૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 024⚶ִׁ

957 45 15
                                    

𖥻24. PUTRA PUTRI DIRGANTARA
_____________________________________

"Sebesar apa kecewamu terhadap Liam, Irish?" celetuk Alaska menghampiri calon istrinya, mendaratkan bokong di kursi tepat berhadapan Irish. Sejak kejadian menemui di cafe bersama Orion dan gumaman penuh kecewa, dari situ pula Irish berubah kian menutup diri dan membatasi diri. Belum ada satu kata penjelasan, semuanya dipendam.

Mogok makan dan sekolah. Sementara di lain sisi Liam dengan penuh tanda tanya besar bersarang dikepalanya terus menghantui Alaska sepanjang hari, menanyai keadaan adiknya dan harus disertai pembuktian foto atau video semacamnya agar hatinya lega.

Alaska berasa diteror, ia tidak bisa fokus sepanjang bekerja dikantor.

"Sebesar biji kecambah," jawab Irish sembarangan, menguap lebar tanpa minat mendongakkan kepala melihat lawan bicara. Ia lebih suka memainkan benda pipih pemberian Sergio.

"Kamu ga mau cerita?" tawar Alaska menaikkan sebelah alis, berulang kali empat kata terucap berulang-ulang. Namun, sayang sekali berujung penolakan dan gelengan kepala, diakhiri terima kasih.

"Aku cerita takutnya kakak aduin ke Bang Raje," gumam gadis itu menghela nafas berat, menggembungkan pipinya. Mendadak bosan dia seharian mengurung diri di kamar, bermain ponsel, tiduran. Tetapi itulah caranya ia menangkan diri dari rasa sedih yang begitu besar menimpa. Berharap mimpi buruklah menghampiri, bukan kenyataan pahit sekarang ini.

Alaska melipat kedua tangan di meja. "Sesulit itu kamu percaya saya, Irish?"

Gadis itu menatap Alaska sesaat, kepalanya mengangguk jelas.

"Bang Raje tahu keberadaanku karena Kak Alaska ngasih tahu. Padahal aku udah bilang jangan kasih tahu siapapun," omelnya. Bukan Alaska saja, kok, yang diteror habis-habisan. Malah Irish lebih parah, ratusan panggilan tidak terjawab, puluhan pesan dianggurkan.

"Dia memaksa saya." Alaska membela diri. Ada jeda sejenak, Alaska mengeluarkan ponsel, menekan layar canggih di genggaman tangannya. Ia tunjukkan roomchat Liam bersamanya kepada Irish.

Supaya percaya, Alaska sudah berbicara jujur soalnya.

"Kata Liam, kali pertama ia dicuekin begini oleh adik kesayangannya. Sebelum kamu kembali ke rumah dan menjelaskan semua yang terjadi. Acara pernikahan ditunda beberapa hari. Surat undangan belum dicetak, dan Grace sendiri tidak mempermasalahkan keputusan Liam," jelas Alaska. Akhir-akhir ini ia jarang pulang dikarenakan adik Liam berada di rumahnya, ya, walaupun bukan mereka berdua tinggal satu atap. Ada kedua orangtuanya, entah kenapa Alaska merasa canggung.

Apalagi hal-hal tidak pasti.

"Oh." Irish merespons singkat. Mulutnya, doang, hatinya berbisik tak karuan memikirkan bagaimana nasib abang tertuanya. Permintaan Irish mana yang tidak dipenuhi? Keinginan Irish mana yang tidak diwujudkan oleh Liam?

Irish berpikir Liam lelah menghadapi sikap kekanakan adik bungsunya, minta ini dan itu. Ajaibnya, hitungan jam permintaan dan keinginan tersebut terkabulkan cepat.

"Papa bilang, yang lebih besar cintanya terhadapku diantara ketiga abangku adalah Bang Raje. Karena Bang Raje sangat menanti kelahiranku," ucap Irish menatap datar Alaska yang juga menatapnya balik penuh tanda tanya.

"Rasa kecewa terhadap manusia itu wajar, tetapi sudah seharusnya pula kamu menerima rasa kecewa tersebut dengan kelapangan." Alaska menyimpan benda pipihnya, kali ini Irish sulit memahami perkataan calon suaminya, benar-benar menyebalkan!

"Ma-maksudnya?" tanya Irish mengerjapkan mata berulang kali.

"Perbaiki hubunganmu dengan Liam, itu solusi mengakhiri rasa kecewamu," kata Alaska diserta nada suara lembut.

Obsession Brother [ ON GOING ] Where stories live. Discover now