30. Cemburu?

2K 249 108
                                    

Ketiga gadis ini berjalan menuju pasar yang tidak jauh dari pesantren. Selain karena Hilyah yang ingin membeli kebutuhan pokoknya, mereka juga diminta oleh Ummi Nabila untuk membeli bahan-bahan yang akan dimasak di ndalem nantinya.

Hilyah menggerutu karena saat langkahnya hendak menuju gerbang, mereka harus melewati area santriwan terlebih dahulu. Banyak godaan-godaan atau catcalling dari mereka yang tertuju padanya. Mereka tidak tau saja siapa yang digoda, kalau sudah tau bisa kena hukuman dari sang suaminya.

"Ciee... Hilyah banyak yang naksir, ciee." goda Syifa.

"Syif, mau gue tendang?" ancamnya menunjukkan raut wajah garang. Yang diancam malah cengengesan tidak jelas.

"Ndak, aku cuma bercanda kok. Maaf Hilyah."

"Tadi ada santriwan ganteng loh namanya Ardhan. Bisa dibilang paling ganteng diantara santriwan yang lainnya, tapi masih gantengan Gus Adzam kemana-mana, sih." kata Asya.

Syifa menyetujuinya. "Bener banget, Ya Allah jangan goyahkan hatiku karena ke datangan Ardhan. Semoga hatiku tidak akan berpaling dari Gus Adzam ke Mas Ardhan, aamiin paling keras."

"Jangan pada halu deh." ucap Hilyah ketus.

Hilyah berjalan sedikit cepat karena malas mendengarkan ucapan mereka. Asya dan Syifa berlari menyusulnya. "Jangan cepet-cepet jalannya, Hilyah."

"Ya buruan!"

Akhirnya mereka sampai juga pasar swalayan.

Ketiga gadis itu memilih bahan-bahan yang menurutnya masih segar. Seperti daging-dagingan dan sayur-mayur lainnya. Tidak lupa juga membeli bumbu untuk menjadi pelengkap masakannya nanti.

Setelah sekian lama mereka tawar-menawar, mereka juga harus pulang lagi ke pesantren.

Yang Hilyah malaskan adalah harus pulang menuju jalan yang sama, gerbang pesantren.

"Afwan Akhi, boleh bukain gerbangnya." ucap Asya pada santriwan yang sedang duduk di depan penjagaan gerbang.

Laki-laki itu mengangguk dengan melirik pada salah satu diantaranya.

"Gue colok juga ya mata lo!" sentak Hilyah.

Laki-laki itu menunduk. "Maaf."

Setelah gerbang dibuka Hiyaah langsung meninggalkan ketiganya. "Hilyah! Eh, terima kasih Ardhan. Maaf ya karena kelakuan teman saya." ucap Syifa.

Ardhan mengangguk. "Tidak apa-apa. Tolong berikan cokelat ini padanya, ya."

Syifa kebingungan, Hilyah sudah menyuruhnya untuk tidak menerima pemberian para santriwan, termasuk cokelat. Tapi ia juga tidak enak untuk menolaknya.

"Maaf Ardhan, jangan memberinya cokelat lagi ya. Saya permisi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ardhan salah satu santriwan yang paling kalem, umurnya baru 20 tahun. Ia juga mengabdi di pesantren ini sembari berkuliah.

*****

Keessokkan harinya...

Hilyah berangkat bersama dengan Gus Adzam. Karena sekolahnya tidak terlalu jauh, mereka berjalan kaki beriringan.

"Nanti kalau ada yang lihat atau curiga gimana, Gus?"

Sedari tadi yang ia pikirkan hanya ini, takut banyak santriwan atau santriwati yang melihatnya. Takut juga mereka berpikiran buruk tentangnya. Misalkan saja, Hilyah dikira caper atau yang lebih parahnya simpanan sang Gus, beh.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang