part 31

29.9K 1.7K 13
                                    

Baca cepat langsung ke KaryaKarsa ya.

Yang di Wattpad sabar, update setiap hari Selasa.

Happy reading.

Dira tengah sibuk menyiapkan baju yang akan dipakai suaminya untuk bekerja hari ini. Dikarenakan mereka sedang ada dirumah Mama jadilah Dira bisa santai sedikit, Dira tidak harus membuatkan sarapan sudah ada pekerja yang melakukan itu. Tapi meskipun begitu Dira juga sadar harus membantu walaupun hanya sedikit.

"Nanti check up nya jam sebelas. Saya sudah buat janji dengan dokter." Dira mengangguk.

"Minta anterin Vini aja kalau dia ada dirumah, Nara jangan dibawa titip Mama dulu." Ucap Agam lagi. Bukan apa dia melarang Nara untuk ikut, kasihan anak itu masih kecil tidak baik jika berada dirumah sakit.

"Nanti pulang dari check up aku boleh mampir kerumah ayah Mas?" Dira bertanya, dia masih belum memberitahukan rencananya pada Agam.

"Boleh. Nanti saya antar."

"Aku bisa naik ojek kok Mas. Takutnya Mas sibuk." Ucap Dira dia sangat mengerti profesi suaminya yang harus stand by setiap saat. Orang sakit siapa yang akan tau kan?

"Sekalian makan siang sama saya nanti. Masih bisa kalau cuma antar kamu." Ucap Agam lagi. Dira mengangguk setuju, lumayan juga diantar suami.

"Aku gak lama kok Mas disana, pulangnya mau naik ojek aja ya?" Bukannya Dira tidak ingin berlama-lama dengan ayahnya, hanya saja masih ada Nara yang dia tinggal. Jika ditinggal terlalu lama nanti anak itu bisa mencarinya. Kemarin saja sudah ditinggal cukup lama oleh Dira masa hari ini mau ditinggal lagi. Kan kasihan, nanti yang ada anak itu bisa marah lagi.

Oh iya, sekarang Nara sudah bisa marah. Pernah sekali Dira membuat anak itu marah karena tidak memperbolehkan Nara bermain air, jadilah anak itu ngambek dan tidak mau dengan Dira semalaman. Tapi untunglah pagi harinya setelah bangun tidur anak itu lupa dengan kejadian yang membuatnya ngambek.

"Boleh."

Setelah selesai dengan semua kebutuhan suami pagi ini, Dira berpamitan untuk menuju dapur membantu menyiapkan sarapan untuk keluarga ini. Meskipun Agam sudah melarang hal itu tetap saja Dira merasa jika dia harus membantu menyiapkan. Setidaknya itu adalah tanda bahwa dia menghormati orang-orang yang berada di sini. Lagipula tidak akan melelahkan jika hanya membantu menggoreng atau menyiapkan meja makan saja.

Setengah jam kemudian, barulah semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan. Satu hal yang Dira suka dari keluarga ini adalah, selain harmonis keluarga ini juga selalu mewajibkan untuk makan bersama kecuali jika memang ada urusan lain baru diperbolehkan untuk absen.

Suaminya datang membawa Nara di gendongannya. Melihat wajah Nara yang sudah tidak mengantuk lagi, Dira yakin bahwa suaminya itu telah membasuh wajah Nara lebih dulu. Sesampainya di samping Dira, anak itu malah mengulurkan tangan ingin digendong oleh Dira. Baru saja Dira akan mengambilkannya tapi Agam mencegah dengan menaruh Nara di kursi khusus untuknya.

"Duduk disini ya, sekarang waktunya sarapan." Agam memberi pengertian pada anaknya.

"Mam?" Nara bertanya karena dia masih belum mengerti dengan istrilah sarapan yang dikatakan papanya.

"Iya, makan." Nara tidak bertanya lagi karena bayi itu sudah mengerti. Tangannya malah menepuk-nepuk meja kecil yang terhubung dengan kursi miliknya.

"Jangan berisik ya, kan mau makan." Agam meraih tangan kecil anaknya dan menyuruhnya agar diam tidak membuat keributan. Meskipun tidak masalah jika hal itu terjadi, keluarganya pasti juga akan mengerti. Tapi sopan santun harus diajarkan se-dini mungkinkan.

Agar tidak membuat keributan lagi, Dira lebih dulu mengambilkan bubur bayi untuk Nara. Anak itu sudah mulai belajar makan sendiri, ya meskipun nanti akan berantakan tapi tidak apalah.

