૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 006⚶ִׁ

3K 83 5
                                    

𖥻06. SERGIO TIDAK SETUJU
____________________________

Ronald berjalan membuka pintu ruang pribadi Liam. Kemarin pria paruh baya itu mengalami mimpi buruk tentang Irish - anak perempuan satu-satunya. Dalam mimpi itu Ronald membebaskan Irish dari sangkar emas. Gadis malang itu terlihat lebih bahagia, tertawa lepas membuat Ronald terharu.

"Papa," Liam membereskan kertas-kertas di mejanya, ruang pribadinya selalu penuh akan kertas kerja alias dokumen penting.  Pemuda itu melepaskan kacamata menatap sang papa, tumben sekali Ronald menghampiri Liam.

"Papa mau kamu menarik keputusan itu." Ronald adalah papa yang suka langsung ke pembicaraan inti. Alias to the point, pria paruh baya itu menatap serius anak sulungnya.

Kening Liam berkerut. "Keputusan yang mana?"

"Biarkan Irish bebas."

Liam memgusap wajahnya pias, menggeleng menolak. "Tidak." Memberikan kebebasan pada Irish adalah mimpi buruk dalam hidupnya.

"Dengerin papa, kejadian itu sudah sangat lama. Jangan menghukum Irish, dia seorang remaja butuh sekolah, pertemanan dan mungkin kekasih dalam hidupnya?" kata Ronald membuat Liam terkejut dan melotot.

Pemuda berusia sekitar 20-an lebih itu terlihat menghela nafas. Apakah tindakannya selama ini buruk kepada Irish? Sehingga sang papa meminta agar dirinya menarik keputusan yang sebelumnya papa dukung?

"Bagaimana jika--"

"Percayakan pada Sergio, dia ada di sana menjaga kesayangan kita. Dia tidak akan membiarkan Irish terluka."

Liam menggeleng tidak habis pikir. Kemungkinan besar hal terburuk adalah Irish terjerumus pergaulan bebas jika dirinya menarik keputusan itu.

"Liam tidak mau Irish seperti--"

Sekali lagi Ronald memotong ucapan Liam, ia paham betul.

"Biarkan Irish menikmati masa remajanya, Liam. Dengan membuatnya terkurung selama bertahun-tahun juga merupakan kesalahan besar," ucap Ronald tegas.

Otak Liam bekerja keras dan bimbang. Tak semudah itu membiarkan Irish bebas dan ia takut terjadi sesuatu pada adik perempuan satu-satunya.

Seolah tau apa yang Liam pikirkan, Ronald kembali bersuara. Ditepuknya pundak Liam pelan.

"Adik kembarmu itu tidak akan membiarkan Irish terluka seujung kuku." Papa tersenyum hangat.

"Mama setuju," timpal seorang wanita paruh baya melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan pribadi Liam. Tak lain dan tak bukan adalah Juwi.

Juwi tersenyum hangat. "Apa yang papa kamu bilang itu benar, Liam. Sekarang kamu hubungi Sargeo, dia pulang. Mama tau sejak kemaren."

"Kenapa dia tidak mengabariku?" tanya Liam tidak terima.

"Sargeo lupa waktu, dia sibuk menghabiskan momen berdua bersama Irish kemarin." Ronald menjelaskan, dirangkulnya pundak sang istri. Baginya Sargeo sangat misterius, dan terlalu labil.

"Dasar anak itu," omel Liam mengutak atik benda pipih berlogo apel digigit.

"Kamu setuju, Liam?" tanya Ronald kembali pada topik pembicaraan.

Liam mengangguk, mau tak mau dan demi keselamatan Irish.

Ia mengubah keputusannya.

Tuutt tutttt tutt

"Bang Liam, maaf Geo lupa."

Bukannya menyapa pemuda di seberang sana melemparkan kata maaf.

Obsession Brother [ ON GOING ] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora