09. 1 Minggu lagi.

1.9K 221 3
                                    

Hilyah berdiri di depan gerbang menunggu jemputan dari Mang Asep. Sesekali juga melirik arloji yang ada di pergelangan tangannya. Melihat ke kanan dan ke kiri, tapi ternyata mang Asep belum juga sampai.

"Masih lama gak ya Mang Asep? Udah mau sepi," gumam Hilyah.

Saat melihat jalanan kembali, tiba-tiba ada tangan yang menarik kencang rambutnya, "gue udah bilang ke lo, jangan deketin Rey lagi. Lo budeg hah! Mau gue laporin ke ibu sama ayah supaya lo dihukum?"

Hilyah mencakar wajah Dara sampai merah dan ada juga yang sampai terluka akibat cakarannya, karena sakit pada wajahnya Dara melepaskannya jambakan itu.

"Bangsat wajah gue," teriaknya sembari memegang wajahnya yang terkena cakaran dari Hilyah.

Hilyah menyeringai saat tangan cantiknya berani mencakar wajah Dara yang mengakibatkan goresan dan sedikit darah di wajah mantan Adek tidak tau dirinya itu.

Mantan adek? Entahlah, Dara saja tidak pernah menganggapnya seorang kakak.

Dara ingin membalas dan mencoba mengangkat tangannya ingin menampar Hilyah, tapi usahanya gagal karrna Rey berhasil menahan tangannya sebelum melukai Hilyah.

"Lo bisa nggak sehari aja nggak bikin masalah. Lo gak pernah capek ganggu Hilyah terus, hah!"

"Kak, dia duluan bukan aku. Gara-gara kak Hilyah juga wajah aku sakit kak," Dara menangis untuk mendapat simpati dan belas kasih dari Rey.

"Gak usah caper lo jadi cewek. Orang kaya lo itu  pantes dapetin itu. Hil, kenapa cuma cakar sih, patahin sekalian tangannya biar dia jera dan nggak gangguin lo lagi."

Bukannya membela Dara, Rey malah membela Hilyah. Hilya tersenyum bangga.

"Pergi sana, jangan kaya kuman nempel mulu," Rey mendorong tubuh Dara untung saja tidak sampai tersungkur.

Dara yang mendapatkan perlakuan ini menahan amarahnya karena ada Rey. Kalau tidak, ia sudah mencelakai orang yang bersama Rey itu.

Hilyah sebenarnya pemberani, namun saja samasa ia tinggal dirumah itu banyak manusia berhati iblis didalamnya. Ia juga tidak mau mati konyol karena ulah mereka, alhasil ia berpura-pura lemah. Untuk masalah sakit hati itu bukanlah keinginanya.

"Mana yang sakit? Gue obatin dulu ya?"

"Nggak usah, gue pamit dulu ya, mang Asep juga udah dateng," Hilyah pamit saat mobil yang ditunggunya datang.

Sekalian juga ia ia ingin membeli obat bekas luka di apotek.

*****

Hilyah masuk ke dalam rumahnya, ternyata kakeknya sudah pulang dari kantor.

Hilyah menyalami punggung tangan kakeknya, "kalau masuk, biasakan ucapkan salam dulu Hilyah," tegur Arya.

"Maaf kek, Hilyah lupa hehehe, udah kebiasaan juga. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Hilyah ke kamar dulu ya kek," Hilyah beranjak melangkahkan kakinya, namun Arya segera menahannya. "Tunggu dulu. Kakek ada sesuatu buat kamu."

Hilyah mengernyitkan dahinya bingung. Arya memberikan 2 buah buku. Hilyah pun mengambilnya. Ia membaca judulnya, "tuntunan sholat lengkap sama Iqra," gumamnya.

"Itu buat kamu belajar. Masa calon istrinya Gus tidak bisa ngaji sama sholat. Habis makan belajar dulu ya sama bi Asih atau mang Asep. Kakek masih ada kerjaan dikantor, nanti setelah pulang biar kakek yang ajari kamu."

"Itu juga bisa jadi modal kamu buat berdoa sama Allah. Buat doakan orang tua kamu juga. Nanti setelah kamu nikah, kamu juga jangan lupakan kewajiban kamu sama Allah. Jangan tinggalkan sholat 5 waktunya syukur-syukur dibarengi juga dengan sunnahnya. Paham cucuku."

Our StoryWhere stories live. Discover now