part 12

35.8K 1.9K 9
                                    

Malam hari adalah waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Seperti yang terlihat di sana, Dira tengah menemani anaknya bermain. Sesekali Dira juga mengajarkan berjalan pada Nara.

Agam memperhatikan setiap interaksi yang terjadi antara mereka. Agam bahagia karena anaknya kini telah mendapatkan sosok seorang ibu dalam diri Dira. Dira juga terlihat tulus dalam menjaga Nara, seperti tidak ada paksaan sama sekali. Siapapun yang tidak mengenal mereka Agam yakin akan mengira mereka adalah anak dan ibu kandung sungguhan.

Agam jadi merasa tidak salah telah memilih Dira menjadi istrinya. Meskipun begitu bukan hanya itu saja alasan yang membuat Agam yakin untuk menikahi Dira. Seperti yang telah di jelaskan diawal, Agam mulai tertarik dengan wanita itu dan agar tidak menjadi zina Agam memantapkan diri dengan mengambil keputusan yang tidak mudah itu. Bukan serta serta Agam mengambil keputusan seperti itu, sebelumnya juga Agam sudah meminta petunjuk pada Tuhan.

Lamunan Agam tiba-tiba buyar saat mendengar deringan ponsel yang berasal di sakunya. Agam meraih ponselnya melihat nama salah satu temannya yang menelepon.

"Kenapa?" Tanya Agam tanpa basa-basi sama sekali.

"Buka pintunya gue didepan rumah Lo." Jawab orang disebrang sana. Tidak terkejut Agam mendengarny, temannya ini memang terkenal jahil dan sering kali bertemu tanpa memberi kabar terlebih dulu.

"Mau ngapain?" Bukannya Agam tidak ingin menerima kehadiran temannya itu, tapi dia malas saja jika seandainya tamannya ini datang tanpa alasan yang penting. Apalagi sekarang dirumah ini sudah ada Dira, istrinya mana mungkin Agam membiarkan orang datang tanpa alasan yang jelas.

"Jangan pelit deh. Udah buruan buka pintunya." Kekeh orang disebrang.

"Bukannya gue gak mau buka pintu. Tapi Lo tau kan kalau sekarang gue udah nikah."

"Ya tau lah. Makanya sekarang gue dateng ke rumah Lo. Buruan buka atau Lo mau gue teriak dulu." Teman Agam mengancam.

Agam yang mendengarnya lantas berdecak. Temannya satu ini memang bisa dibilang nekat, jadi Agam tidak berani menantang apalagi jika urusannya seperti ini. Yang ada nanti para tetangga terganggu dengan itu.

"Bentar." Agam memutus panggil secara sepihak. Dengan berat hati Agam bangun dari sofa empuk yang didudukinya.

Sebuah membukakan pintu untuk temannya, terlebih dulu Agam memberitahukan pada Dira.

"Ada teman saya diluar." Dira yang semula asik dengan Nara kini mengalihkan atensinya pada Agam.

"Mau aku buatin minum?"

"Tidak perlu nanti saja."

Agam berlalu menuju pintu depan untuk membukakan pintu pada temannya. Setelah pintu berhasil terbuka ternyata tidak hanya satu tapi ada lima. Tiga orang laki-laki yang berprofesi seperti dirinya dan dua orang perempuan yang juga menggandrungi pekerjaan yang sama bedanya hanya saja yang satu sedang menjalani masa koas, dan anak dari salah satu dokter senior di rumah sakit tempat Agam bekerja.

"Lama amat." Protes Dafi yang tadi menelepon Agam.

Tanpa menunggu dipersilahkan oleh sang tuan rumah, Dafi langsung saja menyelonong masuk di ikuti oleh yang lain dibelakangnya. Agam berdecak melihat itu, tapi mau bagaimana lagi. Mereka sudah masuk juga kan tidak mungkin Agam mengusir lagi.

Mereka ber lima sudah duduk di sofa dengan nyaman. Agam beralih untuk menemui Dira dan menyuruhnya agar menemui teman-temannya. Sekalian Agam ingin memperkenalkan Dira pada mereka. Siapa tau kan nanti jika sudah saling kenal bisa membantu juga.

"Istri Agam nih?" Seru Dafi paling heboh dari pada yang lain.

"Kayak pernah liat tapi dimana ya?" Talia, salah satu rekan kerja Agam bergumam. Dia tampak berpikir sejenak untuk mengingat-ingat.

