part 23

30.5K 1.8K 9
                                    

Pukul empat lewat, Agam telah memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Dia memarkirkan mobilnya dengan benar terlebih dahulu sebelum memasuki rumah.

Agam memasuki rumah, alisnya mengernyit sejenak. Rumah tampak berbeda dari biasanya, terkesan sepi. Biasanya saat Agam pulang, akan ada Dira yang menyambutnya di dalam lengkap dengan suara-suara Nara yang memenuhi ruangan menandakan kebahagiaan karena kepulangan sang ayah. Tapi sekarang tidak, tidak ada itu semua.

Agam menapaki lantai yang biasa terdapat dua perempuan teman hidupnya, tapi nihil disana juga tidak ada yang dicarinya. Saat Agam akan menaiki tangga, samar-samar matanya melihat Nara yang tengah bersama Mbok di taman belakang. Mengurungkan niatnya untuk menaiki tangga, lantas Agam berjalan ke arah sana barang kali Dira juga berada di tempat yang sama.

"Paaa." Jerit Nara saat matanya melihat keberadaan papanya yang berjalan menghampiri. Nara bergerak-gerak dalam gendongan mbok. Meminta untuk dipindahkan pada papanya.

Dengan sigap Agam mengambil alih sang anak, dan terlihat wajah Nara yang kegirangan dengan hal itu. Tidak sampai disana, tatapan Agam mengelilingi taman, tapi tidak menemukan seseorang yang dicarinya. Dira tidak ada disana.

"Dira dimana Mbok?" Agam bertanya karena belum melihat sosok istrinya sama sekali.

"Mbak Dira ada di kamarnya Mas, tadi kelihatan capek banget." Agam mengangguk mendengarnya, dia lalu berpamitan pada mbok dan akan menuju kamar hendak melihat keberadaan istrinya.

Dan benar saja, saat Agam membukakan pintu kamar, tubuh Dira sudah terkapar di atas kasur yang empuk dengan berselimut tebal. Agam menghampiri istrinya dan membelai wajahnya sejenak.

Nafas Dira terdengar teratur, menandakan wanita itu benar-benar tidur. Mungkin Dira sangat kelelahan, tidak biasanya Dira tidur hingga sore hari begini.

Nara yang Agam letakkan di samping Dira, kini mulai menepuk-nepuk tubuh Dira. Mungkin bayi itu ingin Mamanya bangun kali ya.

Karena tepukan itulah Dira merasa terusik dan sedikit membuka matanya. Yang tertangkap pertama kali adalah sosok sang suami yang saat ini ingin Dira hindari. Tidak ingin menatap suaminya lama-lama, Dira berbalik dan langsung mendapati Nara, Dira meraih anak itu agar tertidur bersamanya.

"Maaa." Teriak Nara karena dipeluk oleh mamanya. Bayi itu tidak ingin tidur, dia masih ingin bermain dengan Mamanya. Sepanjang hari ini Dira memang lebih sering menyerahkan Nara pada Mbok. Kasihan juga sebenarnya, tapi badan Dira tadi terasa sanger pegal sekali.

Dira lantas melepaskan belitan tangannya pada tubuh gempal itu. Membiarkan anak itu mau seperti apa. Tapi lihatlah bukannya bangun, bayi itu malah semakin mendekat ke arah Dira dan menyembunyikan wajahnya pada tubuh Dira.

Agam yang melihat itu lantas menggeleng, dia memegang lengan sang istri dan di usapnya pelan.

"Bangun. Udah sore." Ucapnya terdengar seperti perintah. Tapi Dira tidak ada niatan untuk membalasnya. Hatinya masih kesal pada suaminya itu.

"Bangun Dira." Agam kembali mengeluarkan suaranya saat Dira tidak merespon ucapannya. Bahkan Agam sekarang berusaha membalikkan tubuh Dira agar menghadapnya.

"Apa sih." Balas Dira, suaranya kentara sekali bahwa dia sedang menahan emosi. Bahkan tangan Agam yang memegang tubuhnya segera di tepis oleh Dira.

Agam agaknya sedikit terkejut mendapat perlakukan seperti itu oleh istrinya. Tapi tidak semata-mata Agam akan marah, wajar karena dirinya tidur istrinya terganggu.

