part 24

31K 1.9K 14
                                    

Hai hai balik lagi.

Happy reading.

Makan malam yang dihiasi dengan keheningan sungguh membuat Agam agak sedikit tidak nyaman. Biasanya makan malam mereka kadang dihiasi oleh celotehan Nara dan Dira tapi lihatlah sekarang, tidak ada lagi yang seperti itu. Entah apa yang salah dengan keduanya.

Sesekali ekor mata Agam melirik ke arah istrinya yang sama sekali tidak mengeluarkan suara padanya, Agam seratus persen yakin bahkan ada sesuatu dengan istrinya itu.

Di tengah kemelut pikiran Agam, terdengar suara bel rumah yang berbunyi, berdenting memenuhi ruangan. Membuat Dira dengan sigap berdiri untuk menyambut tamu yang entah siapa.

Dira berjalan dengan santai, dibukanya pintu dan terlihatlah seorang wanita dewasa yang Dira tidak tau usianya berapa tapi terlihat lumayan muda kayaknya.

"Cari siapa ya?" Tanya Dira karena dia sama sekali tidak mengenali sosok yang berada di depannya itu.

"Nara ada?" Tanya balik wanita tersebut, Dira bingung dong. Tumben ada wanita dewasa mencari Nara yang bahkan masih berusia satu tahun itu.

"Maaf, mbaknya siapa?" Tanya Dira hati-hati, khawatir menyinggung perasaan wanita di depannya.

"Kamu ini Dira kan? Istrinya Agam?" Bukannya menjawab wanita itu malah balik bertanya kepada Dira. Dira semakin bingung dong, wanita itu mengenalnya sedangkan dia tidak. Apa mungkin ini salah satu keluarga Agam, gawat kalau begitu.

"Iya betul, mbaknya sendiri siapa?" Dira melontarkan pertanyaan lagi, untuk mengetahui identitas wanita di depannya.

"Oh saya Maya." Jawab Wanita itu lugas. Mendengar nama itu sontak saja Dira terkejut. Dira tidak pikun, dia masih ingat yang dikatakan Mbok Maya itu mantan istri Agam alias ibu kandung dari Nara.

Dira bisa menguasai diri dengan cepat. Dia memberikan senyum yang tidak tulus dari hatinya, itu hanya bentuk formalitas saja.

"Silahkan masuk Mbak." Dira mempersilahkan.

"Sebentar saya tinggal dulu ya. Mbaknya mau minum apa?"

"Ah tidak perlu repot-repot, saya ingin bertemu Nara saja." Tidak ingin berbasa-basi terlalu lama dengan Maya, Dira langsung melangkah ke tempat anak dan suaminya tadi berada. Mbok sudah pulang tidak mungkin Dira meminta bantuan padanya untuk membuatkan minum untuk tamu mereka.

Akhirnya agar tidak ribet, Dira mengambil teh botol di dalam kulkas dan menuangkannya ke dalam gelas. Meskipun Maya menolak, tapi sebagai tuan rumah sudah sepantasnya menjamu tamu.

"Di depan ada Mbak Maya, mau ketemu Nara katanya. Sekalian ini bawain minum. Aku capek mau tidur." Ucap Dira dengan sekali tarikan nafas. Dia meletakkan gelas yang dibawanya dari dapur, menyuruh Agam untuk menyajikan sendiri minuman untuk Maya.

Dira tau ini tidaklah sopan tapi dia tidak ingin melihat apapun interaksi antara Maya dengan Agam ataupun dengan Nara. Dira takut hal itu akan menyentil hatinya yang sedang sensitif akhir-akhir ini.

Respon Agam sendiri saat mendengar ucapan Dira barusan sangat terkejut. Maya, satu nama yang tidak pernah Agam sebutkan kepada Dira dan saat ini wanita itu telah bertemu langsung bahkan di rumah mereka sendiri. Rasa bersalah menyelimuti Agam, seharusnya dia menceritakan terlebih dulu tentang masa lalunya pada Dira. Jika sudah begini Agam yakin bahwa Dira sedang marah.

"Ayo temani." Agam mencegah Dira yang akan meninggal ruang makan. Dia merasa tidak enak jika hanya menemui Maya tanpa adanya Dira.

"Aku capek Mas." Ucap Dira dengan penekanan, tidak kah Agam mengerti kondisinya. Baru kali ini sepertinya Dira berani membantah perintah suaminya itu.

"Sebentar saja ya." Bujuk Agam lagi, yang tidak ingin mendapat penolakan. Tanpa menunggu tanggapan Dira, Agam langsung menaruh Nara dengan paksa di gendongan Dira.

