[22]

3.1K 424 37
                                    

Sesampainya di rumah Hinata menceritakan segala yang terjadi selama camp pelatihan pada Natsume. Mengeluarkan keluh kesahnya pada malaikat pelindungnya itu. Sempat pula gadis itu menangis saking emosinya saat menceritakan bagaimana semua anggota timnya mengkhianatinya.

Natsume Takashi memandang nanar wajah penuh jejak air mata itu. Tangannya terulur dan menggenggam tangan mungil Hinata. Seulas senyum diberikannya agar gadis itu kembali tenang.

"Semua akan baik-baik saja." Takashi berujar lembut.

Desah isak terdengar lirih, Takashi beralih mengusap surai senja gadis didepannya. Namun sepasang manik sewarna zambrude itu melebar begitu Hinata mengucap lirih.

"Aku rindu Ibu.."

Wajar memang, Hinata hanyalah remaja berusia sembilan belas tahun. Di umurnya itu dia belum bisa disebut dewasa. Remaja merupakan masa peralihan yang begitu rentan akan tekanan. Mereka membutuhkan orangtua sebagai tempatnya bersandar.

Takashi sangat paham itu, namun tetap saja. Orang yang sudah menjadi bagian dunia atas tidak boleh berharap kembali menjadi bagian dunia bawah.

"Tidak boleh Shoyou." Takashi berujar hati-hati. "Aku mengerti kau mencintai ibumu, tapi kini kau bukan lagi bagian dari mereka."

Hinata sontak menggigit bibir.

"Kau tidak boleh berharap kembali menjadi Hinata Shoyou. Aku harap kau tidak melupakan fakta bahwa dirimu sudah meninggal, Shoyou, maksudku.. Hina."

"Aku tidak lupa Takashi-san." Hinata mengusap pelan air matanya. Ia mengulas senyum. "Aku hanya khawatir, ibuku nampak sedih dan kurus. Itu pasti karena kepergianku kan, Takashi-san?"

Hembusan napas panjang, Takashi mengulas senyum lembut. "Ibumu orang yang kuat, percayalah. Dia pasti akan sedih jika kau juga bersedih saat ini." Takashi bangkit dari duduknya, ia menghampiri Hinata dan perlahan membawa gadis itu kedalam dekapannya.

Aroma bunga peony memenuhi indera penciuman, wanginya menenangkan hati. Kehangatan tubuh Takashi membawa gadis itu pada kenangan lama. Saat dirinya masih kecil, ia juga menangis seperti ini karena teman-teman di SDnya mengejeknya pendek. Ibunya juga memeluknya hingga dirinya tertidur.

"Takashi-san seperti ibuku." Ucap Hinata dengan suara teredam. Takashi tidak menjawab, ia mengusap lembut surai senja Hinata. "Temani aku tidur, Takashi-san."

Takashi terkikik geli, "kau sungguh seorang pria, hm? Tidak kusangka kau anak yang manja."

Hinata tidak menjawab.

"Baiklah..Aku akan disini sampai kau tidur."

Takashi membantu gadis itu berbaring di ranjangnya dan perlahan menarik selimut untuknya. Takashi masih duduk di tepian ranjang, tangannya tidak henti mengusap lembut rambut gadis senja.

Takashi memejamkan mata, mulutnya terbuka dan mulai melantunkan lagu dengan suara lembut.

"Kaze ga fuiteru"

"Boku no kata no oseyou"

"Aa sumubeki"

Suara Takashi begitu merdu, membuat relung dadanya hangat. Hinata menatap pemuda berwajah cantik itu dengan mata setengah terpejam.

"Michi wa ima"

"Anata no saki e to"

Sepasang mata sewarna madu itu perlahan memejam. Takashi mengatupkan bibir begitu terdengar suara dengkuran kecil. Dipandanginya lekat wajah gadis itu, diusapnya pelan jejak air mata di kedua pipinya. Wajah cantik itu nampak letih.

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now