14. Ternyata...

2.4K 249 25
                                    


Happy Reading.


Hilyah berada dalam kamarnya sendirian setelah di nasihati dengan nada yang sedikit menyayat hatinya. Selama ini dirinya tidak tau apa itu kata mahram. Alhasil selama ini ia sudah banyak berpelukan bahkan bergandengan tangan dengan sahabatnya. Dan ia tidak tau kalau itu dosa dan dosanya juga besar.

Ia berpikir, bagaimana nasib orang tuanya disana? Apakah mereka sedih melihat kelakuan anaknya didunia yang sering melakukan dosa.

"Gus Adzam kalo marah nyeremin banget sih, kayak mau makan gue aja. Gue bukan mau ngebela diri karena nggak tau perihal bukan mahram. Ya, tapi gimana lagi orang guenya aja jauh dari agama. Jangankan tau masalah mahram, selama ini gue aja nggak pernah tau apa itu Tuhan. Tapi itu dulu, sekarang Hilyah mau belajar memperbaiki diri."

Hilyah terdiam sejenak.

Hilyah bukan nonis apalagi atheis. Hilyah beragama islam, cuma dibesarkan saja oleh keluarga yang tidak peduli tentang keyakinan yang dianutnya.

"Ya Allah, maafkan hamba karena tak tau kalo pelukan sama Rey itu dosa. Kira-kira Allah maafin gue nggak ya? Kayaknya dimaafin deh kan gue baru tau."

"Kasihan selama ini gue sering deket sama laki-laki, dosa gue sampe kek Papah nggak ya?."

Setelah membersihkan make up dan mandi, Hilyah kembali ke kamarnya dengan memakai celana pendek dan kaos hitam oversize dan tak lupa mencepol rambut panjang dan hitam pekatnya.

"Gerah banget tadi pake jilbab, bajunya apalagi. Huh, sekarang bisa pake baju gini lagi adem banget." Hilyah langsung tiduran terlentang di atas ranjang empuknya.

*****

Gus Adzam berjumpa dengan Umminya sebelum ia memasuki kamar sang istri untuk melaksanakan sholat ashar berjamaah.

"Gimana, sudah lihat istri kamu? Cantik ndak? Pasti cantik dong. Mantu Ummi."

Ummi Nabila terkekeh sendiri saat mulutnya mengeluarkan kata-kata yang lumayan lebay bin alay.

"Adzam lihat, cantik," jawab saja seperti itu, pikirnya.

"Mirip siapa coba?" Ummi Nabila menaik turunkan alisnya menggoda sang putra.

Gus Adzma mengerutkan keningnya karena bingung dengan pertanyaan dari sang Ibunda, "Emang mirip siapa Ummi?"

Ummi Nabila langsung melunturkan senyumnya dan diganti dengan ekspresi tak percaya, ternganga. Ia pikir anaknya akan terkejut ataupun terkesima melihat pasangan halalnya.

"Loh, katanya kamu sudah lihat wajahnya."

"Adzam natapnya cuma sekilas dan dia cantik karena pake make-up Ummi. Ndak tau aslinya gimana, palingan nyebelin," Ummi Nabila memukul lengan putranya pelan.

Mulut anaknya ini tidak bisa difilter.

"Kamu ini. Istrinya sendiri dibilang nyebelin."

"Gimana ndak nyebelin Ummi, tadi Adzam lihat dia pelukan sama sahabatnya didepan Adzam pula."

"Mungkin mereka tidak tau. Dan itu tandanya kamu harus mengajarkan istri kamu, Adzam. Dari wajahnya itu anaknya sopan dan menurut Ummi agak polos-polos. Sudah sekarang kamu masuk ke kamar, mandi, terus berjamaah sama istri kamu."

Gus Adzma mengangguk, Ummi Nabila memeluk tubuh tinggi putranya. Ia beryukur karena amanah dari Zahra dan kakaknya sudah terlaksana sekarang.

"Tuntun dia ya. Jangan kasari dia, kalau kamu kasari istri kamu sama saja kamu kasari Ummi dan Almarhumah Umma Zahra. Jadi seperti Abi kamu yang tegas. Jika menasihati sabar dan juga lembut, jangan mudah terpengaruh oleh bisikan setan."

Our StoryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora