part 30

32.7K 1.8K 8
                                    

Kakak kenapa sih? Dari tadi senyum-senyum gak jelas." Vini menyuarakan protesnya, mulai risih dengan senyum Agam yang dianggapnya tidak berdasar.

Tidak menanggapi adiknya itu, Agam tetap fokus pada televisi didepannya sembari senyum tidak terlepas di wajah rupawan milik nya.

"Lama-lama serem tau gak. Atau jangan-jangan kakak kesambet." Vini menjadi heboh sendiri dengan pikiran yang entah muncul darimana.

Agam berdecak mendengar pendapat ngawur dari adiknya itu. Memang salah ya kalau Agam senyum begini? Dulu Agam jarang senyum dibilang salah, malah disuruh sering-sering senyum. Sekarang kalau Agam sudah seperti itu tetap salah juga.

"Udah biarin aja kakak kamu. Dia lagi bahagia itu." Mama membuka suara, melerai agar tidak terjadi perdebatan antara keduanya.

"Ya tapi kan Ma, aneh aja gitu. Emang ada berita apa sih sampe kakak segitunya?"

"Coba tanya langsung sama kakak kamu." Vini kini beralih menatap kakaknya. Meminta penjelasan dibalik senyum misterius kakaknya itu.

Agam memalingkan wajahnya, suka jika melihat adiknya yang sedang kepo seperti itu. Jangan salahkan Agam jika jahil kepada adiknya itu, dulu saja sebelum menikah Vini selalu menjadi sasaran empuk Agam jika sifat jahilnya sedang meronta-ronta.

"Kenapa sih kak?" Tanya Vini kesal, dia juga melemparkan bantal pada kakaknya itu.

"Jangan berisik, lihat itu filmnya." Agam malah menjawab seperti itu, membuat Vini tambah kesal saja.

Vini beralih duduk di sebelah Dira, yang mulai tadi hanya diam menyaksikan drama keluarga antara suami dan adiknya. Dira sendiri tidak ada keinginan untuk memberitahu Vini secara gamblang karena jujur saja dia malu untuk mengatakan hal tersebut.

"Kak ada apa sih? Kok kayaknya aku ketinggalan sesuatu?" Vini berbisik pada Dira, jika menunggu Agam yang mengatakan sendiri pastilah akan membutuhkan waktu lama. Jadi Vini memilih alternatif dengan bertanya pada iparnya itu.

Dira menggeleng, pertanda dia juga tidak tau. Vini mendesah kecewa karenanya. Dia melihat satu persatu anggota keluarganya yang lain.

Papa, hanya diam tidak menunjukkan ekspresi yang berarti. Beralih pada Mama, meskipun Mama terlihat diam, tapi Vini bisa melihat binar-binar kebahagiaan dari gurat wajahnya.

Bang Akmal, juga demikian tidak menunjukkan ekspresi apa-apa malah kini matanya sedang fokus melihat film yang tampil di layar televisi. Untuk kakaknya sendiri, Agam. Vini malas melihatnya ya karena alasan yang sudah di jabarkannya tadi. Dira juga demikian, terlihat biasa saja.

Sebenarnya ini keluarganya sedang bersekongkol kali ya untuk menjahili Vini. Dari pada terlihat seperti orang bodoh yang tidak tau apa-apa, lebih baik kini Vini mendekati papa dan memeluknya dari samping.

Papa itu kelemahannya ada di Vini, coba Vini memelas sedikit saja pasti akan langsung dituruti apa maunya. Ya maklum anak perempuan satu-satunya, bungsu pula. Pastilah jadi kesayangan keluarga.

"Ada apa sih Pa? Kok kayaknya semua orang nyembunyiin sesuatu dari aku?" Drama telah dimulai kawan. Lihatlah wajah yang menampilkan kesedihan yang kentara sekali dibuat-buat.

Papa mengangkat tangannya mengelus pelan puncak kepala Vini. Dia juga mengecup sayang sebelum mengatakan sesuatu yang membuat bungsu itu telonjak senang.

"Sebentar lagi kakak kamu akan jadi ayah lagi." Ucapnya, Vini yang langsung paham maksud tersembunyi dari ayahnya itu kini telonjak senang. Bahkan dia langsung menghampiri Dira kembali dan memeluk erat istri kakaknya itu.

