20. Akal Manusia

635 103 40
                                    

Happy Reading

Sama hal nya dengan Inka, yang lainpun sepertinya melirik ke arah kanan kiri depan dan belakang hanya sekedar untuk melihat keberadaan Dipta yang menghilang begitu saja. Mereka rasa, tadi Dipta masih ada dengan mereka, berjaga paling belakang seperti biasanya. Namun, sekarang anak itu menghilang dari area tanpa berkata sedikit pun. Sama halnya dengan Kanaya, anak itu juga sering  sekali menghilang beberapa menit lalu muncul, memang aneh namun itu kenyataannya.

Arkha yang memang bisa merasakan hawa tidak enak dari diri Kanaya, merasa takut jika Kanaya bukan manusia biasa. Arkha takut Kanaya lah yang akan membawa petaka selanjutnya, auranya begitu gelap.

"Ck mau nambah beban lagi apa." Dengus Arkha yang memang perlahan muak juga dengan kecerobohan teman-temannya. Mungkin saja bisa di sebut takdir, jika perlahan kematian mendekat itu memang sudah waktunya dan tidak di sangkut pautkan dengan pendakian ini, hanya saja Tuhan mentempatkan itu di waktu yang seperti ini.

"BANG DIPTA!" teriak Dean mengawali. Tentu saja detik itu juga Dean merasa sesak nafas, mungkin saja anak itu sudah mulai mengalami trauma yang terpendam. Kehilangan seolah sudah menjadi biang penyakit yang akan membunuhnya kapan saja.

"DIPTA! KANAYA! kita mau lanjut ayo!" Teriak Bian membantu. Walaupun pikiran negatif sudah bersarang dalam pikirannya, ia berusaha untuk menepis semua itu dan berfikir dengan lebih benar lagi. Meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja.

Anta yang melihat situasi yang mulai kembali tak kondusif menghela nafas panjang, rasanya menjadi Leader saja ia sudah tidak bisa mengkondisikan kembali situasi. Perihal Sara saja masih membekas, belum lagi Astrid dan Arlan yang belum juga mereka temukan, mereka kira saat di tinggalkan waktu itu tidak akan membuat semuanya menjadi berubah. Menyepelekan sesuatu yang kecil itu terkadang menjadi sesuatu hal yang lebih besar.

"Gue cari Dipta ya..." pinta Inka dengan penuh harap.

"Jangan gegabah diem Ka." ucap Anei yang mulai mencengkram tangan itu, menahan temannya untuk tidak melakukan hal aneh.

"Tapi kalau kita diem aja Dipta gak bakal muncul." ucap Inka kembali.

"Bang gimana?" tanya Bian yang matanya tersorot lemah.

"Biar kita cari kebelakang." perlahan Anta menurunkan Sara dari gendongannya dan menyuruh Hanin untuk menjaganya dengan baik.

"Kalian tunggu di sini, kita bertiga coba check kebelakang lagi." intruksi Anta kepada anak perempuan.

"Jangan hilang lagi." ucap Keylara tiba-tiba dan langsung menggenggam tangan Dinda. Dinda yang merasakan dan mendengarkan itu lantas menoleh dan mengangguk kuat menerbitkan sebuah senyuman yang tertarik paksa.

Dinda merasa bahwa petaka ini perlahan datang karena dirinya, jika saja dirinya tidak hilang seperti ini maka semuanya akan baik-baik saja. Namun, jika Dinda menyalahkan diri kembali bukan malah lebih baik tapi menambah beban orang lain. Nasi sudah menjadi bubur, apa bubur bisa di buat nasi kembali? Itu semua akan gagal.

Hanin lantas mendekati Sara dan merangkulnya, mencoba memberikan kehangatan kepada anak itu agar tidak kedinginan. Padahal mau kedinginan ataupun kepanasan Sara sudah tidak akan bisa merasakannya. "Dingin ya Sar,"

🌬🌬🌬

Serasa sudah membaik, syukur nya Arlan sanggup untuk berjalan kembali. Rasa ingin pulang membuat dorongan yang tak biasa pada dirinya. Astrid ikut membantu Arlan berjalan.

MAHASURA [END]Where stories live. Discover now