Dira hanya bisa menerimanya, karena samasekali dia tidak ingin melibatkan Nara dalam masalahnya. Bayi itu tidak tau apa-apa, sangat jahat jika Dira sampai menolak.

Jangan tanya suasana ruang tamu saat mereka telah berkumpul disana. Sangat sepi, canggung juga sangat kentara. Maya hanya diam memperhatikan Nara yang Tampak nyaman berada di gendongan Dira. Bahkan anak kandungnya sendiri tidak anteng seperti itu saat berada di gendongan Maya.

"Gimana kabar kamu Gam?" Maya memecah keheningan yang terjadi. Dan tau Agam tidak akan mengeluarkan suara padanya sebelum dia yang bertanya lebih dulu.

"Baik." Jawab Agam singkat.

"Nara kangen sama Mama?" Maya beralih bertanya pada Nara yang berada di pangkuan Dira.

"Ma." Ucap Nara sembari menunjuk pada Dira. Dira meringis, merasa tidak nyaman pada Maya selaku ibu kandung Nara.

"Nara sama Mama Maya dulu ya." Dira memindahkan Nara pada pangkuan Maya.

Awalnya anak itu hanya diam tapi wajahnya menyiratkan ketidak setujuan, beberapa menit barulah anak itu mengeluarkan tangis dan tangannya menjulur ke arah Dira.

Dira sendiri merasa bingung harus bagaimana, mengambil Nara kembali takutnya malah membuat Maya sakit hati terhadapnya. Tapi membiarkan Nara menangis seperti itu juga bukan pilihan bagus.

Akhirnya Agam turun tangan, dia mengambil Nara dari Maya.

"Sama Papa ya." Ucapnya sembari mengelus belakang kepala Nara. Bayi itu masih terisak tapi sudah lebih baik dari pada tadi.

Keheningan kembali terjadi. Hanya Isak tangis Nara yang masih samar-samar terdengar. Bayi itu tampaknya sudah mulai mengantuk.

"Taruh Nara di kamar." Setelah Nara terlelap barulah Agam meminta Dira untuk memindahkan Nara ke dalam kamar.

Sebelum Dira meninggalkan dirinya hanya dengan Maya, Agam lebih dulu berbisik di telinga Dira.

"Tidak perlu turun lagi. Nanti saya yang susul ke atas." Dira menatap mata suaminya. Apa maksudnya mengatakan seperti itu?

Apa Agam merasa terganggu dengan kehadiran Dira? Jika benar seperti itu Dira akan merasa sangat tersinggung. Tadi saja laki-laki yang memaksa agar di temani Dira tapi lihatlah sekarang.

"Nanti kita bicara." Bisik Agam lagi saat menyadari tatapan Dira yang menyimpan luka disana.

Dira meninggalkan mantan pasutri itu di sana. Saat berbaik, mata Dira terasa berkaca-kaca, sekuat mungkin Dira mencegah agar air mata itu tidak mengalir dari matanya. Entah apa yang sedang terjadi pada dirinya, hal kecil seperti ini saja dapat membuatnya meneteskan air mata. Apa mungkin dia cemburu? Apakah rasa cinta itu sudah mulai hadir dihatinya?

Setelah meletakkan Nara di kasurnya, air mata yang sedari tadi ditahannya kini sudah tidak bisa lagi dibendung. Air itu mengalir di pipi Dira. Dira terisak, menyembunyikan wajahnya di bantal untuk meminimalisir suara isakan yang terdengar.

Beberapa menit suara pintu terbuka, membuat Dira menghentikan tangisnya. Dia tetap pada posisi wajah yang disembunyikannya di bantal. Malu jika Agam harus melihat dirinya yang sedang seperti ini.

"Bangun, kita bicara." Ucap Agam sembari mengelus rambut Dira. Tidak ada respon yang Dira berikan. Agam menghela nafas, mungkin Dira masih marah padanya. Baiklah Agam harus sabar dulu.

"Kita bicara besok saja ya, sekarang tidur. Kalau mencari saya, saya ada di sebelah."

"Jangan berpikir macam-macam. Saya tidur disana bukan karena hal lain, saya hanya ingin memberi kamu ruang agar bisa menenangkan diri." Lanjut Agam agar Dira tidak menyalah artikan omongannya. Setelahnya Agam mengecup lama rambut Dira sebagai ucapan selamat tidur.

TBC

Ada ga sih laki-laki kayak Agam ini? Jadi pingin deh 1 aja.

Gimana ceritanya udah mulai memanas belum nih?

Married with Doctor Where stories live. Discover now