[34] Keputusan

736 156 11
                                    

"Eh jadi kamu punya kakak. Sungguh tidak disangka."

Hinata mengayunkan kakinya di kursi bus. Kageyama meliriknya dan mendengus. "Bukan berarti aku menyembunyikannya. Lagipula bagaimana kalian bisa mengobrol?"

"Kami bertemu di supermarket. Beberapa anak laki-laki mencoba mendekatiku dan kakakmu menolongku."

"Nani!" Mata Kageyama terbelalak. "Siapa mereka?!"

Melihat ekspresi pria di sampingnya, Hinata tertawa. "Sudahlah, sudahlah. Lagipula mereka langsung kabur begitu melihat kakakmu. Ah Miwa ne-san keren sekali!" Hinata terdiam sambil berpikir. "Aku tahu. Tobio bukan tipe orang yang menceritakan kehidupan pribadinya. Berarti kamu hanya tinggal bersama orangtuamu di Miyagi?"

"Kebanyakan aku tinggal sendiri. Ayah dan ibuku pergi bekerja, sebelumnya ada kakekku tapi dia sudah meninggal ketika aku kelas dua SMP." Kageyama terdiam sejenak, matanya sedikit terkulai ketika dia melanjutkan. "Kakekku yang mengajariku bermain voli."

"Kakekmu seorang atlet?" tanya Hinata.

"Lebih tepatnya pelatih voli. Dia dulu pelatih tim liga."

"Benarkah? Itu hebat!" seru Hinata. "Pantas kamu begitu kuat. Begitu ya, kamu sudah dilatih voli oleh kakekmu sejak kecil."

Gadis itu tiba-tiba tertawa.

Kageyama meliriknya dan mengangkat alis. "Kenapa kamu tertawa boke?"

Hinata hanya menggeleng, entah kenapa hatinya terasa hangat. Gadis itu bersandar di bahu Kageyama dan bergumam. "Aku senang bisa mengenalmu lebih jauh."

Beberapa bulan terakhir ini benar-benar tidak mudah baginya. Bukan hanya sulit membiasakan diri di tubuh perempuan. Rasa rindu akan keluarganya, perlakuan tidak mengenakan yang dia terima dari teman-teman klub voli perempuan hingga bayangan kematian yang akan dia hadapi tidak lama lagi.

Hinata selalu berpikir apakah kesempatan ini baik untuknya? Dia sekarang perempuan, janjinya pada Kageyama untuk berdiri di lapangan yang sama sudah pupus tanpa harapan. Dia berpikir setidaknya dia ingin berada di samping Kageyama, menjadi pelipur lara untuknya dan keputusan itu membawa perasaan cinta untuk mantan partnernya itu. Membuat dia memutuskan untuk berkencan dengan Kageyama.

Mulanya dia berpikir dengan berkencan dengan Kageyama. Setidaknya dia bisa sedikit mengobati luka pria itu. Namun kelak......

Ketika dia mati untuk kedua kalinya. Bukankah dia hanya akan menyakiti Kageyama semakin jauh.

Hinata merasa kehidupannya saat ini. Sangat sia-sia.

Namun hal kecil seperti saudara Kageyama atau sikap Kageyama yang sebenarnya penuh perhatian, sesuatu yang tidak pernah Hinata lihat sebelumnya. Membuat kegelisahannya perlahan berkurang.

Ah, andai dia tidak hidup kembali. Dia mungkin tidak akan melihat sosok Kageyama yang penuh cinta.

Atau Kageyama yang ternyata punya saudara yang keren.

Dia merasa, meskipun sedikit. Takdirnya ini juga memiliki arti.

Kageyama tertegun, dia terdiam cukup lama. Mungkin karena malu dan dirinya sedikit kikuk. Lalu tiba-tiba dia teringat sesuatu dan bertanya. "Hari ini tim voli perempuan kalah di perempatan final."

Tubuh Hinata tersentak.

Kageyama melirik surai oranye di bahunya dan menyipitkan mata. "Kenapa kamu tidak bermain? Apa terjadi sesuatu?"

Hinata terdiam. Dia terkekeh lalu menggoyang-goyangkan kakinya lagi. "Kakiku agak sakit beberapa hari terakhir ini, jadi aku memutuskan beristirahat. Lagipula, tampaknya senpai kelas tiga benar-benar ingin bermain."

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Where stories live. Discover now