03. Start Form

955 153 29
                                    

"Stop using it like a sedative"

°°•°•°•°•°°
.
.
.
.
.

Merasa malu sendiri membaca 'Lo lebih suka ranjang kecil biar mepet ke gue?', dia tak segan memblokir nomor Haechan. Andai gengsinya tidak setinggi langit, dia akan menjawab jujur. Tidak bisa dipungkiri, lelaki itu pegangan ternyaman, sandaran teraman, dan alas berbaring yang wangi—secara tak sadar dia selalu menghampiri Haechan dan berbaring di atasnya.

"Hhh ...." Dengan menghembuskan napas panjang dia berharap otak dan hatinya kembali bekerja normal layaknya dia.

Kayla menoleh."Something wrong?"

Renjun melirik. "Lo kenal Haechan?"

"I'm not sure," gumam Kayla. "Sorry to him. Beberapa ingatan di kepala gue hilang, Ka."

Lirikan mata Renjun berubah, menatap prihatin.

"Mungkin Daddy lo itu salah satu anak kolega bokap gue. Meskipun ga masuk berita, apa yang terjadi sama gue pasti didengar beberapa teman bokap," Kayla menjelaskan.

"Haechan!" tegas Renjun. Telinganya terganggu mendengar cara Kayla menyebut Haechan.

"Ya, Haechan," ucap Kayla. "Sorry."

"Are you really okay now?"

Kayla menoleh dan tersenyum. "Sure."

"Apa yang lo alamin benar-benar mengerikan sampai Haechan nyuruh gue harus baik sama lo?" tanya Renjun. "You don't have to answer if you mind," tambahnya cepat.

Kayla menggigit bibir bawahnya. "What happened was terrible. Gue ga langsung kuliah lulus dari SMA. Gue perlu nyembuhin diri gue dulu. Now, I'm truly fine."

Renjun mengangguk kecil dan memilih diam untuk mengakhiri obrolan itu. Mereka tiba di parkiran lima menit kemudian dan bergabung bersama Haven, Daiki dan Arreta menuju kelas.

Pukul 12.11, baru keluar dari kelas, handphone di dalam saku kemeja bergetar. Nama Darius tertera di layar, akan tetapi suara Haechan yang terdengar.

"Dude ...," panggil Haechan bernada panjang.

"Lo sama Darius?" selidik Renjun.

"Gue perlu hape dia buat nelepon lo."

Terdengar samar suara beberapa orang sedang bicara di seberang sana, dari dalam telepon. "Di mana?" tanya Renjun.

"Jalan-jalan," sahut Haechan riang. "Gue perlu beli beberapa barang. Karena gue ga tau jalan, gue minta Darius nganterin gue."

"Oh."

Kayla melambaikan tangan di depan wajah Renjun, meminta perhatian. Mereka berjanji makan siang bersama. Daiki dan Haven sudah menunggu di ujung koridor, sementara Kayla dan Arreta tetap di depan kelas menunggu Renjun yang asik bicara di telepon. "Ayo Ka!" desak Kayla. Renjun pun mengekor di belakang dua wanita itu.

"Pilih hitam apa putih?" tanya Haechan.

Dahi Renjun berkerut. "Apanya?"

"Jawab aja, suka hitam apa putih?" paksa Haechan.

"Ga ada warna lain?"

"Lo mau warna apa? Mau warna kuning ngejreng gitu?"

Kerutan di dahi Renjun semakin banyak. "Lo ngomong apaan sih?"

"Gini deh, lo suka tema gelap apa terang?" Haechan mengubah pertanyaannya.

Renjun perlu berpikir beberapa detik. Dia takut pertanyaan Haechan menjebak dan merugikan dirinya.

COMING AROUND [3rd Book]Where stories live. Discover now