23. Berjuang lagi.

2.1K 235 13
                                    

Sholat maghrib akan dimulai 5 menit lagi. Hilyah masuk ke dalam masjid dan mencari tempat paling belakang. Masa iya dirinya yang tidak bisa sholat harus menempati tempat paling depan.

Kalau dibelakang kan enak saat ia salah bisa melihat gerakan jamaah di depannya.

"Mbak Hilyah, sini." panggil Asya saat melihat Hilyah tengah mencari tempat yang pas untuk sholat.

Hilyah menoleh saat dipanggil dan langsung menghampiri kedua temannya.

"Kok tumben Mbak baru sholat ke masjid?" tanya Asya.

Hilyah menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Dateng bulan, makanya baru sekarang ke sini."

Keduanya mengangguk paham. "Hari ini jadwalnya siapa yang jadi Imam, Syif?"

"Kayaknya Gus Adzam deh."

"Serius!" seru Asya.

Hilyah menatap Asya bingung. "Kenapa kalau Gus Adzam yang jadi Imam, apa spesialnya sampai buat kalian kegirangan gitu?"

Asya dan syifa tersenyum. "Kamu ndak tau saja kalau Gus Adzam yang jadi imam. Laki-laki idaman banyak wanita tau ndak. Sudah ganteng, tegas, kalau imamin suaranya masya Allah. Apalagi kalau pas bacain ayat Al-quran, berasa kita lagi dimana gitu, adem banget pembawaannya."

"Betul banget. Hati aku minta dihalalin tau. Kalau aku ndak punya malu udah aku seret Gus Adzam ke KUA buat langsung halalin aku."

Hilyah menahan kesal pada keduanya, kenapa mereka memuji dan minta dihalalin di depan istri sah Gusnya itu. Rasanya ia ingin mencakar wajah suaminya karena terlalu tampan sampai dihalui oleh banyak wanita.

"Wahai manusia, jangan terlalu berhalu nanti bisa dijatuhkan dengan ekspektasi mu." ujar Hilyah.

"Kita bukan halu, Mbak, selagi janur kuning belum melengkung, doa aku akan selalu terucap terkhusus disepertiga malam. Mungkin Gus Adzam juga sama-sama sebut nama aku." sahut Syifa sembari tersenyum tak jelas.

"Harap dimaklumin ya Mbak, Syifa emang seperti itu kalau sudah menyangkut Gus Adzam."

"Agak Gila ya." celetuk Hilyah yang langsung dibalas anggukan pelan oleh Asya. "Kalian mah. Asya juga gitu ya jangan Syifa terus."

"Kalian ngehaluin belum tentu masuk ke kriteria Gus Adzam. Gus Adzam juga dingin gitu sama agak misterius, nggak tau jugakan dibalik ke misteriusannya menyimpan istri dibelakang sana."

"Maks—"

Brak.

Suara pukulan dari meja mengaji di sebelah ketiganya. Dan pelakunya tak lain dan tak bukan ialah orang yang paling Hilyah muakkan atas keberadaanya, Ustadzah Fika.

"Nih orang ada mulu perasaan, lenyap kek sekali-kali." gerutu Hilyah.

"Kalian ini harusnya diam bukan malah mengghibah apalagi saat adzan. Siap-siap karena sudah mulai iqamah."

"Iya Ustadzah. Ustadzah juga jangan lupa sholat." ucap Syifa.

Allahu akbar, Allahu akbar. Laa ilaha ilalallah.

Suara iqamah selesai di kumandangkan.

Imam mengucapkan takbir yang artinya sholat sudah dimulai. Hilyah mengikuti gerakannya sesekali juga melirik orang disamping dan didepannya. Terkadang saat sujud ia juga telat bangun.

Suara imam membacakan surat Al-fatihah dan surat lainnya terdengar merdu, dan Hilyah harus mengakui bahwa suara suaminya itu sangat indah dan syahdu di dengar.

Suatu saat, mungkin ia akan meminta Gus Adzam untuk mengimami sholatnya dirumah dan mungkin juga bersama keluarga kecilnya nanti.

Walaupun sebelum menikah ia sudah diajarkan gerakan sholat oleh kakeknya, tetapi ia juga masih kaku dan terkadang lupa dengan gerakan sholat. Dan sekarang ia harus benar-benar mengingatnya. Hilyah juga harus ingat walaupun sudah sah menjadi istri Gus Adzam, Hilyah merasa masih banyak saingan.

Our StoryWhere stories live. Discover now