"Kenapa emosi gitu?" Tanya Agam lembut.

Seperti biasa, Dira tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Dira segera turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka.

"Maaa." Nara memanggil saat melihat Dira yang berjalan menjauh darinya. Bayi itu sudah rindu main dengan dirinya mungkin ya.

"Sebentar, Mama cuci muka dulu."

Selepas mencuci muka, Dira keluar dari kamar mandi. Dia sudah tidak melihat keberadaan sang suami beserta anaknya. Akhirnya Dira memutuskan untuk turun saja ke bawah, dia juga sudah mulai lapar karena siang tadi tidak keburu makan.

Se sampai di bawah, Dira berjalan menuju meja makan. Disana sudah tersedia ayam goreng yang dimasak oleh Mbok tadi pagi. Tidak apalah meskipun sudah dingin yang penting perut terisi.

Di tengah kunyahan Dira kembali memikirkan tentang Maya, mantan istri Agam. Pikirannya berkecamuk tentang mengapa sampai sekarang Agam masih saja tidak bercerita kepadanya tentang masa lalu pria itu. Bukankah itu penting, agar nanti tidak menjadi masalah besar? Apa Agam tidak se percaya itu pada Dira hingga memilih untuk menutupi? Ah entahlah Dira pusing memikirkan tentang hal itu.

"Makan apa?" Suara itu mengagetkan Dira dari lamunannya, hingga tubuhnya tersentak. Dia lalu menoleh ke arah sumber suara yang ternyata adalah suaminya sendiri.

"Ngagetin." Gumam Dira pelan.

"Saya lapar, mau makan juga." Ucap Agam, Dira mengernyit. Lapar kenapa harus bilang padanya, tinggal ambil piring apa susahnya sih. Tidak lihat apa Dira sedang makan begini.

Dira menghela nafas, lalu berdiri untuk menyiapkan makanan untuk Agam. Setelah piring suaminya terisi dengan makanan beserta lauknya entah kenapa memikirkan harus makan satu meja dengan sang suami membuat nafsu makan Dira lenyap.

"Mau kemana?" Tanya Agam heran saat melihat istrinya yang akan pergi menuju dapur dengan membawa serta makanan yang tadi dimakannya.

"Ke dapur."

"Kan makanan kamu belum habis, masih sisa setengah."

"Udah kenyang." Ucap Dira yang tanpa dirinya sadari terdengar sinis di telinganya Agam.

Agam hanya bisa menatap kepergian istrinya itu, dalam benaknya bertanya-tanya ada apa dengan Dira. Wanita itu terlihat berbeda dari biasanya.

Tidak membutuhkan waktu lama, makanan Agam telah habis tidak tersisa, Agam berjalan menuju dapur hendak menyusul sang istri yang terlihat sekali lagi sedang melamun.

Menepuk bahu istrinya dan membuat wanita itu kaget lagi.

"Apa sih, dari tadi loh kamu ngeselin Mas." Dira mengatakannya dengan sedikit berteriak.

"Kamu kenapa?"

"Aku gapapa kok. Kamu tuh yang kenapa?" Dira malah membalikkan pertanyaan yang diberikan Agam.

"Kamu dari tadi terlihat emosi terus, ada yang salah?"

Mendengar ucapan suaminya, lantas Dira ber istighfar. Dia sampai tidak sadar akan emosi yang dirasakannya, hormonal Dira sedang meletup-letup saat ini. Mungkin karena sebentar lagi tamu bulanan akan menghampirinya kali.

"Gak ada, aku cuma lagi capek aja."

Dira beralasan. Sebenarnya dia ingin membicarakan tentang masalahnya dengan Agam, tapi dia juga merasa aneh jika memulai lebih dulu. Dira ingin Agam yang memulai.

Agam mengangguk, tidak memaksakan kehendak pada istrinya. Sebenarnya dia juga tau bahwa ada sesuatu yang di pendam Dira. Tapi mungkin wanita itu belum siap berbagi masalah dengan dirinya, jadi tidak apa. Perlahan-lahan Dira juga akan terbuka dengannya. Sekarang mungkin masih butuh proses saja.

To be continued

Married with Doctor Where stories live. Discover now