25. Rest In Piece, Sang Sweeper

879 112 25
                                    

Happy Reading


Sore ini Mapala Trisakti kembali melanjutkan perjalanan tanpa henti. Mengikis waktu dan medan jalan yang bisa di bilang track paling sulit. Mereka sadar bahwa sebenarnya pada awalnya mereka tidak melewati jalan dengan track se ekstrim ini. Namun, namanya juga tersesat, mau jalannya sulit ataupun mulus akan tetap mereka lewati demi mendapatkan jalan terang yang semoga akan cepat di temukan.

Bukan hanya Anta yang menggendong Sara. Namun, ada Bian yang menjadi sesosok lelaki baik yang kini menggendong perempuan bernama Anei. Dua perempuan yang sama-sama gugur dalam pendakian yang mereka anggap tidak akan seperti ini, dua perempuan yang penuh akan jasannya akan perjalanan ini. Membantu tanpa rasa pamrih sedikitpun. Jika boleh mereka rapuh kali ini, hanya saja kata 'pulang' benar-benar mendesak mereka agar semangat dan melanjutkan perjalanan.

Keringat sudah begitu membanjiri wajah Bian sekarang, walaupun sesekali ia berhenti hanya untuk menyeka keringatnya itu.

Jika di tanyakan bagaimana Inka sekarang, ia benar-benar kacau. Bukan dari penampilan tapi dari dalam. Jika seegois itu Inka benar-benar menjamin bahwa dirinya ingin berputar balik dan mencari Dipta. Sungguh demi apapun, otaknya benar-benar tidak lepas dari sesosok lelaki bernama Dipta. Karena Inka tidak mau mendengar kemarahan teman-temannya lagi kali ini ia hanya pasrah, mengikuti alur tanpa mau merubah. Doa kepada Tuhan tetap Inka gumamkan untuk keselamatan pacarnya itu.

Perlahan sinar matahari pun semakin menepi ke sebelah barat, menandakan bahwa sore ini matahari akan pergi meninggalkan mereka untuk beristirahat, akan di gantikannya oleh bulan yang hanya akan menemani dalam kegelapan.

"Head lamp nya pake dulu semuanya." ucap Anta berintruksi. "Hari udah mulai gelap, kita akan tetap jalan malam ini siapkan tenaga sebanyak mungkin."

Mendengar intruksi itu mereka semua lantas berhenti dan menghela nafas. Mengeluarkan head lamp dari dalam daypack masing-masing dan yang kemudian di pasangkan di kepala masing-masing dengan benar.

🌬🌬🌬


Jika langit terlihat berseri untuk menyapa waktu yang sebentar lagi akan berganti, maka tidak dengan manusia yang berada di bawahnya. Akhirnya sore ini tim SAR di beri pencerahan dengan penemuan mayat busuk yang di percaya adalah salah satu anggota kelompok pendaki yang tengah hilang.

Rasa resah dalam hati masing-masing orang kemudian gelisah, jika sudah di beri satu bukti seperti ini apa mereka harus tetap yakin jika semuanya masih sehat dan hidup.

"Letnan Windu ada di mana?" ucap pemimpin SAR yang di lihat-lihat bernama Agus Hermansyah.

"Letnan Windu sedang menjemput rombongan keluarga korban yang ada di bandara pak." jawab remaja dengan perawakan tinggi dan berisi.

"Ya sudah tolong kabari perkembangan pencarian ini kepada Letnan Windu, kita menemukan satu jenazah bernama Dipta Cakrawala." ucap pemipin Agus kepada anak bawahannya itu.

"Inalilahi, akan saya kabarkan pak." jawab pemuda itu.

Setelah itu pemuda itu segera berlari keluar dan segera cepat-cepat mencari nomer Letnan Windu dan mengabarkan perkembangan yang mungkin saja agak berat untuk di katakan.

...

Di lain sisi pemandian jenazah tetap di lakukan tanpa harus menunggu keluarga korban terlebih dahulu. Petugas pemandi jenazah pun segera bertindak, karena mau bagaimanapun juga mayatnya sudah terlalu bau dan harus segera di mandikan.

Salah satu petugas menyadari bahwa di sana tertera kalung berbentuk salib yang sudah di pastikan bahwa mayat yang terkujur di depannya ini beragama Kristen. "Korbannya beragama Kristen, sebaiknya kita panggil terlebih dahulu petugas yang bisa mengurusnya, mau bagaimanapun juga kita harus menghargai agama yang korban anut."

MAHASURA [END]Where stories live. Discover now