part 33

27.7K 1.6K 12
                                    

Makasih untuk yang selalu vote cerita ini. Sayang kalian banyak-banyak.

Tetap support aku terus ya. Terimakasih.

Happy reading.

Dira memijit kakinya menggunakan tangan sendiri. Entah kenapa hari ini terasa sangat melelahkan, padahal Dira sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah apapun diluar kewajibannya ya. Tadi Dira hanya menyiapkan makanan malam saja untuk dia dan juga suaminya.

Oh iya, sore tadi selepas Agam pulang kerja. Agam mengajak keluarga kecilnya untuk pulang, padahal Mama sudah mewanti-wanti agar pulang setelah makan malam saja, tapi Agam menolaknya. Mungkin laki-laki itu capek dan ingin segera pulang ke rumah mereka.

"Capek?" Tanya Agam keluar dari kamar mandi dengan handuk yang digosokkan pada rambutnya.

Dira mengalihkan pandangannya pada suaminya sejenak. Dia akan beranjak untuk membantu serta suami mengeringkan rambut tapi segera dicegah oleh Agam.

"Saya pijatkan." Agam melempar handuknya sembarangan membuat Dira yang melihatnya agak sedikit risih tapi tidak apalah sebentar lagi suaminya itu juga akan sadar dengan perbuatannya dan akan menaruh handuk yang terdampar itu di tempat seharusnya. Dira tidak ingin berdebat malam ini.

"Sambil tiduran saja." Suruh Agam kasihan melihat istrinya yang kelelahan. Agam mengambil alih tugas Dira untuk memijat kakinya. Dira sama sekali tidak menolak karena dia membutuhkan pijatan untuk menghilangkan rasa pegalnya. Dan ternyata pijatan suaminya ini lumayan juga.

Dira hanya diam menikmati pijatan yang diberikan oleh suaminya, sampai tidak sadar bahwa perlahan-lahan matanya tertutup menyelami alam mimpi.

Agam melirik ke arah istrinya yang sama sekali tidak mengeluarkan protes itu. Dan ternyata istrinya malah sudah terlelap. Agam tersenyum memperhatikan wajah damai Dira.

Dia mendekatkan wajah dan mengecup lama kening istrinya. Sebelum bergabung dengan Dira, terlebih dulu Agam memindahkan handuk yang berada di atas ranjang pada keranjang cucian.

Setelah itu, barulah Agam bisa terlelap dengan tenang. Agam mengulurkan tangannya dan mengelus tepat di tempat bayinya akan tumbuh dan berkembang selama sembilan bulan. Mungkin ini akan menjadi rutinitas Agam mulai dari sekarang.

Agam mendekatkan tubuhnya pada Dira, satu tangannya sudah bertengger dengan apik di pinggang istrinya. Dia memejamkan mata dan menyusul istrinya ke alam bawah sadar.

_________

Pagi datang menyapa, berbeda dari biasanya kali ini Agam bangun lebih dulu dari pada istrinya.

Melihat Dira yang masih terlelap dengan nyaman, Agam lebih memilih untuk tidak membangunkan istrinya. Dia mengecup kening dan pipi Dira sebagai asupan energinya sebelum beraktivitas hari ini.

Setelahnya dia memutuskan untuk membuatkan sarapan, sekali-kali kan Agam melakukannya. Meskipun sarapannya simpel dan hanya berupa nasi goreng dengan telur mata sapi diatasnya. Sudah itu dibuat menggunakan bumbu instan pula, tapi tidak apa. Agam membuatnya dengan sepenuh hati dan dipersembahkan hanya untuk istrinya seorang. Mudah-mudahan saja istrinya itu tidak akan dibuat kecewa dengan rasanya.

Sebelum membangunkan Dira, Agam membersihkan diri dan bersiap untuk bekerja.

Penampilannya kini sudah rapi, Agam mendekati istrinya yang berbaring menyingkirkan helai-helai rambut yang menutupi kecantikan alami seorang Dira.

"Bangun Ma." Bisik Agam dengan pelan di telinga Dira. Rupanya bisikan itu mampu membuat wanitanya terusik dan mengeliatkan badan.

"Bagun yuk sudah Siang." Kali ini diiringi dengan kecupan-kecupan yang menghujami wajah Dira.

Dira merasa terusik dengan perlakuan itu dan perlahan-lahan dia membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah sosok suaminya yang tampan dengan aroma manly yang sudah sangat tidak asing di Indra Dira.

"Saya sudah buatkan sarapan, ayo makan dulu."

