dada. "Hanya karena dia sangat cantik, kelakuannya jadi seperti pelacur yang sedang mencari mangsa."

"Ssstt Rin, kalau ada yang dengar bagaimana?" Potong kapten mereka setengah berbisik namun masih bisa didengar Hinata.

Rin terkekeh sinis. "Biarkan saja, toh.. Itu semua kenyataan. Kau juga berpikir seperti itu kan, Kaori–san?"

Hinata menahan diri untuk tidak menangis. Ia menggigit bibir, gadis itu menggeleng pelan berharap sang kapten berkata tidak pada Rin. Namun nyatanya berbeda jauh dari harapan.

"Aku juga membencinya."

Manik caramel membola.

"Semenjak kedatangannya. Semua perhatian seketika hanya pada Hina, padahal kita juga berusaha keras. Tapi selalu Hina dan Hina yang di puji pelatih. Itu menjengkelkan, seakan di mata pelatih kita hanya kerikil di balik batu besar." Kaori berujar membuat Hinata membekap mulutnya sendiri.

Mereka membenciku?

Gadis itu mencengkram celana olahraganya, bulir benang jatuh bergulir di pipi gembilnya. Ia beringsut di depan dinding, tubuhnya melemas. Percakapan di dalam masih bisa ia dengar dengan telinganya.

"Tuh kan. Kalian semua setuju padaku, bukan? Hina itu memang jalang. Cih, apa yang Kageyama senpai sukai darinya?" Rin berdecak.

"Aku juga mulai merasa dia itu menyebalkan." Sahut anggota voli perempuan lainnya.

"Aku juga." Timpal yang lainnya lagi.

Hinata memeluk lutut, menyembunyikan air matanya yang sudah merembes.

Takashi–san, apa aku berbuat dosa?

Kenapa mereka membenciku?

Hinata bangkit, ia berputar arah dan berjalan menuju luar gedung.

Dulu. Tepatnya saat ia masih berkencan dengan Hitoka, gadis itu pernah bercerita. Dia bilang 'wanita itu menakutkan'. Saat itu Hinata tidak mengerti maksudnya karena sedari dulu wanita yang berada di dekatku selalu baik hati dan tidak pernah sekalipun terlibat perseteruan dengannya. Contohnya; Ibu, Natsu dan Hitoka–chan.

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now