* * *

Agam dan Dira keluar dari ruangan tempat memeriksakan kandungan. Mereka telah selesai melakukan check up. Semuanya normal, dan usia kandungan Dira juga diperkirakan sudah memasuki bulan pertama.

Dokter mengatakan biasanya di fase ini ibu hamil sering mengalaminya morning sickness, tapi Dira tidak merasakan hal itu pernah satu kali waktu dipaksa makan oleh suaminya itu. Tapi menurut dokter itu tidak masalah karena gejala yang dialami ibu hamil berbeda-beda.

"Dokter Agam." Suara dari belakang memanggil suaminya, lantas Dira dan Agam menghentikan langkah dan menoleh ke arah belakang.

Disana bisa dilihat sosok yang menyerukan nama suaminya itu, yang tidak lain adalah Kiya. Jujur meskipun Dira tau Kiya adalah adik tiri Maya tapi tetap saja Dira merasa sesuatu di hatinya berdesir jika melihat suaminya dekat-dekat dengan Kiya.

"Oh ada istrinya ternyata. Selamat siang Mbak." Sapa Kiya dengan sopan, Dira membalasnya dengan tak kalah sopan juga.

"Kenapa?" Tanya Agam pada Kiya. Dia dan istrinya akan mencari makan saat ini. Agam tidak ingin istrinya menunggu lama, kasihan wanitanya itu takutnya sudah merasa lapar.

"Dokter Agam mau makan siang?" Agam mengangguk, menjawab pertanyaan Kiya.

"Mau bareng Dok?" Dira tentu terkejut mendengar ajakan Kiya yang terkesan santai namun berani, apalagi mengajak di depan istrinya seperti ini. Apa perempuan itu tidak malu?

"Saya dengan istri saya. Permisi." Tanpa basa-basi lagi, Agam segera meraih tangan Dira dan di gandengannya menuju parkiran.

"Mau makan apa?" Tanya Agam pada istrinya saat mereka telah berada di dalam mobil.

Dira tampak berpikir sejenak, mencari makanan yang sekiranya akan enak jika dimakan siang-siang begini.

"Nasi Padang mau?" Dira balik bertanya pada suaminya, meksipun Agam memberikan dia kebebasan untuk menentukan tapi persetujuan suaminya itu juga perlu. Siapa tau saja kan Agam sudah memiliki sesuatu yang diinginkannya sebagai menu makan siang.

"Boleh. Nanti sekalian bungkus untuk ayah." Dira terhenyak, bahkan dia yang anak kandung selipun lupa jika Siang ini akan menemui ayahnya. Beruntungnya karena ayah memiliki menantu seperti Agam ini, yang tidak lupa akan keberadaan mertuanya. Hati Dira menghangatkan dengan sikap Agam yang ini.

"Mau makan disini aja atau dibungkus?"

"Makan disini aja." Ucap Dira dengan cepat. Memikirkan rasa rendang yang menendang lidah sudah membuat Dira ngiler. Tidak tahan jika harus menunggu hingga dirumah.

"Ayo turun." Agam dan Dira keluar dari mobil dan memasuki warung yang siang ini terlihat ramai.

Tidak membutuhkan waktu yang lama nasi beserta beberapa lauk yang menggugah selera itu kini telah terhidang didepannya. Dira tidak sabar untuk menyantapnya tapi dia juga merasa tidak enak jika suaminya belum melahap makanan terlebih dulu.

"Makan." Suruh Agam, menyadari bahwa istrinya itu menunggu dirinya untuk melahap terlebih dulu.

"Mas, mau tanya." Ucap Dira ditengah menikmati nasi Padang yang tidak pernah mengecewakan lidah.

Agam mengangkat sebelah alisnya, menyuruh Dira untuk langsung melontarkan pertanyaan.

"Kiya sering ngajak Mas makan bareng?" Awalnya Dira tidak akan menanyakan hal ini tapi melihat bagaimana cara Kiya mengajak suaminya tadi terlihat sangat Santai dan seperti perempuan itu sudah sering melakukannya.

"Sering. Tapi biasanya saya selalu tolak." Jawab Agam tidak ingin membuat istrinya menduga-duga yang tidak-tidak mengenai dirinya.

Dira mengangguk, cukup sampai disitu saja. Dira percaya pada Agam, melihat sikap suaminya yang terlampau baik itu rasa-rasanya tidak akan mungkin bersikap menyeleweng.

TBC

Married with Doctor Where stories live. Discover now