[29] Pembukaan Inter High

3.2K 370 31
                                    

Stadium olahraga Miyagi pagi itu dipenuhi banyak orang, sekitar satu jam sebelum dimulainya pra-penyisihan, para tim dari berbagai sekolah di perfektur Miyagi telah menyiapkan diri. Ada sekitar tiga puluh sekolah yang akan melakukan pertandingan dan hanya setengahnya yang bisa memasuki panggung penyisihan.

Karasuno tahun lalu menjadi juara pertama sekaligus perwakilan Miyagi pada turnamen Nasional. Jadi secara otomatis mereka lolos dan tidak bertanding di babak pra-penyisihan, hanya tim putri yang akan bertanding hari ini karena tahun lalu mereka gagal memasuki turnamen delapan besar.

Hinata masih merasakan nyeri pada kakinya, namun dokter mengatakan selama dia tidak terlalu memaksakan diri. Maka akan baik-baik saja. Hubungannya dengan Kageyama sudah tersebar di seluruh sekolah, membawa gelombang gosip tiada hentinya. Banyak gadis lain memandangnya iri dengki, namun setelah kejadian Rin menyakitinya, dia menyadari bahwa dia tidak boleh bersikap lemah lagi.

Lagipula dia adalah laki-laki pada awalnya.

Selain Rin, teman satu timnya tidak ada lagi yang memusuhinya, mereka mendekat seperti lem, bersikap akrab. Hinata tahu bahwa hanya sebagian dari mereka yang tulus, sisanya mungkin hanya takut karena ada Kageyama di belakangnya saat ini.

Kapten tim memberi tepuk tangan, membuat atensi semua orang teralih padanya, "Baiklah, hari ini kita akan bermain melawan tim putri Johzenji, permainan mereka lincah dan fleksibel, bola akan bergerak tidak terduga jadi perhatian kita tidak bisa fokus hanya pada setter mereka." Kapten memandang Hinata, bersikap bijaksana, "Hina, kamu tidak akan bermain hari ini."

Wajah Hinata tenggelam, "Apa? Tapi aku sudah baik-baik saja."

"Tidak bisa, aku sudah mendiskusikannya dengan pelatih. Johzenji terlalu kuat, kami takut akan memperburuk cideramu."

Hinata terpana, saat masih ditubuhnya yang asli, dia bahkan bisa mengalahkan Johzenji dengan telak bahkan tanpa operan Kageyama, mendengar kapten mengatakan mereka sangat kuat membuat kulit kepalanya gatal.

"Mainkan dia di set kedua." Suara berat terdengar di belakang, semua orang terkejut termasuk Hinata.

"Kageyama, kenapa kamu disini?" Hinata menatapnya aneh, ini pukul tujuh pagi, untuk seorang Kageyama yang bangun pagi-pagi selain untuk joging adalah hal yang aneh.

"Tentu saja melihat pertandingan." Kageyama berkata secara alami, dia mengacak rambut Hinata, berkata pada kapten, "Mainkan dia di set kedua, aku rasa itu baik-baik saja."

Kapten masih ragu, "Tapi pelatih mengatakan.."

"Buat mereka kelelahan di set pertama, maka akan mudah mengalahkan mereka di set kedua." Potong Kageyama.

Kapten menghela napas, mengangguk, "Baiklah, Hina akan menjadi pemain inti di set kedua menggantikan Eru, untuk set pertama formasinya masih sama seperti yang kujelakan sebelumnya. Paham?l

Semua anggota menjawab serempak, "Paham!"

"Baik, ayo kita ke lapangan untuk pemanasan."

Hinata mengepak barangnya, menghampiri Kageyama dengan tidak nyaman, "Seharusnya kamu tidak melakukan itu, meskipun mereka tahu kita berkencan, aku masih tidak nyaman pada mereka, seolah-olah aku bisa mendapatkan apa saja hanya karena kamu."

Kageyama mengerutkan kening, "Kamu tidak suka? Aku melakukan itu karena aku pikir kamu sangat ingin bertanding. Kalau tidak, baiklah aku akan menarik kata-kataku.."

Hinata menggenggam lengan pria di depannya, "Hentikan, baiklah aku mengerti. Terimakasih telah membujuk kapten untukku." Tersenyum, dia menyentuh pipi kekasihnya, berkata ceria, "Tonton dan dukung aku."

Hinata berbalik, namun ketika dia akan melangkah, lengan yang kuat menariknya ke belakang, membuatnya terjatuh dalam pelukan Kageyama. Kageyama terkejut dengan yang dia lakukan dan dia mendadak gugup.

"Apa yang kamu lakukan Kageyama?"