Dira hanya bisa tersenyum mendengar sebagai respon dari ucapan teman-teman Agam. Saat menatap satu-persatu teman dari suaminya itu, tiba-tiba tatapan Dira bertemu dengan salah seorang perempuan yang kelihatan lebih mudah dari pada yang lain. Dira tidak tau umur pastinya berapa tapi yang dapat Dira simpulkan wanita itu cantik.

"Halo Mbak, aku Kiya." Kiya, anak koas ya dimaksud tadi melambaikan tangannya pada Dira. Dira membalas dengan senyum dan juga anggukan.

"Sebentar ya, aku buatkan minum."

Saat Dira akan berbalik menuju dapur, Dafi mencegahnya dengan memegang lengan Dira. Dira kaget dan langsung menghempaskan tangan Dafi dari lengannya.

Dafi melirik pada Agam yang kini tampak menatapnya dengan tajam. Tangan ini kenapa tidak bisa di kontrol sih. Sudah tau ada suaminya di samping masih saja refleks pegang.

"Maaf-maaf gak sengaja." Dafi meminta maaf atas perbuatannya tadi pada Dira dan juga Agam. Jangan sampai Agam mengusir nya dari sini.

"Eh anu." Dafi tampak salah tingkah karena Agam masih menatapnya dengan tajam. Dia melirik kearah samping, diamana Ilham berada. Dia memberikan isyarat agar Irham mengatakan apa maksudmu.

"Ah iya, gak perlu repot-repot kita udah bawa makanan sama minuman sendiri kok." Ucap Ilham mewakili apa yang ingin Dafi sampaikan tadi.

Dia celingak-celinguk mencari keberadaan makanan yang tadi dibelinya.

"Oh lupa. Masih ada di mobil." Ilham langsung bangun menuju mobil untuk mengambil yang tertinggal disana.

Niat mereka kesana memang untuk makan-makan. Alasannya yaitu karena Agam yang tidak mengundang mereka di acara pernikahan dan sama sekali tidak ingin merayakannya, makanya teman-teman Agam itu berinisiatif untuk merayakan dengan cara makan-makan dirumah Agam sendiri. Sekalian silaturahim katanya. Sebagai tamu yang tau diri, mereka juga datang membawa makanan sendiri tidak lupa juga membawa makanan untuk tuan rumah tentunya, agar tuan rumah tidak perlu repot juga.

Tidak lama Ilham kembali membawa dua paperbag bertuliskan merek makanan terkenal di kedua ditangannya. Lalu dia meletakkannya di atas meja.

"Ayo kalian juga duduk." Ilham menyuruh Agam dan Dira yang masih berdiri untuk duduk bergabung dengan mereka.

"Lo sih Gak, gak ada niat ngenalin istri sama kita. Jadi kita inisiatif sendiri deh." Ucap Talia menjelaskan maksud kedatangan mereka makan ini.

Agam menghela nafas lalu dia menuntun tangan Dira untuk duduk di sofa yang masih kosong bersama dengan dirinya. Nara sendiri tampak anteng berada dipangkuan.

Dira hanya diam mengikuti alur, sebenarnya dia merasa tidak nyaman saja karena tidak menyuguhkan apa-apa pada tamu pertama mereka sebagai suami istri, apalagi ini teman Agam.

"Ini makan." Agam menyerahkan makanan pada Dira, mau tidak mau Dira harus menerimanya.

Nara yang melihat ayam goreng di makanan Dira tampak tertarik. Tangannya menjulur berusaha menggapai apa yang diinginkannya. Dira yang menyadari itu langsung bertanya pada Agam.

"Boleh Mas?" Dira meminta persetujuan Agam, dia masih tidak terlalu mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh bayi berusia satu tahun ini.

"Boleh tapi sedikit saja." Dira mengangguk lalu sebelum memberikan ayam pada Nara dia terlebih dulu membersihkan tangan Nara dengan tisu basah, agar aman dari kuman. Setelahnya baru lah Dira memberikan ayam itu pada Nara.

Nara tampak senang dan langsung memasukkan ayam itu pada mulutnya. Meski gigi nya belum lengkap.

Ke lima teman Gibran yang memperhatikan hak itu tampak mematung sejenak menyaksikan drama singkat didepannya. Dafi yang pertama tersadar langsung berdeham dan mengejutkan mereka semua.

"Ayo makan-makan." Dafi mempersilahkan pada semuanya.

TBC

50 vote yuk bisa.

Married with Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang