20. Selembar Tulisan

690 122 21
                                    

°°•°•°•°•°°
.
.
.
.
.

Dude,

Apa lo masih ingat tentang Ursa Major dan Minor?

Apakah lo masih ingat letak mereka yang saling berdekatan? Tertuju kekal ke arah Utara. Petunjuk bagi yang tersesat di lautan.

Iya, bagi gue itu adalah tentang lo ...

Si Beruang besar, the perfect ally to defend you fiercly form all danger. Tanpa lo sadari, karena lo terlalu sibuk dengan permainan lo sendiri, gue berlindung di balik sosok egois beraroma hangat.

Si paling teguh pada keinginan dan tujuannya. Berjuang tanpa peduli dirinya sendiri.

Dude,

Apa lo masih ingat kagumnya gue terhadap lo?

Karena sikap lo yang semena-mena dan egois justru menampar waras gue untuk keluar dari ranah nyaman persembunyian. Gue punya mimpi dan gue menguburnya demi hidup tenang. Melihat lo punya keinginan dan memperjuangkannya, gue ingin meniru, tentu itu harus meninggalkan lo (meski dengan seizin lo).

Andai saat itu lo melarang gue buat pergi, I really won't go dude, REALLY!!!

Gue ga seegois lo dalam bertindak. Gue benci lo terluka meski bagian terbesar luka yang lo miliki adalah gue donaturnya.

Gue percaya jarak bukanlah masalah di antara kita. Zaman bukan lagi tentang sulitnya berkomunikasi karena jauhnya jarak, tapi tentang ringan hati meluangkan waktu untuk saling bertukar kabar.

Bajingannya kenapa lo justru masuk hutan dan menghilang?

Dude,

Yang punya perasaan bukan cuma lo. Andai lo tau betapa tersiksa gue setiap hari tanpa adanya kabar dari lo. Kabar terakhir yang gue dengar waktu itu lo masuk hutan. Seperti bukan gue, seperti orang gila, gue bertanya ke semua orang mencari kabar lo. Lebih gilanya, gue mempertanyakan kabar lo ke Kayla dan teman gue yang lain, yang ga tau-menahu tentang lo.

Mungkin lo tau rasanya tercekik karena rindu, ga tau kabar orang yang lo rindukan. Gue juga merasakannya. Kita merasakan hal yang sama. Di saat lo sibuk berpura-pura kuat tanpa gue, di sini gue mati-matian menahan kegilaan mau terbang pulang mencari keberadaan lo di sana.

Gue menjadi bukan gue. Semakin kuat perasaan gue buat lo, semakin lepas kendali gue dalam bersikap wajar layaknya gue. Kehilangan kabar lo menimbulkan cemas yang membuat gue meruntuhkan harga diri, bertanya bagaimana hubungan kita yang tanpa nama apakah akan tetap sama.

Gue takut kehilangan. Gue takut peran gue menghilang. Gue takut perasaan lo memudar kalau saja lo berhasil terbiasa tanpa gue.

Dude,

We know our feelings for each other aren't simple. Please know, you are really important to me. Gue mencoba menunjukkan perasaan gue, meski ga seahli lo menunjukkan segalanya ke gue. Karena ternyata dengan bahasa tubuh dan ucapan aja ga cukup.

Tolong jangan menertawakan. Mungkin lo bakal menganggap gue aneh. Gue hanya berusaha.

Maaf pernah menumpahkan cat ke lukisan tentang lo di pagar halaman belakang. Sungguh, ga semudah itu menghapus lo dari diri, kepala dan hati gue.

Dude,

I replace what I broke. You're still yellow in my heart

Forgive me

Please don't fine without me

Haechan melipat kertas itu dan menyimpannya di saku celana. Dia mengurung Renjun di dalam clothes room agar bisa leluasa membaca tulisan lelaki itu untuknya.

Dibukanya kunci di pintu. Di dorong daun pintu dan berdiri Renjun di baliknya, menatap tajam siap membunuh.

"You're done?" tanya Renjun ketus.

Bibir bawah Haechan bergetar saat mencoba tersenyum. Matanya dipenuhi bening yang siap tumpah kapan saja.

"Chan?" Renjun menyadari riak wajah Haechan berubah keruh. Dia mendekat dan memeluk.

"Lo ga harus nunjukkin apa pun," ujar Haechan. Merapatkan pelukan. "Njun, gue yang kurang banyak. Gue yang harusnya lebih nunjukkin lebih gimana perasaan gue. Ga ada orang yang melukis tentang orang lain di tubuhnya jika orang itu ga berarti. Dude, I know I'm special to you. I was wrong, blind and too late to know it. Don't say sorry. Njun, I'm sorry."

Renjun mengelus punggung yang bergetar di dekapannya. "Jangan nangis."

"Ga bisa."

"Gue benci lo nangis."

"Don't forbid me."

"Niat gue nulis itu bukan bikin lo nangis."

"You know, I feel like a girl who was proposed by her boyfriend after decades."

Buk! Haechan merasakan punggungnya ditampar. "Gue terharu," katanya.

"Perumpamaan yang gila," desis Renjun, memaksa Haechan melepaskan pelukan mereka dan melangkah menjauh. "Gue ga bakal nikah sama lo."

"Dude." Haechan menarik tangan Renjun. Menggenggamnya. Membuat lelaki itu kembali kepadanya. "Gue ga perlu pernikahan." Renjun menatap lurus ke matanya. "Gue perlu hidup berdampingan dengan lo, sebagai teman, sebagai kekasih, sebagai musuh pun ga masalah. Gue perlu lo. Bukan ikatan. Gue ga bakal menjerat. Gue cuma mau lo sebagaimana lo."

"Njun." Haechan menunduk memperhatikan tangannya yang menggenggam tangan Renjun. Matanya mulai kembali berembun.

"Jangan nangis," ucap Renjun pelan.

Haechan mendongak dan tersenyum. "I love you."

Renjun menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan. Dia merentangkan kedua tangannya. Mempersilahkan Haechan masuk dan akan dia dekap demi menenangkan lelaki itu.

"Maaf gue nangis, mungkin efek perjalanan panjang di pesawat," ujar Haechan. Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher beraroma manis itu.

"I love you too."

Haechan mendengar itu dan terkekeh.

"Lucu?"

Haechan mempererat pelukan takut Renjun melepasnya. "Kalau gue nangis, lo marah. Salah mulu."

Renjun diam.

"Njun," panggil Haechan.

"Mmm?"

"I love you more."

"Mmm ...."

🔖





Mungkin bakal aku edit(nanti)

COMING AROUND [3rd Book]Where stories live. Discover now