૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 015⚶ִׁ

2.1K 74 4
                                    

𖥻14. OBSESSED WITH YOU
________________________

Pukul 14.30 wib.

Kaki terbalut sepatuh putih menginjak pekarangan rumah, netra kehitaman menyapu pemandangan bangunan megah nan kokoh berdiri tegap dihadapan. Sejenak, menikmati terpaan angin sepou-sepoi menyapa rambutnya yang digerai bebas. Bibir merah membentuk kurva sederhana, lantas melangkahkan menaiki anak tangga satu persatu.

Kemarin itu ia pergi bersama suaminya.
Hari ini dia datang sendirian dikarenakan beberapa alasan menjadi faktor utama penghambat, Perusahaan Dirgantara membutuhkan pendirinya, sedang jaya-jayanya makanya Ronald tidak bisa pulang ke Indonesia.

Pintu megah dua pintu terbuat dari kayu jati terbuka lebar sekali dorong memberi akses lebar-lebar untuk seorang wanita paruh baya memiliki tiga putra dan satu putri - Mama Juwi.

"Mamaaaaaaaa." Teriakan melengking menyambut heboh, arah kanan tampak Irish berlari kecil seraya merentangkan kedua tangan. Tunggu ada yang berbeda ... dia memakai celemek. Wajahnya belepotan dipenuhi tepung, belum lagi ada warna menempel. Mama Juwi seperti melihat Irish versi kecil.

"Aduh, sayang mamaaa." Tubuh Mama Juwi hampir terjungkal ke belakang karena dorongan kuat Irish. Tak dipungkiri rasa rindu yang terpendam selama beberapa minggu mereda mendapatkan pelukan Irish.

"Irish kangen kangen banget sama mamaaaa," ungkapnya memeluk erat Juwi begitupun sebaliknya saling melepaskan kerinduan. Berulang-ulang kecupan singkat mendarat di dahi, pipi dan terakhir mengecup pucuk kepala Irish.

Sargeo muncul tiba-tiba, tak seheboh Irish sekarang. Sebab, yang dinanti-nantikan adalah bingkisan bawaan mama. Tidak mungkin pulang dengan tangan kosong 'kan? Oh, iya, selain Irish ternyata Sargeo memakai celemek juga.

Juwi terheran-heran dengan kedua anaknya sekarang. Mereka memasak? Sedang merayakan apa sampai Irish celemotan begini.

"Masak apa didapur, kok, kayak...." Juwi memicing curiga menatap bergantian Sargeo dan Irish - anak perempuan satu-satunya tidak pernah menyentuh bagian dapur. Lalu sekarang? Ini sangat lucu hingga Juwi mencubit pipi Irish.

"Kami masak," jawab Irish setelah melepaskan pelukan singkat, cukup mereda rindunya yang menggebu-gebu. Juwi mangut-mangut paham.

"Masak apa, coba? Selama mama masak gak pernah seberantakan kamu." Bibir ranum tanpa polesan liptint dan segalanya maju beberapa centimeter, cemberut ceritanya.

"Ma, perdana buat Irish nyentuh dapur. Makanya seberantakan itu." Sargeo menjawab jahil, mama tertawa mengangguk paham.

"Siapa yang ngajarin?" tanya Juwi. Sargeo mengangkat sebelah tangan dan mulai menceritakan awal kenapa Irish tiba-tiba minta diajarin masak itu mendengar berita mama pulang hari ini. Jadi, Irish mau menyambut mama dengan masakannya yang first time. Sargeo menceritakan kejadian selama mengajari Irish berkutat, nanya ini itu, menjerit, bersembunyi dibalik punggung Sargeo kala memasukkan udang ke panci dalam kondisi minyak sudah panas. Akhirnya? Sargeo yang menyelesaikan sendiri dan Irish membuat vlog dadakan.

"Mama tenang, mama gak boleh marah. Dapurnya udah Irish bersihin, udah kinclong pokoknya." Gadis itu menyengir kuda, gigi putih berjejer rapi terlihat.

Mama mencubit dagu Irish pelan. "Kamu bersih-bersih, setelah itu kita cobain masakan kamu dan Sargeo. Mama mau nanya banyak, dan..." Ada jeda sejenak kala teringat sesuatu yang janggal. "Di mana Sergio?" 

Irish mengangkat bahu pertanda tidak tahu.

"Dari pagi gak keliatan, Ma." Sargeo menjawab, "Kuliah, kali."

drrt drrt drrrrtt.

"Sebentar." Tangan Juwi merogoh tas sling bag, mengambil benda pipih casing hitam. Keningnya mengerut mendapatkan panggilan telepon dari nomor tidak dikenal. Tanpa basa-basi, tombol hijau ia geser ke atas, meng-aktifkan ikon loudspeaker agar Irish dan Sargeo mendengar.

Obsession Brother [ ON GOING ] Where stories live. Discover now