૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 023⚶ִׁ

965 43 21
                                    

𖥻23. LIAM DAN KEDUA TUAN PUTRINYA
_________________________________

Sepasang sepatu sneakers putih kilat melangkah lebar di lorong rumah sakit menelusuri ruangan yang dicari-cari, bibir ranum pink alami beberapa kali menggumam kalimat sama, mengedarkan mata sekeliling memastikan tidak kelewatan langkah kaki.  Seragam putih abu-abu melekat, tampilan gadis itu sedikit kacau rambut hitam panjangnya kusut, di ujung pojok ruangan kakinya berhenti. Kedua tangannya berpegang tangkai pintu, detak jantung berdebar dua kali lebih cepat.

Bukan karena bolos sekolah atau sejenisnya. Irish Rayne Pertiwi melakukan kesalahan kecil yang berdampak besar, berbohong kepada Liam ; mengatakan dirinya telat pulang sekolah dikarenakan ada tugas kelompok mesti diselesaikan hari ini, besok deadline jam pertama pelajaran.

Hebat 'kan?

Oh, tentu bukan Liam saja ia bohongi, Alaska termasuk korban.

Liam memberikan izin Irish menjenguk Sergio berdasarkan beberapa catatan mesti diterapkan, salah satunya membawa anggota keluarga, entah itu Liam atau mama.

Irish melanggar peraturan tersebut dan malah bekerjasama dengan mamanya.

Pintu kecokelan terbuka lebar, suara mesin EKG menyambut kedatangan Irish, kedua kalinya memasuki ruang rawat Sergio rasanya sama saja seperti kali pertama pemuda yang terbaring lemah itu dipindahkan, penjelasan dokter, dan bayang-bayang peristiwa kedua tangan Irish dinodai noda merah kental berbau amis.

Irish pikir detik itu juga kehilangan kakaknya. Begitulah Tuhan maha baik.

Gadis seragam sekolah duduk di kursi berhadapan ranjang Sergio, digenggamnya erat tangan kekar itu. Meski kakaknya satu ini memiliki sikap aneh dan obsesi tingkat akut, ketika Sergio begini Irish kehilangan sebagian semangat hidupnya.

Tertawa pelan, kemarin Irish menginginkan Sergio menjauh dari hidupnya ingin Sergio benar-benar hilang dan melenyapkan drama pemuda itu perihal perasaan rumitnya yang tidak bisa Irish bantu selesaikan.

"Kak, ayo bangun! Ga capek apa tidur mulu?" tanya Irish melirih, matanya berkaca-kaca. Kepala menunduk berusaha menahan suara isakan tangis tertahan.

Ada satu harapan ketika Sergio bangun dari komanya. Berharap fokus terhadap diri sendiri, tobat dan menghapus perasaan tersebut. Irish berharap mereka hidup layaknya kakak dan adik saling mencintai tanpa melibatkan perasaan terlarang.

Satu kecupan ringan mendarat secepat kilat di dahi Sergio, mungkin jikalau pemuda itu sadar jantungnya nyaris berhenti berdetak atau hal-hal yang seharusnya tak terjadi pun tak terhindarkan.

"Irish sayang kakak," ungkapnya.

Mungkin ... kata sayang disalah-artikan, yang kemudian dibalas ungkapan cinta. 

Mata setajam elang siap memangsa kini padam sudah, tertutup, wajah pahatan sempurna tampak lebih pucat. Tiga hari berlalu, semoga tidak lama.

"Irish pulang dulu, nanti kesini lagi. Tapi, datangnya harus dapat kabar baik Kak Gio dulu, biar sama-sama senang, ya? Sebenarnya Irish mau lebih lama di sini, cerita. Katanya, orang lagi koma telinganya bisa mendengar. Kakak, selama ini Irish ... sedikit kurang membaik," ujar Irish menaruh pelan tangan Sergio, mengusap sudut matanya.

ting

ting

Irish mengabaikan dentingan notifikasi ponselnya, Ia hanya punya sedikit waktu mengunjungi kakaknya atau Liam curiga dan menyusul ke sekolah sebab telat pulang. Kini, perasaan Irish sedikit lega setelah menemui Sergio, sembari kakinya melangkah, tatapannya  sesekali melirik ponsel genggam.

Obsession Brother [ ON GOING ] Where stories live. Discover now