part 13

35.6K 1.7K 8
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, Nara kini sudah terlelap dalam box nya. Sedangkan ke-dua orang tuanya kini telah bersiap untuk mengarungi dunia mimpi.

"Mas." Panggil Dira memecah keheningan yang terjadi. Agam yang masih belum terlelap langsung mengalihkan atensinya pada sang istri.

"Kenapa?" Tanya Agam. Mereka saling bertatapan.

"Mengenai tawaran Mas waktu itu gimana?" Sebelum menjawab Agam berpikir terlebih dulu, dia agak sedikit lupa dengan tawaran yang dimaksud oleh Dira. Tapi tidak lama kemudian ingat kembali.

"Kenapa? Kamu mau kuliah?" Dira menggeleng menjawabnya, Agam terheran.

"Aku gak mau kuliah." Sebelum melanjutkan, Dira menghela nafas terlebih dulu. Semoga Agam tidak keberatan dengan permintaannya.

"Kalau Mas gak keberatan aku mau ikut kelas baking gitu." Dira berusaha menyelami tatapan suaminya. Agam tidak menunjukkan reaksi yang berarti jadi lah Dira tidak bisa menyimpulkan bagaimana jawaban yang akan Agam berikan.

"Kelas baking yang seperti apa dulu?" Agam menanyakan, ingin mengetahui detail kelas yang ingin diikuti oleh istrinya.

"Kelas khusus bikin kue gitu. Tapi kalau Mas gak izinin aku juga gak papa kok." Jawab Dira segera.

"Dimana?"

"Daerah gak terlalu jauh kok dari sini. Kalau naik ojek cuma butuh waktu sepuluh menitan gitu." Dira menjelaskan dengan semangat. Dia merasa bahwa Agam akan menyetujui akan keinginannya.

"Sendirian?"

"Iya." Dira menganggap pelan. Tadi saat bersantai dan melihat-lihat handphone tidak sengaja Dira melihat Vidio yang sedang mempromosikan kelas masak tersebut. Dan Dira merasa tertarik untuk mengikutinya.

"Kalau memang kamu suka, ikut saja. Mengenai biayanya nanti beritahu saja pada saya."

"Beneran Mas?" Dira memastikan kembali. Dia menatap Agam dengan berbinar, ternyata tidak susah untuk membujuk laki-laki itu.

"Iya."

"Makasih Mas." Karena terlalu senang dengan jawaban Agam, Dira secara reflek menghambur dalam dekapan suaminya itu.

Agam mematung sejenak menerima pelukan tiba-tiba dari Dira. Meskipun mereka sudah sah menjadi suami istri tetap saja karena membutuhkan waktu pendekatan jadinya mereka masih jarang melakukan skinship seperti ini. Tapi tak ayal Agam juga membalas pelukan hangat dari istrinya.

Berpuluh-puluh detik mereka dengan posisi seperti itu, hingga tiba-tiba Dira menjauhkan tubuhnya dari Agam. Pipi nya sudah merona malu, Agam yang melihat itu hanya menampilkan senyum. Dia mengerti bahwa Dira masih canggung dengan hubungan ini. Tapi semoga saja seiring berjalannya waktu hubungan mereka bisa semakin harmonis. Dan Agam sangat berharap sekali bahwa Dira akan belajar mencintainya begitu pula sebaliknya. Agam ingin pernikahan ini tidak berakhir seperti pernikahan pertamanya, jika pun mereka harus berpisah maka biarkan maut saja yang menjadi penyebabnya.

"Sudah malam, tidur." Agam menepuk pelan puncak kepala Dira. Sebelum memejamkan mata, Agam sempatkan untuk mengecup kening Dira. Mungkin saja kan mereka bisa cepat jatuh cinta dengan cara sentuhan-sentuhan kecil seperti ini.

* * *

Keesokan paginya seperti yang sudah sering Dira lakukan sejak resmi menjadi istri Agam, Dira menyiapkan setiap keperluan pria itu. Hingga mengantarnya hingga dekan rumah. Tidak lupa juga di barengi dengan drama kecil oleh Nara. Dan seperti yang sudah-sudah Dira akan membujuk bayi itu dengan cara mandi. Untung saja cara itu masih tetap ampuh hingga sekarang.

"Ini adek bebeknya." Dira menyerahkan bebek mainan pada Nara. Saat ini bayi itu sudah berada di bak mandi khusus bayi miliknya.

Sembari Nara bermain dengan bebeknya, Dira menyambuni tubuh gempal bayinya itu. Nara tidak seperti kebanyakan bayi yang biasa selalu menangis jika menyentuh air. Dira sendiri juga tidak mengerti kenapa bayi satu ini sangat bersahabat sekali dengan air. Tapi hal itu patut di syukuri sih karena Dira tidak perlu bersusah payah dulu untuk membujuk Nara mandi.

