part 4

41.7K 2.1K 14
                                    

"Saya rasa Mama dokter tidak setuju dengan hubungan ini." Dira memecah keheningan yang terjadi, dia merasa perlu untuk membahas hal ini dengan Agam karena akan berdampak pada masa depannya nanti.

"Tadi Papa sudah katakan alasan Mama seperti itu kan? Kenapa masih dibahas lagi."

"Saya rasa kita harus bahas ini lebih lanjut dok karena akan berdampak pada pernikahan nantinya."

"Kamu tenang saja, nanti pasti Mama akan menyukai kamu juga."

"Tenang gimana dok? Mama dokter nantinya akan jadi mertua saya, kalau mertua saya ajak gak suka sama saya gak tenang nanti." Dira menghela nafas pelan, jangan Samoa dia teriak-teriak emosi yang ada nanti malah Nara nangis karena terganggu.

"Yang perlu kamu lakukan agar Mama suka sama kamu adalah buktikan kalau kamu layak jadi istri saya dan dapat mengurus rumah tangga kita dengan baik."

"Terkadang saya aja merasa gak layak jadi istri dokter." Ucap Dira pelan hingga Agam tidak bisa mendengarnya. Lebih tepatnya bukan terkadang tapi selalu, Dira selalu merasa tidak layak jadi istri Agam.

Dira memilih dia tidak ingin melanjutkan percakapan mereka, karena mau bagaimanapun dia mengelak pernikahan ini akan tetap terjadi jika Agam menginginkan. Karena Dira tidak punya kuasa sama sekali, Dira melakukan ini semata-mata demi ayahnya agar tetap bertahan hidup. Tetapi dalam hati Dira berdoa jika Agam memang jodohnya dan pernikahan ini akan berhasil, kelak.

Tidak ada percakapan setelahnya, Agam lun memilih diam karena Dira tidak menjawab lagi. Hingga kini mereka tiba di depan gang rumah Dira, Agam hanya bisa mengantar Dira sampai depan gang karena mobil tidak bisa masuk hingga kedalam sana.

"Besok saya akan menemui ayah kamu, dan meminta restu padanya." Ucap Agam yang sama sekali tidak digubris oleh Dira, tapi Dira masih mendengarnya. Dira memindahkan Nara pada kursi khusus bayi yang berada di kursi belakang, beruntungnya Nara tidak merasa terganggu sama sekali.

"Makasih dok." Ucap Dira sebelum berlalu keluar dari mobil Agam, tanpa perlu menunggu mobil tersebut pergi Dira sudah berjalan masuk kedalam gang. Dilihat dari sini saja sudah sangat terlihat perbedaan antara mereka. Rumah Agam berada di kawasan elit sedangkan Dira hanya rumah sederhana yang terletak didalam gang yang bahkan mobil lun tidak bisa masuk kedalamnya.

* * *

Waktu istirahat makan siang, Agam menggunakan waktunya untuk menemui ayah Dira yang saat ini sedang berada di ruang pasien. Kondisinya belum pulih hingga membuat beliau masih tidak diperbolehkan untuk pulang.

"Assalamualaikum." Agam mengucapkan salam lalu membuka pintu yang tadi tertutup. Disana hanya ada pria paruh baya yang sedang berbaring di ranjang pasiennya. Agam lantas menghampirinya dan menyalami tangan tua tersebut.

"Saya Agam pak, teman Dira." Agam memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, meskipun ia yakin bahwa ayah Dira itu sudah mengenali dirinya.

"Ada yang mau saya obrolkan dengan bapak." Jelas Adam mengatakan tujuannya mengunjungi kamar beliau meskipun sekarang bukan waktu untuk memeriksa kondisinya.

Ayah Dira mencoba duduk meskipun terlihat kesusahan, Agam dengan refleks membantunya.

"Rileks saja pak, saya disini tidak akan membicarakan tentang kondisi bapak." Ayah Dira terlihat tegang, tapi dapat lebih tenang setelah Agam mengatakan tujuannya. Wajahnya juga terlihat gurat kebingungan. Agam lantas duduk di kursi samping ranjang pasien.

"Saya ingin meminta restu bapak." Ucap Agam  setelah beberapa kali menghela nafas. Bagaimanapun dia juga sama seperti laki-laki pada umumnya saat akan meminta restu pada calon mertuanya, gugup tidak bisa dia terelakkan.

