19. Present

764 138 33
                                    

°°•°•°•°•°°
.
.
.
.
.

"Gimana kalau kita liburan ke Bali?" Winter mendekati Haechan di ruang tengah. Dia baru pulang dari jadwal tunggalnya hari ini: pemotretan iklan produk kecantikan. Dia tiba di apartemennya tepat sebelum sore. Kakaknya mengabari akan menginap di tempatnya, betapa senangnya dia bertemu lelaki itu yang memilih menetap di Inggris untuk beberapa tahun mendatang.

"Ajak Ka Chenle!" tambahnya riang.

"Pulang gue bukan buat liburan," ucap Haechan.

Winter merengut. "Now, everything for him only?"

"Pulang gue buat ngurus kerjaan, Winter."

"Kapan balik?"

"Lusa."

"Hah?!" sentak Winter. "Kok cepat?!" Jelas dia tidak terima. "Lo bilang di sini sebulan."

"Harusnya seminggu doang gue di sini." Haechan menaikkan kedua alisnya sambil terkekeh.

"Bucin banget." Winter duduk di sebelah kakaknya, lalu menaikkan kedua kakinya ke atas meja. Bersandar pada punggung sofa, ikut menonton acara acak yang kakaknya putar di televisi. Kakaknya sendiri sedang membereskan berkas ke dalam sebuah map, pasti televisi dinyalakan sebagai pemanis di ruangan sepi itu.

Haechan mengedikkan bahu, bibirnya maju dan tersenyum miring secara bergantian, dia tidak keberatan dengan sindiran adiknya.

"Sepenting itu Ka Renjun?" Winter bertanya, matanya tetap lurus memperhatikan orang-orang di televisi meskipun tidak menarik.

"Lo tau itu tanpa gue jelasin."

"Memangnya Ka Renjun menganggap lo penting?"

Haechan menoleh. "Lo liat sendiri gimana keadaan dia saat gue ga ikut liburan ke Inggris."

"Gimana kalian sekarang?"

"Maksudnya?"

"Apa masih bodoh, suka saling menyakiti?" Akhirnya manik yang menatap televisi berpindah haluan melirik kakaknya.

Haechan tersenyum. "He's still be himself," katanya, "Minim bicara, ketus dan ragu setiap ingin mengungkapkan sesuatu. Clingynya selalu lebih parah dari manja lo ke gue saat kumat. Cuma ...." Dia menggantung kalimatnya. Dia perlu memikirkan ungkapan yang tepat untuk menjelaskan perubahan seorang Renjun terhadap dirinya, hanya kepadanya.

"Apa?"desak Winter, kakaknya itu terlalu lama berpikir.

"Bagi gue, dia seperti sedang berusaha nunjukkin perasaannya ke gue. Ada sisi yang gue rasa itu bukan dia," ujar Haechan, "Bukannya gue ga senang." Dia tersenyum sendiri mengingat beberapa sikap Renjun baru-baru ini. "Gue senang. Gue belum terbiasa dengan sikapnya yang terang-terangan ga bisa jauh dari gue."

"Ka Renjun sakit?"potong Winter.

"Dia sehat," jawab Haechan.

"Kenapa dia sampai ga bisa jauh dari lo?"

"Efek terlalu cinta sama gue—mungkin," ucap Haechan, lalu terkekeh.

"Sinting," desis Winter. Maniknya turun ke pergelangan tangan Haechan. Ada garis merah melingkar di sana, persis seperti yang ada pada pergelangan Renjun. "Gue dengar lo ga pulang kemarin?"

Haechan mengangguk.

"Ke mana lo?"

"Nyamperin tante Wendy."

COMING AROUND [3rd Book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang