part 9

38.4K 1.9K 14
                                    

"Mas hari ini aku mau kerumah bapak. Mau ambil barang-barang." Dira meminta izin dari suaminya.

Sebelum menjawab, Agam lebih dulu meneguk segelas air putih yang telah Dira siapkan untuknya tadi sebelum sarapan.

"Saya antar." Jawab Agam. Kebetulan dia hari ini masih libur, baru akan bekerja kembali besok harinya.

"Aku bisa sendiri kok Mas." Dira berniat menolak tawaran suaminya. Bukan apa Dira mengantisipasi saja, pasti disana dia akan menjadi bahan gunjingan. Dan Dira tidak mau Agam juga terlibat. Karena itulah Dira sama sekali tidak ada mengundang para tetangga untuk ikut serta dalam acara pernikahannya.

Dira tidak ingin terlihat sangat menyedihkan di mata keluarga suaminya. Cukup Agam saja yang mengetahui beban yang ada pada dirinya.

"Saya antar saja. Sekalian mau ketemu bapak." Kali ini Dira tidak membantah lagi. Dalam hati dia berdoa semoga saja nanti omongan para tetangga tidak sampai mengganggu suaminya itu.

"Nara masih tidur Mas?" Dira memilih bertanya hal lain. Jujur saya dia masih merasa agak shock karena bayi itu tadi tengah malam tiba-tiba terbangun dan menangis. Dira dan Agam yang tengah terlelap dalam tidur tentu saja menjadi terbangun dan harus menenangkan Nara. Dan akhirnya saat waktu menunjukkan pukul dua barulah Nara kembali terlelap dalam tidur dan hingga kini belum bangun lagi.

Sebelumnya Dira tidak punya pengalaman merawat bayi seperti ini, jadi dia merasa harus banyak lagi belajar agar dapat menjadi sosok ibu yang baik untuk Nara.

"Masih. Tadi kayaknya masih lelap."

"Aku cek dulu deh." Dira meninggalkan Agam yang terlihat sibuk membaca sesuatu di ponselnya.

Saat memasuki kamar yang pertama kali di dengar Dira adalah rengekan dari bayi yang kini sudah mengeliat di box nya. Seperti bayi cantik itu baru saja terbangun.

Sebelum bayi itu mengeluarkan tangisannya, Dira segera mengambilnya kedalam gendongan. Dan mengayun-ayun sedikit.

"Baru bangun ya." Dira mengajak Nara untuk berbicara meskipun sudah tau bahwa bayi itu tidak akan merespon.

Karena gemas dengan Nara, Dira mengecup beberapa kali pipi gembul Nara ya menyebabkan bayi itu menangis. Dira sontak saja terkejut, dia tidak tau bahwa bayi tidak suka dicium.

Dira bingung, dia akan mengambil botol susu untuk Nara tapi seketika dia teringat bahwa susu itu sudah tidak fresh lagi. Susu itu sudah diseduh tadi malam, mungkin saja kan basi.

Dengan berusaha menenangkan Nara yang masih menangis, Dira berjalan kembali menuju dapur.

"Kenapa?" Tanya Agam yang kini sudah memusatkan perhatian pada kedua perempuan yang dia harap akan selalu menemaninya hingga menua nanti.

"Baru bangun Mas. Ini gendong dulu aku buat susunya." Agam memindahkan Nara dalam gendongannya.

Dia menghibur sebentar bayi itu dan ajaib nya tangisan yang tadi dikeluarkan seketika berubah menjadi tawa renyah sang bayi.

Dira terdiam sejenak, sepertinya ikatan batin antara bayi dan ayahnya itu sangat kuat. Tidak ingin ambil pusing, Dira segera menuju dapur dan membuatkan anaknya susu.

Anaknya, mendengar itu Dira masih tidak percaya bahwa saat ini dia telah menjadi seorang ibu dari bayi yang berusia satu tahun itu. Meskipun hanya ibu sambung sebenarnya.

* * *

Saat baru saja kaki Dira menginjak tanah halaman yang menjadi saksi pertumbuhannya dari kecil sudah terdengar bisik-bisik tetangga yang mengiringi.

Di sebrang rumah bapaknya, sudah terdapat segerombolan ibu-ibu yang hobi ngerumpi tengah menatap kearah mereka.

"Itu toh suaminya Dira." Celetuk salah satu ibu-ibu.

"Pantesan aja ya mau sama duda orang ganteng gitu kok apalagi kan katanya suaminya kaya." Sahut ibu yang lain.

Dira menatap Agam dengan tidak enak. Meskipun tidak semua tetangganya suka rumpi seperti itu, tapi kebanyakan. Dan Dira tidak bisa mengelak jika dia sekarang tengah menjadi topik hangat di daerah rumahnya.

"Ayo Mas masuk." Dira segera mengajak Agam untuk memasuki kediaman bapaknya agar tidak mendengar lebih lanjut gunjingan para tetangga.

Dira dan Agam mengucap salam yang langsung di jawab oleh bapak yang kini tengah santai. Dira memang tidak memperbolehkan bapaknya untuk bekerja lagi, sebelumnya bapak bekerja di sebuah pabrik yang berlokasi tidak terlalu jauh dari sini. Tapi semenjak bapak sering sakit-sakitan, Dira memaksa agar bapaknya mengundurkan diri.

Sebagai menantu, Agam menyalami tangan bapak. Alhamdulillah kondisinya sekarang sudah membaik pasca operasi yang dijalaninya.

"Kenapa tidak kabari bapak kalau mau mampir toh Nduk. Kalau kasih kabar dulu kan Bapak bisa menyiapkannya sesuatu." Bapak merasa buruk karena dia sama sekali tidak mempersiapkan apapun sebagai jamuan untuk menantu dan anaknya sendiri.

"Tidak perlu repot pak. Sebaiknya bapak istirahat saja agar cepat pulih." Agam memberi nasehat.

Satu hal yang Dira sembunyikan dari bapaknya, Dira tidak menceritakan bahwa uang yang dipakai operasi adalah dari Agam. Yang bapaknya tau Dira meminjam uang itu dari salah seorang temannya. Dan Dira tidak ingin sampai bapaknya mengetahui yang sebenarnya. Bukan karena Dira suka berbohong, tapi Dira hanya takut jika nanti bapaknya menanggap dia hanya membebani Dira.

"Aku ke kamar dulu. Kasian Nara nanti tidurnya gak nyaman." Dira berpamitan meninggalkan kedua laki-laki mahramnya itu diruang tamu.

Lama keheningan terjadi diantara keduanya hingga akhirnya Agam ya berinisiatif untuk memulai obrolan antara mereka.

"Sebelumnya saya ingin meminta maaf pada bapak karena waktu itu menemui dalam keadaan yang kurang pantas." Agam menyadari bahwa tindakannya tempo lalu saat meminta restu orang tua Dira kurang sopan. Agam tidak menunggu hingga bapak sembuh dan mendatangi rumahnya tapi Agam malah terburu-buru dan menemui di rumah sakit saja.

"Tidak masalah dokter. Justru saya ingin berterimakasih pada dokter karena telah mengeluarkan Dira dari penderitaan yang ditanggungnya selama ini. Saya merasa gagal menjadi ayah yang baik untuk Dira. Saya tidak bisa membuat putri saya bahagia." Bapak mengatakan hal itu sembari menahan air matanya agar tidak turun deras. Rasa bersalah selalu menghantuinya karena merasa sudah menjadi Beban bagi putrinya sendiri.

"Panggil Agam saja pak. Saya sekarang sudah menjadi menantu bapak." Agam merasa risih mendengar panggilan bapak yang masih terkesan formal padanya.

"Saya titip Dira ya nak, bahagiakan dia. Sudah cukup penderitaan yang selama ini dia rasakan." Satu tetes air mata meluncur dari kelopak mata bapak. Membuat Agam merasa sedih melihatnya.

"Jangan sedih pak. Dira pasti juga sedih jika melihat bapak seperti ini. Cukup dengan bapak sehat saja, saya yakin Dira akan merasa bahagia kembali."

"Dira sangat menyayangi bapak, saya masih ingat saat dia nangis sambil membawa bapak ke rumah sakit." Agam berpindah tempat duduk menjadi di samping mertuanya. Agam mengelus pelan punggung bapak agar sedikit lebih tenang.

"Ngomongin apa sih serius amat."

Bapak memalingkan wajah dan menghapus air mata yang mengalir. Dia tidak ingin Dira melihat nya bersedih lagi. Cukup dulu sekarang tidak lagi.

"Cuma ngomong ngalor-ngidul. Sini Nduk duduk." Bapak mengajak Dira untuk bergabung bersama mereka.

Mereka bertiga bercakap-cakap. Terlihat Dira yang mendominasi pembicaraan. Kedua laki-laki lainnya hanya diam mendengarkan Dira bercerita.

Senyum kebahagiaan tersemat disana membuat yang melihat juga tertular untuk menyunggingkan senyum.

TBC

Maaf banget tadi salah upload 🙏

Buat yang udah terlanjur baca, ga papa anggap aja bonus.

Tetap semangat vote ya.

Married with Doctor Where stories live. Discover now