Beberapa menit di habiskan untuk memandikan Nara, kini sudah saatnya bayi itu untuk selesai. Dira mengangkat Nara dari bak mandinya, menyelimuti tubuh Nara dengan handuk lembut ya berada ditangannya.

Terlihat bayi itu akan segera merengek karena harus berpisah dengan bebek kesayangannya. Dira kadang berpikir untuk membelikan bayi itu bebek asli, tapi dia sadar diri bahwa tidak akan ada yang merawat bebek itu nantinya. Dan sepertinya memelihara hewan itu tidaklah mudah. Apalagi jika memiliki seorang bayi seperti dirinya.

"Nanti lagi ya main sama bebeknya. Sekarang kita pakai baju dulu." Bujuk Dira tapi Nara tetap tidak ingin dipisahkan dengan bebek dan bak mandi miliknya. Dira harus memutar otak agar Nara dapat menuruti dirinya.

"Nanti lagi ya dek. Gimana kalau nanti kita main sama kucing aja." Nara tampaknya terlihat tertarik dengan ucapan Dira.

"Cing." Ujar bayi itu yang langsung disetujui oleh Dira.

"Iya kita main sama kucing. Dirumah Tante Rosa ya dek."

Ah iya, Dira lupa bercerita bahwa sanya dia sudah mulai akrab dengan beberapa tetangga di rumahnya. Satu hal yang paling Dira syukuri disini adalah para tetangganya yang sangat berbeda jauh seperti dirumah ayahnya. Meskipun dia tinggal di kompleks tapi tetangganya tidaklah sombong. Malah sebaliknya, apalagi tetangga yang rumahnya tepat berada di sebrang yaitu Rosa. Atau yang biasa Dira panggil dengan panggilan Tante Rosa katanya agar nanti Nara ikut gitu. Umur Rosa sepertinya sama dengan Agam.

Beberapa menit kemudian, Nara kini telah harum dengan pakaian rumahan dan jangan lupa bedak yang melumuri wajahnya, terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

Dira menggendong bayi itu keluar dari kamar untuk berpamitan terlebih dulu pada Mbok, agar wanita itu tidak bingung saat mencari keberadaannya.

"Mbok, aku kerumah Mbak Rosa dulu ya."

Setelah Mbok memberi respon, Dira dan Nara langsung keluar dari rumah dan menyebrang menuju rumah depan.

Terlihat gerbangnya sudah terbuka, mungkin suami Mbak Rosa baru saja pergi bekerja juga. Dengan langkah pelan, Dira memasuki halaman rumah.

Disana sudah tampak Rosa yang tengah menyiram tanaman kesayangannya, Rosa ini memang gemar bercocok tanam.

"Assalamualaikum Mbak."

"Waalaikumsalam, wah Nara pagi-pagi udah cantik aja." Puji Rosa pada bayi itu. Yang dipuji malah tidak menoleh sama sekali.

Bayi itu tampak fokus melihat ke arah teras, dimana kucing milik Rosa berada. Kedua wanita dewasa disana hanya dapat tersenyum melihat tingkah Nara itu.

Dari yang dapat Dira simpulkan, Nara ini pecinta hewan. Mungkin nanti Dira bisa bicara dengan Agam tentang hal ini, siapa tau kan laki-laki itu berbaik hati mengizinkan untuk memelihara juga. Lumayanlah nanti ada yang bisa menemani Nara bermain.

"Aduh anak Mama Dira sombong ya." Ucap Rosa, dia mematikan selangnya karena acara menyiramnya telah selesai.

"Sini sini sama aunty yuk." Rosa langsung mengambil Nara dari gendongan. Tampak bayi itu keberatan dan mulai merengek tanda tidak ingin.

"Kalau Nara nangis gak boleh main sama loh ya." Rosa semakin menggoda bayi gembul itu.

Seakan memahami yang dikatakan Rosa, kini bayi itu sudah diam menerima saja digendong oleh Rosa. Mereka berjalan memasuki rumah.

"Ica mana Mbak? Kok gak kelihatan?" Dira menanyakan keberadaan anak Rosa yang usia lebih tua beberapa bulan dari Nara.

"Masih tidur dia, biasa selalu bangun siang." Dira mengangguk menanggapi.

Mereka kini telah berada di karpet yang biasa digunakannya anak Rosa untuk bermain. Tidak lupa juga seekor kucing lucu ikut bergabung. Rosa mendudukkan Nara di atas karpet dan membiarkan Nara bermain dengan kucingnya.

TBC

Married with Doctor Where stories live. Discover now