15. Kembali.

2.1K 228 20
                                    

Keesokkan harinya.

Semua perlengkapan yang akan Hilyah bawa untuk menetap dengan sang suami di Pesantren An-Nur sudah dibereskan dibantu dengan Bi Asih semalam.

Semalam juga Gus Adzam tidak tidur sekamar dengan sang istri karena Hilyah mengunci pintu kamarnya dan hanya mau dibuka oleh Bi Asih saja.

Dengan wajah yang kesal, Hilyah menyalami punggung tangan Kakeknya dan Bi Asih.

"Kakek hati-hati disana, jaga kesehatan juga, jangan sampai sakit. Hilyah pamit."

"Nurut ya sama suami kamu." kata Arya.

Hilyah membalas dengan anggukan malas.

Arya membisikkan sesuatu pada telinga Gus Adzam. Hilyah hanya melihatnya hanya acuh, bukan urusannya juga, pikirnya. "Saya minta kamu ambil hak Hilyah yang sudah mereka ambil, Adzam."

"Saya berjanji akan mengambil hak itu."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati."

Mereka mulai memasuki mobil. Hilyah awalnya ingin duduk di disamping pintu namun dilarang oleh sang mertua dan berakhirlah ia duduk di sebelah Ummi Nabila dan nyai Fara.

Sedangkan Gus Adzam menyetir mobil dan disampingnya ada Abi Raihan. Kyai Umar dan keluarga Gus Fahri berada dimobil yang berbeda.

Hilyah mengamati jalan lewat jendela, mobil mereka sudah memasuki jalan yang hanya khusus untuk mobil.

"Ngantuk?" tanya Ummi Nabila.

"Nggak Ummi, Hilyah cuma khawatirin kakek aja. Seharusnya diumur yang segitu sudah harus banyak-banyak istirahat bukan malah bekerja. Hilyah juga khawatir kalau kakek sakit disana. Apalagi disana nggak punya keluarga."

Ummi Nabila memeluk tubuh sang menantu dari samping dan mengelus kepala Hilyah yang terbalut hijab instant pemberian Bi Asih sebagai hadiah pernikahannya.

"Kakek kamu orang yang kuat. Doakan terus supaya nanti kerjaannya lancar dan sehat selalu."

Hilyah mengangguk, dekapan sang mertua sangat nyaman. Mungkin, ini juga yang akan ia rasakan jika ibunya masih hidup. Pelukan hangat dari orang yang sangat ia rindukan.

Hampir 20 menit berada dipelukan Ummi Nabila membuat Hilyah terlelap dialam mimpinya. "Tidur Nduk?" tanya Nyai Fara.

"Iya Ummi, ngantuk banget kayaknya. Mungkin semalam juga kurang tidur matanya juga sembab, karena nangis juga sepertinya."

"Wajahnya sangat mirip dengan Zahra, buat Ummi kangen sama Atthar."

"Nanti setelah kita sampai, kita ziarah ke makam Atthar dan Zahra, ya." sahut Abi Raihan.

Kedua orang itu mengangguk

"Mau gantian." tanya Abi Raihan pada putranya. Kasihan melihat sang putra yang sudah beberapa jam menyetir.

"Tidak usah bi, Adzam masih kuat."

*****

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Mulai dari Jakarta menuju Banyuwangi yang menempuh jarak ribuan kilo mater dan hampir satu harian mereka didalam mobil.

Sekarang keluarga itu sudah tiba di Pesantren An-Nur. Beruntungnya malam hari mereka sampai dan para santri mungkin sudah terlelap karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

"Dzam?" panggil Ummi Nabila. "Iya, Ummi."

"Bawa istri mu ke kamar kamu yang ada di ndalem dulu. Besok kamu bisa tinggali rumah itu. Cepat kasihan istrimu, nanti badannya sakit jika terus seperti itu." Gus Adzam mengangguk patuh.

Our StoryWhere stories live. Discover now