"Mana?" Dira bertanya dengan masih setengah sadar. Dia sepenuhnya belum mencerna apa yang suaminya katanya.

Tanpa menunggu Dira bangun dulu, Agam langsung saja mengangkat Dira dan digendongnya. Berjalan menuju meja makan di mana aroma nasi goreng sudah menguar disana.

Agam dengan pelan mendudukkan Dira di kursi, dia meletakkan nasi goreng yang sudah siap lahap.

"Siapa yang bikin?" Tanya Dira mengamati tampilan nasi goreng di piringnya. Dilihat dari tampilannya sepertinya cukup meyakinkan.

"Saya." Jawab Agam dengan bangga.

Dira mengangguk. Tapi percayalah Dira sama sekali sedang tidak berselera untuk melahap nasi. Demi menghargai usaha suaminya maka Dira mulai memakannya.

"Ini aja Mas. Satu piring berdua." Dira mencegah Agam yang akan mengambil nasi miliknya. Jujur saja porsi ini terlalu banyak untuk Dira habiskan sendiri.

"Ini kebanyakan kalau aku yang makan." Dira memberitahu.

Agam mengerti lalu dia meraih piring dan menyuapkan pada Dira terlebih dulu. Dira menerima dengan senang hati suapan itu.

Meskipun rasanya tidak bukan yang terenak, tapi ini sudah cukup. Dira bersyukur sekali karena memiliki suami perhatian seperti Agam, bahkan laki-laki itu rela meluangkan waktunya hanya untuk membuat sarapan yang sama sekali bukan kewajiban dirinya.

"Enak." Dira memuji sebagai apresiasi untuk suaminya.

"Lebih enak masakan kamu tapi."

"Tapi ini enak juga kok. Makasih ya Mas udah dibuatin sarapan."

"Tidak masalah. Seharusnya saya yang harus berterimakasih sama kamu. Kamu kan yang setiap hari selalu membuatkan saya sarapan."

"Beda Mas kalau itu kan udah jadi kewajiban aku."

Agam tidak menanggapi lagi, dia menyuapkan makanan pada istrinya lalu untuk nya sendiri dan begitu terus hingga sarapan itu habis tidak bersisa.

"Nanti mas pulang jam berapa? Aku mau siapin makanan special untuk mas."

Agam tersenyum mendengarnya. Tidak perlu masakan special karena sesuatu yang dibuat menggunakan tangan istrinya sendiri itu sudah terasa special bagi Agam.

"Seperti biasa." Agam mengikuti alur yang dibuat istrinya. Rasanya sangat tidak sabar menunggu sore hari, dia penasaran makanan apa yang kali ini akan dibuatkan oleh Dira.

"Aku tunggu ya Mas. Hati-hati dijalan." Dira berpesan pada suaminya.

Agam tersenyum, siapa sih yang tidak berbunga hatinya jika punya istri semanis Dira.

Tidak tahan Agam mendekati istrinya dan membawa masuk kembali ke dalam rumah. Hanya sampai ruang tamu saja. Dirasa aman, Agam mempertemukan bibir antar keduanya. Melumat dengan hati-hati seolah ingin menunjukkan tanda sayangnya pada sang istri.

Tidak lama hal itu berlangsung, Agam segera mengakhiri. Sebagai sentuhan penutup Agam mengecup lama kening istrinya.

Dira memejamkan mata menikmati perlakuan suaminya pada dirinya. Tanpa melihat wajahnya saja Dira sudah yakin bahwa pipinya kini sudah memerah.

"Saya berangkat." Agam berpamitan lalu dia memasuki mobilnya.

Seiring dengan berjalannya mobil yang ditumpangi suami, Dira melambaikan tangan tidak lupa juga senyum tidak hilang dari wajahnya bahkan setelah mobil suaminya tidak terlihat sekalipun.

Dira menyentuh bibirnya, mengingat hal yang baru saja terjadi barusan. Membayangkan saja sudah dapat membuat pipi Dira merona.

Tidak bisa, sadar Dira. Bisa gila lama-lama membayangkan suaminya yang rupawan itu. Mengenyahkan pikiran yang iya-iya dari otaknya, Dira kembali masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga, salah satunya yaitu mengurus anak yang kini sudah mulai merengek di kasurnya.

TBC

Informasi aja buat kalian, baca cepat tersedia di KaryaKarsa. Disana ceritanya udah end.

Harga dijamin murah. Langsung klik link di bio aja ya.

Married with Doctor Where stories live. Discover now