"Beneran? Wah aku udah gak sabar punya keponakan lagi." Saking bahagianya Vini perempuan itu sampai lompat-lompat kegirangan. Lihatlah bahkan yang akan memiliki anak saja kalah bahagianya dari Vini.

Semua orang yang memperhatikan Vini tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Vini ini memang ekspresif sekali, berbanding terbalik dengan kedua saudara kandungnya yang sangat minim ekspresi. Tidak terbayang bagaimana jika kelak si bungsu itu telah bersuami pastilah rumah ini akan menjadi sepi tanpa ada keceriaan seorang Vini.

* * *

Karena waktu telah malam, maka Agam dan Dira memutuskan untuk menginap saja dirumah Mama. Jarang-jarang juga kan mereka menginap begini jadi kalau ada waktu kenapa harus di sia-siakan.

Nara tengah mengeliatkan badan di tengah-tengah ayah dan ibunya itu. Anak itu sepertinya tidak akan tidur dalam waktu dekat, mengingat dia baru saja membuka mata saat adzan Maghrib berkumandang.

Agam meraih anaknya itu dalam dekapannya, menepuk-nepuk pelan pantat Nara siapa tau ada keajaiban yang membuat bayi itu kembali tidur. Tapi nyatanya tidak, bayi itu asik berguling-guling kesana-kemari. Kadang tubuhnya yang gempal itu menabrak tubuh kedua orangtuanya.

"Ayo tidur, adiknya Nara udah ngantuk loh." Ucap Agam yang sudah tidak tau harus melakukan apalagi untuk membujuk anak itu. Kasihan juga istrinya jika harus menemani Nara begadang. Agam juga tidak bisa begadang karena besok dia masih harus bekerja.

"Dik?" Nara bingung dengan ucapan Papanya itu. Ya Nara memang masih belum tau bahwa dia akan menjadi seorang kakak sebentar lagi.

"Iya, Nara sebentar lagi mau jadi kakak. Ini adiknya Nara masih ada di perut Mama." Ucap Agam sembari mengelus tempat benihnya akan tumbuh selama sembilan bulan kedepan.

Nara melihat kemana arah tangan papanya berlabuh, tangannya terjulur untuk mengikuti seperti yang papanya lakukan. Dira memperhatikan tangan gagah milik suaminya juga tangan mungil yang mengelus perutnya. Hatinya menghangat, kehamilannya ternyata membawa kebahagiaan bagi keluarga ini.

Ngomong-ngomong, Dira sendiri masih belum memberitahu keluarga ayahnya sendiri mengenai kabar baik ini. Rencananya besok Dira akan memeriksakan kandungannya dirumah sakit tempat suaminya bekerja, itupun atas saran dari Agam katanya suaminya itu ingin menemani Dira check up dan suaminya juga lah yang akan membuatkan janji dengan dokter kandungannya. Nah sepulang dari itu, Dira akan mengunjungi ayahnya sekaligus memberikan kabar bahagia ini.

"Ayo sekarang adek bobo ya, Mama udah ngantuk." Dira membuat dirinya seakan menguap, agar Nara mengerti bahwa kedua orangtuanya ini sudah mengantuk tidak sanggup lagi jika menghadapi keaktifan anak itu di waktu malam hari seperti ini.

"Mulai sekarang jangan biasakan panggil adek ya." Ucap Agam pada istrinya yang tidak setuju dengan panggilan yang disematkan pada Nara. Sebentar lagi kan anak itu akan menjadi kakak tidak pantas lagi jika dipanggil seperti itu, takutnya nanti malah jadi kebiasaan. Kan repot.

"Oh iya lupa Mas, maaf."

"Gak apa, ayo sekarang waktunya kita tidur." Agam mengangkat Nara dan menaruhnya di atas dadanya. Anak itu menjerit kegirangan diperlakukan seperti itu oleh papanya.

"Dik." Ucap Nara yang masih ingin berdekatan dengan calon adiknya. Nara turun dari atas papanya dan mendekati perut Dira yang masih terlihat datar. Bayi itu malah memeluk perut Dira dan sesekali juga mengecupnya.

Aduh Dira kan jadi terharu diperlakukan seperti ini. Belum lahir saja Nara sudah se-sayang ini, apalagi jika sudah lahir nanti. Tidak terbayang deh akan segemas apa jadinya nanti.

TO BE CONTINUED

Married with Doctor Where stories live. Discover now