2. Mati itu Rahasia

1.4K 147 49
                                    

🌬🌬🌬

Hidup merupakan sebuah pertanyaan serta bagaimana manusia menjalani kehidupan merupakan jawabannya.” - Ananta Airlangga.

Happy Reading

24 Desember 2022

Matahari baru saja terbit dari arah timur dengan cahaya benderang nya yang akan memulai pekerjaannya dengan semangat yang membara setelah semalaman ia beristirahat. Saatnya untuk menyaksikan serta menemani makhluk pribumi untuk memulai bekerja, belajar, berdagang, bahkan bertahan hidup.

Seperti anak Mapala Trisakti sekarang yang sudah siap dengan tas carrier masing-masing  di punggunya dengan perlatan lainnya, mereka ber-12 sudah berkumpul Arlan memang belum datang, dia ini memang manusia paling lambat kalau berpergian. Di Terminal Pondok Pinang ini mereka sedang menunggu bus yang akan mereka taiki menuju Tawangmangu. Sebenarnya mereka bisa menaiki bus yang berangkat jam 3 sore, tapi untuk tidak membuang-buang waktu mereka memilih untuk pergi lebih awal agar sampai di gunung Lawu dengan cepat.

"Tuh anak kemana sih kebiasaan kalau ada acara suka datang terlambat." ucap Arkha mondar-mandir menunggu Arlan yang tak kunjung datang juga.

"Nanti lo potong aja lehernya kak." timpal Dinda yang seketika membuat Keylara yang berada di sisinya terkekeh.

"Gue potong leher dia, lo gue gantung di pohon rambutan." reflek Dinda menelan ludah. Ia sedang tidak mood untuk mengusili Arkha, entah kenapa imun tubuhnya terasa melemah. Namun jika tidak ikut sayang sekali, ini momen yang paling Dinda tunggu-tunggu. Bagaimana ia kalau tidak ikut, tidak seru.

"Obatnya udah di minum?" tanya Bian tiba-tiba menghampiri Dinda yang sedari tadi memang duduk.

"Udah kak." jawab Dinda seperlunya.

"Minum wedang dulu nih." tangan Bian menjulurkan sebotol wedang yang entah dari mana lelaki itu membawanya.

"Dari mana kak?" tanya Dinda.

"Tadi gue beli di luar." jawab Bian masih setia menjulurkan sebotol wedang yang belum juga Dinda terima.

Tidak lama dari itu Dinda menerima sebotol wedang itu dengan hati yang paling tulus. Tumbenan sekali Bian si es kutub utara baik padanya, biasanya saja hobinya cuma marah-marah. Mungkin memang saja hanya karena kebetulan, sudah beberapa kali Dinda mendengar ucapan dari mulut kakak tingkatnya itu bahwa. "Gue itu udah nganggep lo kaya adik sendiri, lo gak usah sungkan."  Dinda pikir itu hanya ucapan belaka saja. Tapi di lihat-lihat ucapan itu memang serius dari lubuk hati Bian yang paling dalam.

Mengapa Dinda malah memikirkan lelaki itu dengan cepat ia menggelengkan kepalanya dan segera sadar dari pikiran yang sangat tak masuk akal itu. Hingga akhirnya seiring berjalannya waktu ia baru saja melihat Arlan datang berlarian.

"Gue patahin leher lo Arlan." ucap Arkha membuat Arlan yang baru saja datang langsung merasa takut.

"Baru aja datang udah mau matahin leher aja lo mah Kha."

"Lagian lama banget kaya lagi nunggu pembagian sembako." jawab Arkha.

"Udah ayo buruan, beberapa menit lagi bus nya berangkat." intruksi Anta.

MAHASURA [END]Where stories live. Discover now