[13]

3.5K 505 23
                                    

Suasana kantin cukup renggang, mengingat ini bukan jam istirahat. Guru sejarah yang seharusnya mengajar di kelas 2-1 tidak masuk hari ini, usut punya usut beliau sedang pergi berlibur ke Hawai dengan istrinya.

Tentu saja hal itu ditanggapi dengan sorak bahagia, bukan bahagia untuk sang guru melainkan karena itu artinya akan ada jam kosong di pelajaran paling membosankan dikelas.

Hinata dan teman-teman barunya asik berbincang dan menyantap roti yakisoba di kantin. Kemampuan komunikasi Hinata yang luar biasa sejak dulu membuatnya dengan mudah berbaur dengan seluruh perempuan di kelas walau belum genap dua bulan ia bersekolah dengan tubuh barunya.

"Aku dengar besok lusa ada kamp pelatihan tim voli, kau ikut Hina–chan?"

Gadis senja itu mengangguk, "tentu saja."

"Bagaimana persiapanmu?"

Hinata mengangkat jempolnya, "sempurna kurasa."

Yang bertanya tertawa jenaka, gadis bersurai cokelat bernama Maya itu menyipitkan mata. "Aku dengar kamp kali ini akan bergabung dengan tim pria, kau beruntung sekali Hina–chan. Tim voli pria kan sarangnya para ikemen!" Ucap gadis itu disambut pekikkan tertahan dari teman-temannya yang lain.

Hinata memiringkan kepala, "ikemen? Siapa yang kau maksud?"

Teman-teman perempuannya saling pandang kemudian pecah suara tawa, Hinata hanya mengeryit tidak mengerti. Aoi tersenyum kemudian menepuk pundak Hinata. Gadis itu berdehem sejenak kemudian mulai menjelaskan.

"Kelas 3-1, Yamaguchi Tadashi, senpai terkeren urutan ke delapan, dia terkenal baik hati pada semua kouhainya. Tipikal kekasih idaman."

Hinata hanya ber–oh ria.

"Kelas 2-1, Namikawa Ryouta, terkenal sebagai pria tertampan di seluruh angkatan kelas dua. Selain itu, dia itu orang kaya. Aku dengar orangtuanya punya usaha bisnis real estate yang besar," sambung Aoi.

"Tak ada gunanya karena dia menyebalkan," desis Hinata.

"Kelas 3-1, Tsukishima Kei. Salah satu dari senpai terkeren. Selain punya wajah tampan, dia juga sangat pintar. Kyaa!"

Hinata memutar bola mata malas, entah kenapa telinganya panas saat mendengar si gudang garam berjalan itu dipuji-puji teman-temannya.

"Lalu yang paling badas!" Aoi menaikan intonasi suaranya lalu memandang teman-temannya yang sudah merona, "kelas 3-3, Kageyama Tobio senpai. Pemain andalan tim voli kita, salah satu kandidat tim nasional Jepang. Dia tampan, tinggi dan memiliki mata yang indah. Tatapan matanya yang tajam itu membuatku.." Aoi memegang pipinya yang memanas, "meleleh!"

"Aku setuju!" pekik para gadis yang lain.

"Mata yang indah?" Hinata memutar otak, mengingat-ingat dimana letak indahnya mata si mantan partner, tiba-tiba kenangan buruk terputar di kepalanya. Saat ia tidak sengaja memukul serve tepat di belakang kepala Kageyama hingga pemuda klimis itu murka. Seketika wajah Hinata memucat mengingat betapa tajamnya tatapan sang partner saat itu.

"Hina–chan, daijobu?"

Tubuh gadis itu tersentak, ia menoleh kearah Aoi dan menggeleng pelan, "tidak apa, hanya sedikit teringat trauma masa lalu." Ucapnya nyaris bergumam.

×××××

Sejak dulu Hinata selalu menyukai pelajaran olahraga karena menurutnya hanya itu satu-satunya mata pelajaran yang tidak mengharuskan merusak sel-sel otak dikepalanya. Dan hari ini, untuk pertama kalinya Hinata membenci pelajaran olahraga.

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now