૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 016⚶ִׁ

1.7K 68 9
                                    

𖥻16. PERMINTAAN MAAF
__________________________

"Kamu harus bisa bedain antara obsesi, cinta, dan rasa sayang sebagai kakak adik." Sargeo memasang senyum lebar sembari merapikan rambut Irish yang berantakan. Disusul kekehan kecil karena mendapati raut wajah polos nan membingungkan, mungkin perihal tadi terlalu dewasa untuk dipelajari, alias tidak mudah.

Sargeo menatap manik netra bercahaya Irish, dilipatkan kedua tangan di meja, sedikit mencondong ke depan. Sargeo ingin meluruskan sesuatu hal agar Irish tidak semakin tersesat.

"Sayang sebagai kakak dan adik, misalnya antara kamu dan abang. Kamu punya perasaan lebih sama abang?" Irish menggeleng cepat, bibirnya mengurucut dan melayangkan pukulan pelan.

"Sudut pandang aku tentang abang gak bakal berubah. Abang tetaplah abang," jawab Irish tegas.

Sargeo mengangguk paham, mulai mengerti dirinya. "Kamu udah bisa lihat contoh di lingkunganmu sendiri, Irish. Gak perlu kayaknya abang jelasin banyak-banyak." Berdehem kecil, meluruskan badan duduk tegap.

Netra Irish bergerak kanan kiri memperhatikan para pengunjung datang dan pergi, yang bercengkrama menggenggam erat tangan.

"Apa kamu memiliki perasaan lebih ke Sergio?" tanya Sargeo menatap serius Irish. Yang ditatap mendadak gugup dengan detak jantung berdetak tak karuan.

Hingga hitungan kelima detik, Irish tak kunjung menjawab karena bingung dengan dirinya dan perasaannya. Ada banyak cara sebelum jatuh lebih dalam lagi, dan harus menguasai beberapa materi yang disebutkan Sargeo beberapa menit lalu.

Sargeo menggenggam tangan Irish. "Tetaplah pandang Sergio sebagai saudara, sebagai kakak kamu. Jangan jatuh cinta, jangan terlalu menurut padanya. Turuti perkataan hati kecilmu, pandang matanya ke kamu itu udah beda," jelasnya membuat Irish tertegun.

Pemuda itu menoel hidung mancung Irish. "Udah, rileks aja. Pokoknya kalau Sergio macam-macam jangan takut buka suara, oke?" Irish mengangguk kepala refleks. "Dan...." Sargeo mengulum bibir memikirkan sesuatu, jarinya berbunyi tanda mendapatkan susunan kata yang pas. "Abang tinggal gapapa? Abang baru inget Sahara ada di sini," katanya sambil menyeruput minuman.

"Hah? Kok, bisa?" tanya Irish kebingungan.

"Calon kakak iparmu salah informasi, kamu tahu 'kan abang punya kembaran?" Sargeo menggeleng tidak habis pikir. Padahal berbeda sedikit jauh, bisa-bisanya Sahara mendapatkan informasi keliru dari temannya. "Abang susul dia dulu, oke? Kamu duluan aja ke ruangnya Sergio. Jangan nunggu di sini, soalnya abang ga bakal jemput kamu," celotehnya diakhiri cengiran.

"Iya abang, gih, sana." Irish berpikir menunda karena makanannya belum habis.

Melihat Sergio terluka berakhir rumah sakit membuat hati Irish tersayat tak berdarah. Bersama Sergio, jantungnya tidak pernah aman dan banyak tuntutan yang harus dipenuhi keterpaksaan. Irish menghela nafas panjang menelusuri lorong rumah sakit sendirian dengan isi kepala berlari kesana-kesini.

'Apa benar ia telah jatuh cinta pada kakaknya sendiri?'

Rasanya kepala Irish mau pecah karena Sergio dan perasaan yang begitu sulit dipahami, terlalu hanyut berenang dalam ilusinya Irish tidak menyadari menabrak seseorang.

"Sorry sorry, aku ga sengaja." Irish dengan rasa bersalah, orang itu mengangguk saja dan terkejut mendapat pelaku yang menabrak dirinya.

"Irish?" Pemuda itu terkejut tidak menyangka gadis di depannya adalah Irish Rayne Pertiwi - sisiwi baru sekaligus temannya.

"Lucas," sebut Irish hampir lupa nama cowok blasteran yang belum fasih ngomong bahasa Indonesia.

"Ngapain di sini?" tanya mereka berdua serentak. detik selanjutnya tertawa kecil.

Obsession Brother [ ON GOING ] Where stories live. Discover now