Kageyama menatap wajah Hinata yang mungil dengan resah, ingin mengatakan sesuatu namun sulit. Beberapa saat kemudian, dia meraih tangan Hinata, meletakan sesuatu di telapak tangannya.

Kening Hinata berkerut, dia memperhatikan benda tipis berwarna kemerahan di telapak tangannya dan terkejut, "Jimat? Kamu mengambilkannya untukku."

Kageyama mengangguk, ada rona merah muda tipis di pipinya, "Pagi tadi."

Hinata tercengang kemudian tertawa terbahak-bahak, dia tertawa keras hingga perutnya keram. Kageyama menatapnya dengan marah, berteriak, "APA YANG LUCU BOGE?!"

"Orang sepertimu pergi ke kuil untuk mengambil jimat, betapa konyolnya" Hinata mengulum senyum masih ingin tertawa, dia menghela napas, maju dan memeluk tubuh pria di depannya. Kageyama merasakan sesuatu yang hangat merengkuh tubuhnya dan jantungnya berdebar dengan gila.

Hati Hinata terasa hangat, dia merasa bahagia. Membenamkan wajah di dada Kageyama, dia bergumam lembut, "Terimakasih, aku akan menyimpannya dengan baik."

Kageyama mengangguk dengan kaku.

Hinata terkekeh, melepaskan pelukan mereka lebih dulu, "Kalau begitu aku pergi, aku akan melihatmu dari bawah."

"Hm." Kageyama mengangguk, "Aku akan menontonmu dari atas, berjuanglah."

Ketika Kageyama menaiki tribun penonton, popularitasnya yang sangat tinggi di bidang voli membuatnya segera menarik perhatian banyak orang. Kageyama duduk di jejeran bangku paling depan, beberapa orang di sampingnya merasakan aura kuat membuat mereka bergetar gugup.

Pemandu sorak dari tim Johzenji melihat Kageyama dengan tatapan aneh, "Itu Kageyama Tobio, bukan? Setter Karasuno."

"Benar, ah dia terlihat lebih menakutkan dari pada yang terlihat di televisi, orang kuat memang memiliki aura yang berbeda dari orang biasa."

Pemandu sorak perempuan mengangguk, namun pipinya merona, "Meski begitu, dia sangat tampan. Bukankah dia sangat keren!"

"Aku setuju." Pemandu perempuan lain menanggapi.

Ketua pemandu sorak itu menyela, "Tapi kenapa Kageyama Tobio menonton pertandingan tim perempuan? Setahuku dia seorang antisosial yang sangat terobsesi pada voli. Daripada menonton tim perempuan, bukankah lebih baik menonton tim laki-laki dari sekolah yang kuat untuk belajar."

Gadis berkuncir dua di menjawab tergesa-gesa, "Ah itu, aku mendengar dari temanku di Karasuno. Kabarnya  Kageyama–senpai memiliki kekasih dari tim voli perempuan. Aku lupa nama kekasihnya tapi kabarnya dia sangat cantik, rambutnya berwarna senja dan matanya secerah madu."

Ketua pemandu sorak bingung, "Aku belum pernah melihat tim perempuan memiliki anggota seperti itu."

Tepat saat itu, peluit berbunyi. Seluruh pemain memasuki lapangan berbaris dan saling membungkuk memberi hormat. Gadis berkuncir dua memperhatikan seorang gadis bertubuh mungil, bersurai senja dan berwajah sangat cantik di barisan. Dia heboh, menunjuk Hinata, "Itu! Bukankah itu dia."

Para pemandu sorak juga memperhatikan gadis itu dan berseru penuh iri, "Sialan, dia sangat manis. Jika aku memiliki kekasih secantik ini, aku akan menyimpannya dan tidak akan membiarkannya keluar."

"Dia sudah kuat, berbakat dan tampan. Sekarang, dia memiliki kekasih yang luar biasa cantik. Ah kenapa dewa benar-benar tidak adil."

Para gadis juga berseru, "Tapi gadis itu juga beruntung, lagipula Kageyama–senpai sangat tampan dan keren. Jika aku berhasil menjadi kekasihnya, aku akan bahagia sampai mati."

Pria dari pemandu sorak mengeluh, "Mana mungkin, Kageyama itu, meski tampan dan kuat. Kepribadiannya buruk dan sangat pemarah, aku kasihan pada gadis cantik itu. Kageyama tidak pantas mendapatkannya." Detik berikutnya dia merasa merinding, semua anggota pemandu sorak yang bergosip merasakan hal yang sama. Dan ketika semuanya menoleh.

Mata biru malam menatapnya tajam menusuk seolah ingin menguliti mereka. Kageyama membuka mulutnya, memberi isyarat.

"Diam atau kalian mati."

Bersambung...

Last update: 04/06/2020

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now