"Restu apa dokter?" Suara pelan pun mengudara, kondisinya yang lemah menjadi faktor tersebut.

"Saya ingin menikahi Dira, putri bapak." Keterkejutan tidak bisa ditutupi oleh pria paruh baya didepannya. Dia sangat mengenal putrinya, dan selama ini Dira tidak pernah bercerita jika sedang menjalin hubungan dengan pria manapun. Lalu tiba-tiba saja ada seorang pria mapan yang mendatanginya dan meminta restu.

Tak langsung menjawab, ayah Dira menghela nafas terlebih dahulu. Meskipun dia tau pria didepannya ini adalah pria mapan yang dapat menghidupi putrinya dengan layak, tapi sebagai ayah yang baik tentu saja tidak bisa menyerahkan putrinya begitu saja.

"Keputusan ada pada Dira dok, jika Dira mau saya akan memberi restu. Pernikahan ini yang akan menjalani Dira dan sebagai ayahnya saya hanya ingin putri saya satu-satunya merasa bahagia. Saya tidak ingin Dira jatuh pada pria yang salah, sudah cukup selama ini Dira menderita dan saya tidak ingin dia merasakan lebih dalam lagi." Kesedihan amat terpancar dari sorot mata renta itu.

"Saya tidak berjanji akan selalu membuat Dira bahagia pak karena setiap rumah tangga pasti tidak luput dari pertengkaran kecil. Tapi saya akan berusaha Dira tidak akan menderita dalam hal apapun."

"Kami hanya hanya orang miskin dok, apa keluarga dokter bisa menerima Dira dengan baik?"

"Ayah serta adik-adik saya sudah merestui kami pak, untuk Mama sendiri sedang saya usahakan karena sebelumnya saya pernah gagal dalam membina rumah tangga membuat Mama saya trauma, tidak ingin saya kembali gagal."

Terdengar derit pintu terbuka, kedua laki-laki beda generasi itu segera menoleh kearah orang yang sudah lancang masuk kedalam, yang tidak lain adalah Dira sendiri.

"Assalamualaikum." Dira sudah tidak heran jika melihat Agam yang berada disana, karena semalam juga Agam sudah memberi tau. Dira menghampiri ayahnya lalu menyalami tangan.

"Ayah gimana? Masih ada yang sakit?" Dira memang selalu menanyakan keadaan ayahnya dulu sebelum mengobrol kan hal yang lain.

"Alhamdulillah ayah udah lebih baik. Duduk Nduk, ayah sama dokter ada yang mau diomongkan sama kamu."

"Panggil Agam saja pak." Pinta Agam karena merasa tidak nyaman jika dipanggil dengan sebutan dokter oleh calon mertuanya sendiri.

"Nduk, nak Agam minta restu bapak."

"Iya pak, Dira dan dokter Agam sudah berbicara bahkan tadi malam saja Dira sudah berkunjung ke rumah orang tua dokter Agam." Ayah Dira tampak mengangguk, lalu tatapannya bergantian menatap mereka berdua.

"Kalau memang kalian sudah yakin, ayah restui semoga ini adalah jalan yang terbaik untuk kalian berdua."

"Terimakasih atas restu bapak, rencananya kita akan melangsungkan pernikahan bulan ini juga." Dira sontak saja menoleh ke arah Agam. Matanya melotot, bagaimana Agam bisa mengatakan hal seperti itu tanpa bertanya dulu padanya. Tapi tampaknya tatapan Dira tidak berarti apapun untuk Agam.

"Dok, secepat itu?" Dira berbisik, Agam hanya mengangguk singkat.

"Ayah Dira sama dokter Agam pergi dulu ya. Kayaknya dokter Agam belum makan siang deh, Dira temenin dokter dulu yah." Dira menarik tangan Agam agar segera mengikutinya. Dia butuh untuk melanjutkan percakapan mereka lebih lanjut.

"Saya serius Dira, lebih cepat lebih baik." Ucap Agam tak terbantahkan bahkan sebelum Dira memprotes.

"Tapi kan dok, apa harus secepat itu?" Dira masih mencoba bernego karena jujur saja Dira masih belum sesiap itu.

"2 Minggu itu adalah waktu yang cukup bagi saya." Dira kaku, rupanya Agam memiliki sifat otoriter.

TO BE CONTINUED

Ada yang gak sabar nih kayaknya.

Mau tanya dong pendapat kalian tentang cerita ini. Silahkan komen ya.

Married with Doctor Where stories live. Discover now